Share

Bab 2

Wedding Drama Bab 2

Di sinilah Althea sekarang, perpustakaan universitas. Ia dihukum membersihkan tumpukkan buku lama yang berdebu dimana-mana juga diharuskan untuk menatanya sesuai abjad. Althea terkena sanksi lantaran tak mengumpulkan tugas dari salah satu dosennya yaitu Zayn. 

“Dasar dosen emosian! Dasar om-om gak ada akhlak! Gak punya rasa toleransi! Heran banget deh sama mahasiswi dan juga para pengajar wanita yang ada di sini semuanya tergila-gila sama dia, cih!” 

Althea bersungut-sungut kesal. Kejadian tadi pagi masih terus berputar di otaknya, saat Zayn sang dosen sama sekali tak memberi kelonggaran padanya. Tak tergerak hati secuil pun, kendati Althea sudah menjelaskan alasan sebenarnya juga sudah berupaya mengeluarkan seluruh kebolehan jurus imutnya. 

Zayn hanya berekspresi datar dan dingin, padahal Althea sudah merelakan dirinya bertingkah konyol disaksikan puluhan mata teman-temannya. Sungguh memalukan, ingin rasanya Althea bermigrasi ke Mars di detik itu juga. Kalimat Zayn kembali terngiang, membuat kejengkelannya kian berlipat, bertambah intensitasnya. 

It’s not my business. Alasan ketiduran, dokumen belum sempat tersimpan atau apa pun itu tidak masuk dalam hitungan toleransi karena kamu sendiri yang ceroboh! Yang jelas, kamu sudah menyepelekan tugas penting yang saya berikan. Jangan bertingkah imut seperti bocah! Ini kampus Althea, bukan taman bermain.

“Dasar manusia dingin kayak es mambo! Terus itu ekspresinya juga ngeselin banget, datar kayak talenan!” Althea terus menggerutu. “Tapi orangnya menggoda iman ganteng banget,” imbuhnya lagi. 

“Ih, apaan sih aku ini! Jangan terpesona pada laki-laki spesies luar angkasa kayak Pak Zayn, Althea!" teriaknya kesal. 

Althea mencerocos mengomeli dirinya sendiri, sementara tangannya sibuk membersihkan buku-buku berdebu satu persatu dengan geram. Kadang ia terbatuk saat ada debu yang salah alamat masuk ke lubang hidungnya, membuat gadis itu makin kesal dan sumpah serapah pun tak terelakkan terlontar dari bibir merah delimanya.

Althea melirik arloji warna putih berlogo ‘AC’ yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Ini sudah waktunya pulang, tetapi buku-buku di hadapannya seakan tak berkurang volumenya malah seolah-olah terus bertumbuh. Gunungan itu seperti tak kunjung surut, masih bertumpuk mengerikan membuatnya menahan napas lalu mengembuskannya sarat akan beban hidup.

“Haish, ini kapan selesainya sih!” Gadis berambut bergelombang itu menendang-nendangkan kakinya di bawah meja, ingin rasanya ia mengacak-acak tumpukan buku di hadapannya hingga berserak.

“Dimohon untuk tidak berisik dan membuat keributan di ruang perpustakaan!” Si petugas perpustakaan langsung menginterupsi Althea dengan wajah juteknya, auranya suram mirip seseorang yang kurang belaian.

“I-iya Bu. maaf.” Althea menunduk dalam dan kembali melanjutkan aktivitasnya sambil terus mengumpat dalam hati.

Saat jajaran penghuni kebun binatang sedang diabsennya dalam rangka mengumpati si dosen menyebalkan, mendadak sebuah tepukan mendarat di bahunya. Sontak Althea terperanjat kaget, menyebabkan beberapa jenis nama fauna lolos keluar kandang dari mulutnya dengan lantang.

“Beruang gila! Kambing conge! Buaya buntung!” 

Althea segera membekap mulutnya sendiri lantaran pekikan terkejutnya menggema ke seluruh ruangan. Akibat impulsifnya yang tak terkontrol, bisa-bisa si penjaga perpustakaan murka lagi padanya. 

