Share

2. Kenangan yang menjadi mimpi buruk, kembali lagi

               “Apa kau benar-benar akan berhenti membantuku? Cafeku cukup ramai berkat wajahmu, kau tahu.” Kenichi Hasegawa menghembuskan nafas dengan kasar. Ia sudah menduga temannya akan mengomel seperti ini.

“Kuliahku akan lebih sibuk karena sudah memasuki tahun kedua. Jadi, aku hanya bisa membantumu sesekali. Bisnismu ini tidak begitu buruk. Kau harus mencari pekerja paruh waktu yang tampan alih-alih terus merepotkanku”

“Aish, jika bukan sahabatku, aku pasti sudah meninju wajah itu.” Tanaka Hideyoshi melakukan gerakan seperti ingin memukul tetapi kepalannya hanya sampai di samping telinganya sendiri. Ia mengacak-acak rambutnya menatap punggung sahabatnya yang keluar dari cafe. 

                Pandangan Izumi memutari seisi ruangan yang gelap gulita. Di depannya seorang lelaki mengarahkan cahaya ponsel ke wajah sambil tersenyum menyeramkan. Izumi bisa melihat dengan jelas wajah lelaki itu. Ia ingin berteriak tapi sekujur tubuhnya terasa sangat lemas. Sekedar membuka mulutnya pun ia tidak bisa. Izumi memejamkan matanya karena terlalu takut melihat lelaki itu. Ia bisa merasakan tubuh lelaki itu berada di atas dirinya. Tangan besar lelaki itu membuka baju Izumi dengan kasar kemudian mulai menyentuh sekujur tubuh Izumi. Izumi menangis tapi kepalanya terlalu pusing sampai-sampai ia tidak bisa mendengar tangisannya sendiri.

Izumi membuka matanya setelah berusaha dengan sungguh-sungguh. Ia baru sadar ternyata ia tertidur setelah seharian terlalu ;lelah mencari pekerjaan. Ia benar-benar tersiksa setelah mimpi buruk itu kembali menghantuinya lagi. Sebetulnya lebih tepat di sebut sebagai ingatan buruk yang terbawa ke dalam mimpi. Sekujur tubuhnya berkeringat. Tangannya terasa dingin. Ia merasa perjuangannya dua tahun terakhir untuk bangkit dari masa-masa silam itu terasa sia-sia. Mimpi itu kembali lagi. Perasaan takut itu juga menghantuinya lagi. Izumi meringkuk lalu menenggelamkan wajahnya di kedua lutut. Ia tidak bisa membayangkan harus menjalani fase seperti ini lagi tanpa ibunya. Kemudian ponselnya bergetar. Sederet nomor tak di kenal muncul di layar.

“Selamat siang.. Iya betul. Oh iya.. baik. Saya akan datang besok sore. Terima Kasih Banyak.” Izumi tersenyum lebar setelah menutup ponselnya. Perjuangannya mencari pekerjaan akhirnya membuahkan hasil.

Izumi sampai di Melody Cafe setelah berjalan sekitar sepuluh menit dari tempat permberhentian bus. Café ini masih satu Kawasan dengan universitasnya. Tatapan Izumi memutari seisi cafe. Interiornya terasa tidak asing. Ia yakin belum pernah kesini sebelumnya. Apakah memang kebanyakan cafe memiliki interior dengan nuansa hangat seperti ini?

“Selamat siang.” Laki-laki berusia sekitar 28 tahun itu mengulurkan tangan. Izumi segera berdiri lalu menjabat tangan Itu.

“Selamat Siang.”

“Loh? Kau yang dulu bernyanyi di cafeku? Aku lupa nama band kalian. Five3?” Raut wajah lelaki itu tampak tidak yakin. Ingatan Izumi meraih suatu moment. Ia akhirnya ingat kenapa interior cafe ini terasa akrab.

“Benar. Anda.. Hideyoshi Tanaka san? Aku senang anda ingat tentang kami. Seingatku dulu cafe ini tidak disini. Apa anda baru saja pindah? ” Izumi sedikit berbohong. Ia tidak senang seseorang mengetahui atau mengingat soal masa lalunya, termasuk soal ia bisa bernyanyi.

