Share

BAB 5 : APARTEMEN NAYA

Rama mengedarkan matanya di ruangan berbentuk persegi panjang itu. Apartemen Naya cukup nyaman. Terdapat ruang tamu berisi sofa yang menghadap ke arah tv plasma. Di seberangnya merupakan ruang makan minimalis yang menyatu dengan dapur.

Naya berjalan masuk ke dalam apartemen dan membuka salah satu ruangan di apartemen itu. Dia lalu memanggil Rama untuk mengikutinya ke sana.

"Kamu bisa istirahat di sini. Kamar mandi terletak di samping dapur. Oh iya, sebelah kamar ini adalah kamarku. Kalau ada apa-apa kamu bisa memanggilku disini."

''Pantas saja dia berani mengajakku menginap, rupanya ada dua kamar di apartemen ini.''

‘Tunggu, apa yang sedang kamu pikirkan Rama!’ batin Rama.

"Kalau begitu aku akan beristirahat."

"Tunggu, Rama!" ujar Naya sambil menahan tangan Rama.

"Emm, apa boleh aku mengobati lukamu? Aku memang belum menjadi dokter tapi kalau luka seperti ini aku bisa membersihkan dan mengobatinya." lanjut Naya.

"Dokter?"

"Ah iya, aku saat ini kuliah jurusan kedokteran. Sejujurnya, aku membawamu ke sini karena aku ingin mengobatimu. Biar bagaimanapun kamu mendapatkan luka ini karenaku dan aku merasa harus bertanggungjawab untuk itu."

Rama memperhatikan Naya, wajah mungilnya terlihat mengkhawatirkan Rama. Pertama kalinya dalam hidup Rama ada orang yang sangat mengkhawatirkan dia selain Mamanya.

"Baiklah," jawab Rama singkat.

"Oke, tunggu di dalam. Aku akan mempersiapkan peralatannya dulu."

***

Kamar ini tampak kosong, hanya ada sebuah kasur dan lemari baju beserta meja belajar yang tidak ada isinya. Rama lalu merebahkan dirinya di atas kasur dan memejamkan matanya.

"Rasanya hari ini sangat melelahkan." gumam Rama pelan.

Tidak lama Naya memasuki ruangan. Tangannya memegang sebuah nampan yang telah berisi berbagai jenis pisau, gunting, benang, kain kasa dan beberapa botol.

"Tunggu! Apa benar kamu seorang dokter? Atau jangan-jangan kamu penculik organ dalam?! Buat apa pisau-pisau itu!!"

Naya tertawa saat melihat Rama panik. Pria yang sejak tadi begitu berani melawan gerombolan pemuda yang menghadangnya justru takut dengan pisau bedah yang dibawa oleh Naya.

"Mulai saat ini aku adalah dokter dan kamu adalah pasien. Jadi kamu harus mengikuti semua arahan dariku." ujar Naya seraya menyimpan nampan itu di meja. 

"Bisakah kamu membuka baju? Aku harus tau seberapa parah luka yang kamu alami."

"Membuka bajuku? Di kamar ini?" Tanya Rama.

"Lalu bagaimana aku mengobati lukamu kalau kamu tidak membukanya?"

Rama mendengus kesal, sejujurnya dia paling tidak suka jika ada orang lain yang menyentuh dirinya. Tapi Naya benar, luka ini harus segera diobati sebelum bertambah parah. Dia lalu perlahan membuka mantel coklatnya disusul kemeja dongker yang telah sobek dibagian bahu.

Naya terkesiap, dari gaya bertarung yang dimiliki Rama dia tau kalau Rama pasti memiliki tubuh yang atletis.

Namun yang membuat Naya terkejut adalah tubuh Rama memiliki beberapa bekas luka. Terutama goresan bekas luka panjang di atas perutnya yang sepertinya sudah lama berada ditubuh pria itu.

Naya mengikat rambut panjangnya ke atas, dia lalu mengambil sebuah handuk dan memasukkannya ke dalam baskom berisi air hangat. Secara perlahan Naya mulai membersihkan bahu Rama.