Ia menoleh, Rupanya yang datang adalah duo kembar berisik.

“Kamu lagi ngelamunin apa sih, huh?” Rena menarik kursi, mengenyakkan diri duduk di sebelah Althea begitu juga Reni. 

“Yang keluar dari mulutmu semuanya spesies hewan melahirkan? Apa kamu habis baca buku sistem reproduksi mamalia?” cecar Reni penasaran sembari mengunyah permen karet dan memuntir-muntir ujung rambut sebahunya.

“Anda benar!” jawab Althea menjentikkan jari. “Sepertinya kamu berbakat jadi cenayang,” sambungnya lagi dengan senyum masam yang sungguh tak enak dipandang. 

“Eh, iyakah?” Reni malah kegirangan. “Rena, sepertinya aku harus membuka praktek konsultasi paranormal, terus aku nanti jadi viral, terus jadi terkenal,” ujarnya sambil terkikik senang.

Rena menoyor adik kembarnya itu. “Terus, terus aja. Emangnya kamu lagi jadi kang parkir! Jangan ngawur, cepet kita bantuin Althea biar hukumannya cepet kelar.” 

*****

Seorang pria dengan pesona yang mampu melumerkan debaran jantung para kaum hawa bak margarin meleleh di atas teflon panas, tengah mengiris steak di hadapannya dengan gerakan super elegan. Ketampanannya bahkan bertambah berkali-kali lipat saat dia mengunyah, menelan makanan hingga jakunnya yang seksi ikut bergerak, kemudian meneguk isi gelasnya dengan gaya berkelas.

Semua mata wanita yang juga berada di restoran itu mencuri-curi pandang padanya, auranya selalu luar biasa menyihir di manapun berada. Terlebih lagi seorang gadis bergaun merah selutut yang duduk berhadapan dengannya, matanya terus memaku dan mulutnya nyaris ternganga. Ingin sekali rasanya dia berteriak di Monas dan mengumumkan pada khalayak bahwa dirinya kini berada satu meja dengan laki-laki yang paling diinginkan banyak wanita.

Ya, dia lah Zayn Alvaro Rayan. Zayn tengah makan malam bersama ibunya juga rekan bisnis sang ibu yang membawa putrinya ikut serta di sebuah restoran mewah. Musik klasik mengalun lembut mendayu memanjakan pendengaran para pengunjung.

Ini adalah yang keempat kalinya ibunya meminta untuk ikut makan malam dengan orang yang sama. Zayn bukannya tidak tahu terkandung maksud terselubung perjodohan berkedok makan malam membosankan ini. Beberapa waktu terakhir ibunya mendesak agar Zayn melakukan pendekatan dengan Kiana, putri dari rekannya itu.

Mau tak mau Zayn memaksakan diri menghadiri lantaran ibunya terus merengek dan mencecarnya dengan topik pernikahan, walaupun tentang bagian permintaan supaya mengakrabkan diri dengan Kiana hanya dianggapnya angin lalu. 

Lain halnya dengan Kiana yang begitu antusias ketika mendengar niatan orang tuanya. Kiana juga salah satu mahasiswi Zayn di kampus tempatnya mengajar, tinggal menempuh dua semester lagi maka kuliahnya usai. 

Sudah menjadi rahasia umum. Hampir seluruh spesies perempuan di kampus tersebut semuanya tergila-gila pada sosok Zayn. Mendamba ingin terpilih menjadi pendamping si dosen tampan yang menggiurkan dari segala aspek. 

Ragawinya yang nyaris sempurna tak diragukan lagi, otak cerdas sarat akan prestasi juga poin pentingnya adalah kaya raya, pewaris satu-satunya Rayan Enterprise. Minat para kaum hawa padanya tak berkurang, makin hari semakin menjadi walaupun Zayn selalu sangat tertutup dan menjaga jarak jika disinggung menyangkut hal-hal pribadi. 