“Aku pindah setahun yang lalu karena disini lebih strategis. Bagaimana kalian sekarang? Aku sangat menikmati pertunjukkan kalian. Sepertinya saat itu kalian sangat sibuk. Padahal aku menunggu penampilan kalian di hari berikutnya. Aku bahkan ingat lagu terakhir yang kau nyanyikan, Marigold, bukan?”

“Iya benar. Aku lupa bagaimana persisnya, tapi kami bubar karena sesuatu.” Lagi-lagi Izumi berbohong. Mana mungkin ia melupakan hal yang membuat group band kesayangannya bubar sekaligus membuatnya berhenti bernyanyi. Sekali kau berbohong tentang sesuatu, maka lahir kebohongan-kebohongan lain, bukan ?

“Sayang sekali. Lagi pula saat itu kalian masih sangat muda. Pasti sulit memahami satu sama lain. Tapi wajahmu benar-benar tidak berubah sampai-sampai aku langsung mengenalimu meskipun rambut bob mu sudah berubah jadi rambut panjang.”

Interviewnya berjalan dengan sangat lancar. Izumi bahkan lebih merasa seperti mengobrol dengan kawan lama dari pada interview. Dulu Izumi selalu bertemu pria itu setiap akhir pekan untuk bernyanyi di cafenya. Ia tidak menyangka akan bertemu lagi setiap akhir pekan tapi kali ini untuk bekerja.

***

                Pohon-pohon sakura yang bermekaran menyambut Mahasiswa Baru di halaman kampus. Disana dipadati oleh mahasiswa baru dengan sebuket bunga di tangan mereka. Mereka datang bersama orang tua masing-masing. Izumi bisa melihat wajah-wajah gembira mereka semua. Ia juga gembira meskipun terlihat menyedihkan. Jangankan sebuket bunga, ia bahkan datang tanpa didampingi siapapun. Ia harus bersiap menyadari perbedaan dirinya dengan yang lainnya mulai sekarang. Apapun yang terjadi ia harus sanggup menghadapinya seorang diri.

Izumi duduk di sebuah aula dengan mimbar besar yang membentang di depan. Ia sudah bersiap untuk berpidato setelah beberapa hari lalu mendapat email pemberitahuan untuk melakukan pidato sebagai mahasiswi dengan nilai ujian seleksi terbaik. Setelah Namanya di panggil, Izumi beranjak dari tempat duduk dan mulai berjalan ke depan. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai. Langkah cepatnya diiringi dengan suara tepuk tangan yang riuh. Kini seluruh mata di ruangan itu tertuju padanya. Izumi hanya melihat sekilas dan menyadari beberapa dari orang di aula itu terlihat menatapnya sambil berbisik. Ia mengenakan rok pendek pink selutut berpadu blouse sailor warna putih dengan tali diikat bentuk pita di tengahnya. Ia yakin outfitnya tidak terlihat aneh lalu apa yang membuat orang-orang itu menatapnya sambil berbisik? Ia punya pengalaman buruk di tatap seperti itu. Izumi yakin tidak melihat seseorang dari sekolahnya dulu, seharusnya tidak ada seorangpun yang mengenal Izumi.

“Kau lihat gadis itu? Type ku wanita sexy tetapi wajah imutnya benar-benar membuatku terkesan.”

Minoru menyenggol lengan Kenichi. Tatapan Kenichi yang tadi tertuju ke ponsel pun beralih ke gadis di depan sana.

“Kalau aku mau, aku bisa saja membuatnya luluh hanya dengan memberinya ice cream. Wajahnya bahkan masih terlihat ilegal untuk sekedar berpacaran.” Kenichi hanya menyahuti ucapan Minoru dengan sangat enteng.

“Kali ini biarkan aku berusaha mendapatkannya. Awas saja kalau kau berani mengambilnya dariku.” Kenichi menatap raut wajah Minoru yang terlihat sangat percaya diri itu. Lagi pula gadis lucu dan polos seperti itu bukan typenya sama sekali.

“Kau hanya akan terlihat seperti om-om jika berkencan dengannya.” Kenichi tersenyum setelah berhasil membuat sahabatnya kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status