#Happy reading.
Wajah seorang gadis—pacarnya Nevan tampak menggeliat kaget ketika kemunculan Nevan yang begitu tiba-tibanya dari balik punggung mereka berempat.
Bellona menghampiri Nevan yang tampak murung lagi dingin, tetapi langkahnya terhenti ketika Bellona memperhatikan dengan jelas raut rupanya yang sangat mencolok.
“Nevan, kamu kenapa?” tanya Bellona keheranan.
“Hah, woi! Ke mana aja lu?!” pekik salah satu temannya ke arah Nevan.
Sementara itu, Nevan malah melewati mereka dengan wajah dinginnya. Tak sama sekali menyahut ketika ditanya dari mana? Bahkan Bellona mengurungkan niat untuk mengikutinya ketika perubahan raut yang begitu berbeda.
“Eh, lu ke mana aja, Bro?!” tanya dua temannya mengikuti langkah Nevan.
Namun, Nevan malah berbalik dan menatap tajam kepada kedua teman yang berusaha mengikuti langkahnya. Dengan begitu tercengangnya, Felix dan Bellona saling mendekat.
Bellona menarik lengan Felix sambil mengernyitkan dahi, “Ada yang aneh nggak sama si Nevan?” tanyanya curiga.
Felix menganggukkan kepalanya, tanpa harus melirik wajah ke arah Bellona. Keduanya malah memperhatikan kepergian Nevan yang tampak dingin lagi mengerikan.
Semua mulai berkumpul pada posisi siaga. Di depan para Mahasiswa, beberapa Dosen pembimbing dan pembina perkemahan mulai berdiri dengan tegak.
“Malam ini kita tidak bisa meneruskan perkemahan kita, sebaiknya kita tinggalkan lokasi di malam ini juga, bagi yang masih kehilangan barang atau apa pun segera hubungi pak pembina Agam yang bertanggung jawab atas semua ini,” lontar pak Ducan selaku Dosen pengarah acara.
Dari masing-masing Mahasiswa mulai membubarkan diri mereka untuk mengemasi barang agar dibawa kembali pulang. Nevan yang masih mendiamkan dirinya dengan raut dingin, memasuki tenda yang diikuti oleh dua rekannya.
Nevan melirik dua pemuda yang sebaya dengannya, insting matanya mulai merekam kalau mereka adalah rekan yang lama.
Rendi dan Hendrik—dua pemuda lucu dan manis, penampilan yang masih lugu dan humoris, teman sekelas kampus yang masih belum menyadari kalau sosok Nevan sudah dirasuki oleh Gumiho dari masa lalu.
“Eh, Bro! lo kenapa sih? Kok dari tadi diem mulu,” keluh Rendi menepuk bahunya.
Nevan duduk terdiam sembari membereskan barang miliknya ke dalam ransel besar. Salah satu pun ikut mengikuti gaya si Rendi, “Iya, Bro! Kita tadi nyariin elo,” sambung Hendrik.
“O, iya, elu ada nemu mayat itu nggak? Katanya ada hewan buas yang makan jantung sama hati tuh orang, ihh serem banget tau!” ujar Hendrik ngeri.
Nevan melirik ke arah Rendi dan Hendrik dengan tatapan diam tanpa wujud keramahannya. Keduanya malah saling menatap ketika ditatap oleh Nevan yang mungkin meresahkan dirinya.
Bruk!
Brak!
Kedua pemuda itu terpelanting keluar dari tenda, Rendi dan Hendrik terkinjat dari terpentalnya mereka keluar dari jalur aman.
“Hah??”
“Eeergh!” ringis Rendi.
Nevan malah menampakkan dirinya di hadapan kedua temannya yang sudah tersungkur di tanah lapang. Semua orang mulai tercengang lagi terkejut bukan main ketika Nevan tak biasa melakukannya pada setiap orang.
“Hei, ada apa tuh?”
“Iya, kok Nevan jadi kuat begitu ya?”
Sejumlah keluhan mulai terkesiap di antara penglihatan padanya. Dengan gesit, keduanya bangkit dari tersungkurnya akibat dorongan kuat Nevan.
“Aw, Nevan, kenapa lu dorong kita sih?!” keluh Hendrik terkesima.
Nevan masih tak menjawab dari pertanyaan keduanya, membusungkan dadanya ke depan dengan mata menyoroti dengan sangat angkuh. Tanpa menunggu waktu lama, ia pun kembali ke dalam tenda untuk mengemasi barang kembali.
Bellona dan Felix segera menghampiri Rendi dan Hendrik yang sudah berdiri sambil memegangi bahu dan lengan.
“Kalian, kenapa?” tanya Bellona terheran.
“Nggak tau tuh Nevan, tiba-tiba dorong kita sejauh gini,” tunjuk Hendrik memperlihatkan luka yang ada di ujung siku.