Kiana seperti mendapatkan platinum card saat ibunya dan ibu Zayn mempunyai niatan untuk membuat mereka lebih dekat. Kiana merasa dewi fortuna tengah berpihak padanya, sebab memiliki jalan pintas yang lebih mudah menuntaskan keinginannya untuk bersanding dengan Zayn.

Meskipun hingga detik ini Zayn masih tetap dingin padanya Kiana tak peduli. Dia takkan menyia-nyiakan kesempatan ini dan bertekad mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memikat sang dosen dengan cara apa pun. 

Ibunya Zayn merupakan pemilik salah satu perusahaan yang diperhitungkan di tanah air. Rayan Enterprise adalah perusahaan yang bisnis intinya lebih berpusat di bidang ekspor juga produksi kain batik kualitas premium terbaik. Produknya sudah tersebar di hampir seluruh penjuru dunia, juga bergerak di bidang penyedia mesin jahit untuk konsumsi pabrikan, serta puluhan gerai butik batik yang tersebar di seluruh tanah air. 

Semua yang melekat pada diri Zayn sungguh luar biasa memikat. Bukan hanya soal pesona Zayn yang sudah pasti membanggakan saat dijadikan gandengan, Kiana juga akan menjadi Nyonya besar kaya raya jika dia berhasil menjadi pendamping Zayn.

“Pak Zayn, ini hadiah kecil dariku, semoga berkenan.” Kiana meletakkan kotak persegi panjang putih dihiasi pita warna hitam ke atas meja dengan gerakan anggun yang dibuat-buat, sepertinya isinya sebuah dasi.

“Eit, kok panggil Pak Sih. Lagi pula ini bukan di kampus, panggil Kakak saja biar lebih akrab. Iya kan, Zayn?”

Lidya ibunya Zayn menyenggol lengan putranya yang duduk bersebelahan dengannya sembari tersenyum pada Kiana, membuat gadis berbaju merah itu merasa berada di atas awan lantaran mendapatkan dukungan penuh dari Lidya. 

“Silakan panggil apa saja, asal jangan panggil ibu atau mbak. Karena seperti yang kamu lihat, saya bukanlah wanita." Respons Zayn terkesan bercanda namun bermakna tajam dengan senyum dipaksakan. Mengundang tawa Lidya juga yang lainnya.

Demi tata krama di depan para orang tua, Zayn berusaha bersikap ramah, mengambil kotak tersebut dan berucap, “Terima kasih.”

“Sama-sama Pak. Eh, Kak, semoga suka. Aku bahkan bertanya pada Tante Lidya sebelum membeli, tentang warna dan merk yang Kakak sukai,” sahut Kiana dengan suara manja dan raut wajah girang yang justru membuat Zayn ingin muntah.  

Zayn menyeringai miring. Wanita sejenis Kiana ini sudah ratusan banyaknya yang datang dan berusaha mendekatinya, tetapi Zayn tak pernah tertarik pada satu pun dari mereka. Bagi Zayn, perempuan seperti ini serupa virus menular yang harus dijauhi. 

“Kiana sangat perhatian. Benar-benar calon istri idaman ya, Jeng,” ujar Lidya kepada ibunya Kiana. Walaupun sudah berumur kepala lima, tetapi Lidya masih tampak menawan juga bersahaja dalam balutan busana batik yang begitu anggun. Gaun yang dikenakannya adalah hasil para perancang profesional yang mendesain busana eksklusif untuk butik-butik miliknya.

“Bu Lidya ini bisa saja, terlalu memuji. Kiana masih harus banyak belajar,” jawabnya berbasa-basi dengan maksud supaya meninggalkan kesan rendah hati demi menutupi ambisinya yang sangat ingin Kiana menjadi bagian dari keluarga Rayan.

Bersambung. 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
ih..mama Lidya salah pilih calon mantu ini kayak nya
goodnovel comment avatar
Dhesy Echa
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Nur Inayah
orang yg suka carmuk gitu itu malah yg perlu diwaspadai......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status