Share

Bab 2

Pagi ini rasanya aku ingin absen kerja. Awalnya bukan begitu. Gara-gara cerita Agatha tentang Ardian, aku jadi jengkel. Pagi-pagi sekali Agatha sudah mengisi dengan cerita Ardian. Sebetulnya yang membuat aku jengkel bukanlah cerita tentang Ardian, tetapi mimik muka Agatha waktu bercerita. Aku tahu, Agatha sudah mulai suka sama Ardian. Mengapa seperti ini? Aku tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi. Rasanya sudah cukup aku menyembunyikan perasaanku selama ini. Mengapa harus ditambah lagi dengan persoalan baru.

Separuh hati aku memencet tombol lift mengarah lantai 10, lantai ruangan Pak Alvin dan sekretarisnya. Tapi Pak Alvin, dulu selalu saja memintaku buat diskusi kalau ada pekerjaan baru yang harus mereka tangani. Situasi lantai 5 hampir kosong, bisa jadi yang lainnya sedang rapat dengan Pak Alvin.

"Anak HRD kenapa sampai di sini?" Aku menengok mencari sumber suara.

"Iya nih, rindu sama lantai 10," Jawabku tanpa memedulikan siapa yang mengajakku bicara.

"Cari Pak Alvin ya?" Saat ini aku betul-betul dibuat hampir tidak mampu bergerak. Ardian!

"Eh iya," Jawabku panik. Hasilnya aku hanya bisa tersenyum canggung.

"Pak Alvin sedang ada tamu. Aku temani ya sampai tamunya Pak Alvin pulang," Tawarnya. Lagi-lagi aku hanya bisa menjawab dengan senyuman.

Ini betul-betul tidak masuk akal! Badanku seakan-akan membeku. Aku? Aku tidak tahu mengapa tetap saja seperti ini kalau berada di sebelah Ardian. Semestinya aku bahagia, ini perdana Ardian mengajakku berbicara. Jadi, apa lagi yang aku tunggu?

"Aku temannya Agatha," Kataku.

"Agatha?" tanyanya dengan muka bertanya-tanya.

"Tidak mengenali," jawabnya singkat. Kini aku yang bingung.

"Bukannya kemarin baru ketemu di kantin?"

"Owhh.. Namanya Agatha ya. Hahahaha!!" dia tertawa. Aku semakin tidak mengerti maksud laki-laki ini.

"Oh ya, aku Adelle," kataku memutuskan. Lagi-lagi dia terbahak-bahak. Rasanya aku tidak membicarakan hal-hal yang lucu. Aku menatapnya dengan tatapan bingung.

"Hahaha! Sepertinya kemarin kita sudah kenalan deh," dia tertawa lagi.

Kenapa setiap kali berdekatan dengan Ardian, otakku selalu terasa hilang akal. Konon aku benar-benar jatuh cinta dengan dia. 

"Tadi Agatha nanyain kamu lho," kataku lirih. 

"Dari tadi kamu membicarakan Agatha terus menerus," balasnya sembari tertawa. 

Entah kenapa rasanya konyol sekali alur yang aku capai. Kupikir dengan membahas Agatha di depan Ardian, paling tidaknya ada peluang membuatku bisa bareng Ardian terus. Tapi, mengapa rasanya sakit sekali.

"Bukannya kamu yang bilang sendiri bahwa cewek seperti Agatha itu termasuk standar cewek yang kamu sukai,"

"Hmm. Emang iya," jawabnya singkat dan lagi-lagi Ardian tertawa. Aku terdiam dan ingin menangis.

Ardian membawaku ke ruang kerjanya. Aku tersenyum sendiri, ternyata meja kerja yang digunakannya sekarang ialah meja kerja yang pernah aku gunakan. 

"Ini dulu meja kerjaku," Kataku. Ardian sepertinya tidak memedulikan apa yang aku katakan tadi. Dia mengaktifkan komputernya dan mulai sibuk sendiri. 

"Ini alasanku kenapa aku tidak suka kamu membicarakan soal Agatha," Kata Ardian sambil memandangiku.

Ardian memasukkan password sebelum login di komputernya, setelah memasukkan passwordnya muncullah wallpaper yang tidak aneh buatku. Objek foto itu seorang gadis yang sedang memunggungi kamera. Dan aku tahu dengan pasti siapa gadis itu. That is me.

"Belum ada yang bisa menggantikannya. Kurasa, dia tidak akan tergantikan," Ardian tersenyum sambil menatapku. Selama ini Ardian memikirkanku. Ternyata dia juga menyukaiku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status