Semua akhirnya kembali pada tempat masing-masing untuk menyelesaikan tugas mereka, sedangkan Bellona memperhatikan raut Nevan yang begitu dingin sembari membuka tenda dengan seorang diri.
Kemudian ia pun bergegas pergi tanpa melirik wajah Bellona yang ada di samping penglihatannya.
Dengan penuh percaya diri, ia pun meninggalkan lokasi ke arah ujung hutan menuju bus terparkir.
Semua Mahasiswa mulai mengguyur jalanan tanpa harus berdesak-desakan. Masih di tengah malam buta, semuanya harus menggagalkan perkemahan demi keamanan masing-masing yang sempat mengganggu situasi aman.
Semua orang telah memasuki ruang bus secara bergiliran lagi menenangkan. Tapi, Bellona malah melirik jauh raut Nevan yang seakan tidak perduli dengan keadaan di sekitarnya.
“Bel, jangan dipikirin! Besok kita sama-sama cari tahu, oke!” sebut Felix menenangkan.
Bellona melirik wajah Felix sambil mengangguk pelan, lalu memalingkan wajahnya menatap hutan yang ada di sekitarnya.
“Apa semua sudah siap?” tanya salah satu dosen.
“Siap, Pak!” sahut para mahasiswa bersorak lesu.
“Duh, jangan lesu dong! Ayo semangat kembali ke rumah kita,” teriak si dosen mencoba menyemangati.
Semua mulai menggembirakan diri, berbeda dengan Nevan yang hanya terdiam seorang diri. Insting nalurinya terdorong untuk mendengarkan musik tanpa harus berbaur dengan kawannya.
“Hemm … huuft ….”
Napasnya menghela dengan panjang, lalu menyenderkan dirinya ke badan kursi. Akan tetapi, semua orang mulai mencurigai sosok Nevan. Setiap pembicaraan tentangnya begitu membisik-bisik di ujung daun telinga.
Malam telah mengisahkan seorang pria kehilangan nyawanya tepat di hutan Jawa Barat. Banyaknya berita mulai tersebar luas hingga menjadi perbincangan di kalangan publik. Menjadi topik hangat di setiap media baca, televisi maupun sosial media.
Dalam hitungan jam, berita tersebar luas ke penjuru kota.
Bukan hanya dari mulut hingga ke mulut, tetapi media telah menyebarluaskan berita terhangat dari sebuah hutan ketika perkemahan mahasiswa Arkeologi berkumpul.
Nevan berjalan dengan seorang diri di antara orang-orang di dalam kampus—tempat ia menimba ilmu. Perasaannya mulai tidak nyaman ketika semua orang mengawasi dirinya dengan begitu kecut dan masam.
“Eh, elu ternyata yang bikin temen lu sendiri jadi terluka?!”
Jeritan yang berasal dari salah satu mahasiswa dengan suara lantangnya.
Nevan menghentikan langkahnya, lalu berbalik perlahan.
Para gangster mulai menghampiri dirinya. Dengan gesit, mereka pun mencoba menyerang Nevan dengan bogaman. Namun, Nevan menangkisnya dengan elakan yang memadai, hingga masing-masing terombang-ambing ke sudut dinding.
Semua orang terkesima dan mulai menaruh kebencian kepada dirinya, “Dasar orang jahat! Aneh! Sok hebat!”
“Awas lu!”
Semua orang berlalu begitu saja dari hadapannya dengan wajah kesal sekaligus menakutkan. Nevan yang berdiri seolah-olah dirinya sebagai pendekar hebat dari masa lalu, berpura-pura tidak melakukan apa pun.
***
Rumah sakit “Sejati di tangan”, di tepi perkotaan Depok. Beberapa peneliti mulai mengamati hasil dari ruang forensik.
Seorang wanita membukakan pintu sambil membawa berkas sekaligus barang bukti yang ditemukan, berlari menuju ruangan dokter spesialis.
“Dok, ini!” sebut si wanita itu menjulurkan berkas dan bukti.
“Apa ini?” tanya sang dokter.
“Bulu rubah yang sudah punah,” ungkap si wanita.
Wajib taruh ke dalam rak setelah baca bagian dari cerita ini, karena apa? Semua butuh proses untuk menjadi cerita yang apik dan tertata rapi. Semua yang saya tulis demi kenyaman si pembaca yang utama. Dibutuhkan suatu dukungan dari penambahan kea rah dan juga review tentang isi dari cerita. Maka dari itu, sangatlah diharapkan untuk menjadi bagian terindah untuk kisah ini.
Follow juga I* @Rossy_stories.
Biar kamu bisa mengetahui segala karya milik Rossystories.
Tak lupa kuucapkan kata terima kasih sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan hanya dari membaca cerita recehku ini. Semoga sehat selalu dan berlimpah rezeki!
WAJIB VOTE CERITA INI SETELAH BACA!!!
