"Aku kira kau akan menginap di sana."
Sarla langsung berhenti mengunyah kentang di dalam mulut. Hanya sesaat, ketika menggelengkan kepala guna menjawab pertanyaan kakaknya.
Sarla pun kembali memasukkan sepotong tomat, tentu selepas menelan kentang. Diperhatikan lekat sosok Christoper. Senyum kakaknya tampak aneh.
"Apa yang kau pikirkan?" Sarla bertanya curiga.
"Tentang kemalanganmu, Adikku. Kau pasti merasa kecewa karena tidak bisa bercinta dengan Wilzton."
Sarla langsung mendelikkan mata. Menunjukkan bahwa jawaban sang kakak sudah membuatnya jadi begitu terkejut. Memang, tak disangka-sangka.
Reaksi yang diberikan sudah pasti menyebabkan tawa sang kakak keluar. Jelas, ia semakin jengkel. Harus diakui Christoper mudah mencandainya.
"Aku masih tidak percaya adikku ini sekarang tidak anak kecil lagi. Tapi, wanita dewasa yang sudah bisa bercinta. Padahal, dulu kau itu cengeng."
Sarla menambah delikan mata. "Kau juga sering bercinta
"Mommm!"Setelah menyelesaikan seruannya, Sarla Maykan Parker pun berlari kencang ke arah sang ibu yang sedang berdiri di depan dengan jarak sekita
"Cepat bangun!""Sudah jam sebelas. Cepatlah bangun!""Miss Sarla, aku tidak menduga kau pemalas."Sejak mendengar seruan pertama, Sarla sudah ingin membuka kelopak matanya. Namun, ia tidak dapat karena terasa terlalu berat. Meski demikian, tak pantang. Terus saja berupaya dilakukannya.Suara berat milik pria yang tak asing, sebab pernah didengar. Ya, kemarin di rumah orangtuanya. Dan, masih diingat jelas bagaimana paras tampan dari pria itu yang membuat debaran jantung meningkat."Bangunlah, Miss Sarla. Setidaknya sebelum aku berbuat suatu hal agar kau mau menuruti se--"Tepat setelah membuka mata, pria yang sedang menjadi pusat pandangannya pun berhenti berucap. Mereka saling memandang. Kegugupan melanda Sarla kembali karena tatapan intens pria itu yang diarahkan tepat pada matanya dengan jarak tidak terlalu jauh. Bahkan, kurang dari satu meter.Bukan hanya pancar
Sarla tidak pernah menangis dan merasa sesedih ini akan keadaan dialaminya. Situasi yang bahkan tak sekalipun dibayangkan akan menimpanya. Ia kini harus menghadapi kondisi tidak menyenangkan tanpa adanya persiapan apa-apa sama sekali.Hanya pakaian melekat di tubuh satu-satunya yang dibawa. Handphone dan dompet kesayangan berisi sejumlah uang serta kartu-kartu bank sudah tidak ada. Sarla menganggap dirinya menyedihkan.Kehidupan berubah dalam semalam saja. Jauh dari keluarga. Berada dengan orang asing yang cukup menyebalkan dan sombong di tempat belum bisa diketahuinya menjadi cobaan terasa kian terberat.Pikiran Sarla pun buntu. Tidak bisa untuk mencari solusi terbaik yang dapat menyelamatkan dirinya secara cepat. Memasrahkan semua bukan pilihan yang menguntungkan baginya kedepan. Ia enggan menyerah terlalu dini tanpa usaha untuk mengamankan dirinya. Namun, kondisi tak dapat memberikan dukungan sesuai dengan harapan.