Rama tertegun saat tubuh Naya mulai mendekatinya untuk membersihkan luka. Dia memperhatikan Naya dengan seksama. Gadis ini memiliki bola mata berwarna coklat yang indah, bibir mungil dengan hidung yang cukup mancung. Rambutnya yang diikat menampakkan garis leher panjang berwarna putih. Bahkan sejak pertama kali bertemu, Rama sudah menyadari bahwa gadis ini terlihat cantik.

Deg!

Rama kaget saat tangan kosong Naya menyentuh kulit di bawah bahunya. Tiba-tiba jantung Rama berdetak dengan sangat kencang.

"Hmm, seperti dugaanku lukanya cukup dalam. Tapi syukurlah luka yang kamu alami tidak mengenai bagian vital. Aku cukup menjahitnya dan kamu bisa beristirahat setelah itu."

"O.. Oke.." jawab Rama tergagap.

"Tunggu, apa kamu juga takut terhadap jarum selain pisau bedah?" Naya terkekeh

"Bukan begitu..," Rama menjawab sambil memalingkan mukanya.

Naya mengambil sebuah jarum dengan benang bedah. Dia lalu memegang luka pada tubuh Rama dan mulai menjahitnya. Setelah selesai dia mengoleskan iodine pada jahitan itu dan menutupnya dengan kain kasa.

"Bisa kamu bangun sebentar?" tanya Naya yang dibalas anggukan Rama.

Rama lalu mengangkat tubuhnya sedikit di atas kasur. Tiba-tiba Naya membentangkan kasa panjang, menempelkannya di bagian dada dan memutarinya ke belakang tubuh Rama hingga beberapa kali. Rama menahan napasnya, jarak mereka terlalu dekat hingga mereka seperti sedang berpelukan. Bahkan Rama bisa merasakan hembusan napas Naya di lehernya.

''Ah sial, apa yang sedang kamu pikirkan! Dia hanya mengobati kamu, sadar Rama!'' batin Rama bergejolak.

"Oke selesai!" Naya melepaskan tanganya dari tubuh Rama dan tersenyum bangga dengan hasil pekerjaannya.

"Naya, ada yang membuat aku penasaran."

"Hmm, apa itu?"

"Mengapa kamu tidak takut kepadaku? Kamu pasti sadar ada hal yang aneh dengan diriku. Bahkan kamu sendiri mendengar saat orang yang membuat luka ini memanggil aku monster."

"Bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku tau kalau kamu bukan orang jahat."

"Tetap saja..," ucapan Rama terhenti.

"Kamu lihat sendiri aku tidak merasa kesakitan saat tertancap pecahan botol itu. Bahkan ketika kamu menjahit luka tadi tanpa obat bius, aku tidak meringis kesakitan seperti orang lain." lanjutnya pelan.

"Hmmm, sebenarnya aku penasaran dan ingin bertanya kepadamu. Tapi aku tau hal ini bersifat sangat rahasia."

"Rahasia?!"

Rama terkejut, apa mungkin gadis ini telah mengetahui penyakit yang dideritanya selama ini? Bahkan para dokter harus mengeceknya berulang kali sebelum mengambil kesimpulan tentang penyakit yang sedang dideritanya.

"Melihat kamu terkejut, sepertinya aku benar," ujar Naya.

"Aku sebenarnya sudah menebak hal ini sejak kamu menolongku tadi. Tapi aku masih ragu, sampai aku melihat cara kamu membereskan masalah dan luka-luka yang ada ditubuhmu."

"Sejak itu aku yakin kalau kamu adalah seorang agent rahasia. Kamu tidak merasa sakit karena luka seperti ini sudah biasa bagimu. Kamu tidak mau ke rumah sakit karena takut identitas kamu ketahuan, bukan?"

"Tenang saja, aku berjanji tidak akan memberitahu identitasmu kepada orang lain. Jadi, apa kamu bisa memberitahuku, kenapa agent rahasia Indonesia menjadi mata-mata di Jepang?" jelas Naya panjang lebar.

Tiba-tiba tawa Rama meledak setelah mendengar penjelasan Naya. Dia tidak berhenti tertawa hingga air matanya keluar.

''Gadis ini.. Imajinasinya sangat luar biasa! Setelah mengira aku kabur dari rumah, sekarang dia berpikir kalau aku agent rahasia. Apakah selama ini dia pikir dia hidup dalam dunia novel?'' batin Rama dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status