Sarla sudah keluar dari kamar tidur yang ditempati sejak satu jam lalu. Hampir tiga puluh menit waktu dihabiskan menelusuri lantai demi lantai dalam mansion luas milik pria bernama Wilzton Davis.Kini, Sarla telah berada di bagian teratas kediaman pria itu. Hanya dikelilingi atap dan juga kebun kecil, namun asri. Angin berembus semilir, memberikan sedikit kesejukan ditengah cuaca yang panas.Sarla tidak bisa menampik kekaguman akan desain interior dan bangunan. Begitu elegan serta mewah, walau bergaya minimalis. Halaman luas dipenuhi tanaman-tanaman bunga dan pepohonan rindang menambah kesan yang indah. Seharusnya mampu memberikan ketenangan serta juga kenyamanan.Kenyataannya, Sarla semakin dilanda kegelisahan. Dan ia terus memikirkan bagaimana nasibnya yang tambah membingungkan. Jalan keluar belum bisa juga ditemukan. Pikiran masih terus buntu. Tidak bisa menemukan cara membebaskan dirinya dari Wilzton dan hukuman diberikan oleh k
Sarla sudah membuat keputusan. Telah dirinya pikirkan matang sejak semalam akan jalan diambil. Menangis dan meratapi nasib tidak mampu untuk mengubah apa pun dalam kondisi dihadapinya.Yang dibutuhkan adalah cara bertahan. Menyerah sama saja melukai harga diri. Sarla enggan dicap wanita lemah menerus oleh pria bernama Wilzton. Ia bisa menjadi orang lebih baik dan kuat lagi. Hanya tinggal memberikan pembuktian.Tak ada uang untuk menyelamatkan selain dirinya sendiri. Sarla berpikir bahwa ia tengah bertempur di medan perang. Sudah bertekad akan menang dan mengalahkan Wilzton Davis dengan caranya. Ia yakin akan sangat bisa menaklukan pria itu. Uang Wilzton pun menjadi target utamanya.Mengenai hukuman diberikan ayah dan sang ibu. Ia akhirnya bisa menerima. Memanglah harus juga dijalani sebagai penebusan kesalahan.Minimal harus memberikan bukti kepada orangtuanya jika ia bisa berubah menjadi lebih baik dengan pel
Menyerah dengan mudah bukanlah sesuatu yang akan dilakukan. Ia pun bertekad untuk terus menunjukkan perlawanan.Tidak ada yang menolong menyelamatkan dirinya. Ia tengah sendiri di rumah Wilzton. Tak akan diraih bantuan dari siapa pun. Hanya ia seorang yang mampu melakukannya."Bisakah kau berhenti bergerak? Kau pikir jika badanmu tidak berat, Miss Sarla?""Aku tidak peduli!" Sarla berseru dengan kencang. Amarahnya semakin meningkat.Kedua telinga pun tambah memanas karena ejekan dilontarkan oleh Wilzton Davis. Ia tak senang dikomentari tentang bobot dari tubuhnya.Hal yang baginya sensitif. Tidak akan suka diejek gemuk. Sebab, selama ini sudah dilakukan berbagai macam program menjaga beratnya. Tak bisa diterimanya."Lepaskan aku sekarang! Jangan kau pernah berpikir kau akan bisa memaksaku unt--"Sarla harus menghentikan perkataan akibat dilanda kekagetan besar dirinya dihempas ke kasur Wilzton yang empuk. Ia pun berada dal
Menunggu adalah hal paling tidak menyenangkan bagi Sarla. Terlebih, tanpa kepastian yang jelas atas keputusan sudah dibuatnya.Rasa mual pada sosok pria menyebalkan nan sombong, Wilzton, tak terbendung sejak mereka terakhir berbicara tadi di dalam. Debat tentu mewarnai.Dirinya diusir paksa dari ruangan tidur pria itu. Tak ada pilihan selain menanti Wilzton keluar. Dan, ia sudah berdiri di depan pintu hampir setengah jam.Kedua kakinya mendapatkan efek, pegal-pegal. Ia harus segera beristirahat untuk memulihkan tenaga dan pikiran yang masih senantiasa terkuras.Rasa kantuk juga menyerang karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun, tidak bisa pergi ke kamarnya. Ia membutuhkan jawaban yang lebih pasti lagi.Benar, kesepakatan secara tertulis agar semua jelas dan juga memiliki dasar hukum. Jika terjadi masalah yang tak diduga-duga, ia bisa menuntut.Wilzton Davis tipikal pria yang misterius. Ia tidak bisa merasa
Wilzton merasakan kesunyian cukup mencekam, saat masuk ke dalam kamar tidur Sarla. Sedangkan, suasana juga gelap. Tanpa ada nyala lampu yang menerangi.Namun demikian, ia masih tak menemukan kendala berjalan ke ranjang tidur wanita itu dengan langkah santai saja. Seringaian dibentuknya pada wajah. Tatapan lurus ke depan."Miss Sarla!" Wilzton berseru kencang, sengaja.Salah satu sudut bibir semakin dinaikkan. Ia sudah berdiri di samping tempat tidur yang digunakan oleh Sarla.Arah pandang pun telah terpusat penuh ke sosok wanita itu. Tak ada tanda-tanda respons dari Sarla. Walau, volume suaranya terbilang keras. Ia begitu yakin sudah didengar. Tak mungkin tidak."Aku kira kau tidak akan malas lagi. Ternyata, masih saja kau lakukan kebiasaanmu. Cepat bangun! Kau tidak boleh menjadi pemalas."Telinga Sarla langsung memanas karena seruan begitu kencang nan penuh sindiran diucap oleh seseorang.Sangat dikenalinya dengar benar pemilik