Karena apa? Untuk kemajuan novel berasal dari jemari kalian dari hanya menekan tombol VOTE PADA CERITA INI.Maka dari itu, sangat dimohonkan untuk memberi VOTE setelah baca, ya.Terima kasih telah menjadi pembaca setia cerita ini, semoga sehat selalu.Sang dokter tercengang bukan main. Dari sana mereka berdua mulai berpikir kalau itu hanya bulu harimau tua yang tinggal lama di dalam hutan. “Tidak mungkin, mana ada Rubah hidup di sini?” keluh si dokter. “Kami juga terkejut bukan main, Dok. Rasanya mustahil melihat ini,” sahut si wanita itu merunduk. Sang dokter semakin berpikir, sedangkan si perawat semakin tak percaya, “Aneh sekali, bukan?” keluhnya menggerutu. *** Kampus Arkeologi yang masih disibukkan dengan gosip yang mulai beredar, sedangkan masalah perubahan sifat dan kelakuan Nevan berbanding seribu. Perubahan itu membuat orang lain merundung kecemasan membuas di antara pemikiran mereka. “Kurasa dia sudah dirasuki oleh iblis yang tinggal dalam hutan kemarin,” bisik dari salah satu gadis bersama dengan para kawan-kawannya. “Kurasa benar,” sahut kawannya. Nevan masih melewati para wanita yang berbisik demikian, sedangkan mereka yang berdiri sambil menatap dirinya malah menjauhi Nevan sambil mengucilnya
Kekekalan malam menjadi aura kuat bagi si pencari nafsu kelam. Aroma darah, jantung, hati yang siap menjadi santapan adalah sosok buas lagi menyeramkan. Namun, Cho Ye Joon membiarkan pemuda sekampusnya itu tersungkur lemah di bawah lantai. Sementara itu, Nevan membawa malam itu penuh dengan kebencian lagi mendendam asa. Jiwa yang meronta-ronta pasti akan menggeliat di ujung ubun-ubun kepala. “Aaaaah!!!” “Mama, cepat ke sini! Lihat kakak, lihat kakak, Ma!!” Nevan melirik pandangan sinisnya ke balik punggung yang sudah menjauh dari tembok pembatas dirinya. Di ujung pagar rumah, ia memiringkan senyum lalu bergegas gesit ke ujung jalanan. Suasana malam itu pun menjadi sejarah bagi si pemuda ketua gangster kampus yang menjadi sasaran makhluk asing lagi menyeramkan. Tidak ada yang tahu dengan aksi bejatnya bahwa ia telah melempar tubuh dengan tangan kemarahannya. Sebuah jeritan telah meramaikan suasana. Wiu! Wiu! Wiu! Ambulans beradu di jalanan setelah kejadian naas tertimpa pada seo
“A-apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Nevan meredam pusing kepala. Tubuhnya seakan perlahan berhenti dari detik merasakan perih, sedangkan hujan pun berhenti dalam sekejap. Bellona melihat situasi yang terlihat di luar jendela sudah tidak menunjukkan rintik hujan yang turun. Kini, Bellona hendak mendekati sosok Nevan dengan wujud Gumiho yang sudah perlahan menghilang. Namun, Felix menarik lengan Bellona untuk melarangnya mendekati sosok makhluk yang mengerikan itu. Felix menggelengkan kepalanya, “Jangan, Bel!” Bellona melepaskan perlahan tangan Felix dari lengannya, lalu berbalik untuk mendekati Nevan yang masih belum jelas kalau dia dirasuki atau memang wujud dari Rubah ekor sembilan itu sendiri. Nevan menatap tegang mata Bellona yang seakan mendekati dirinya. Nevan hendak meluruskan pandangan ke dua bola matanya untuk menembus rasa lupa. Namun, ia tak berhasil melakukannya. “Kenapa ini tidak berhasil?” gumamnya dalam hati. Bellona berdiri sangat dekat dengan Nevan tanpa a
“Aku yakin, kamu bisa menahan semua emosi dalam jiwa Gumihomu itu agar tidak menunjukkan emosi tinggi,” ujar Bellona meyakinkannya. Nevan masih terngiang dengan kata-kata terakhir dari sang kekasihnya. Jiwa Gumiho dalam dirinya begitu terbawa emosi jahat, sedangkan ia berusaha menahan untuk melawan roh jahat tersebut. Cho Ye Joon mulai membisikkan sesuatu ke dalam batin Nevan, “Bunuh saja mereka! Mereka bahkan pernah meremehkanmu.” “Jangan ragu-ragu, Bodoh!” Cho Ye Joon semakin merasuki jiwa lemahnya dari Nevan. Namun, rasa sakit itu menahannya saat Felix memekik ke arah mereka. “Woi!!” pekik Felix. “Apa lo?!” ucap salah satu pria songong. “Aku tidak boleh menyakiti mereka, tidak boleh terjadi,” gumamnya dalam hati untuk melawan Cho Ye Joon. Rintihan itu bahkan menusuk jantung Nevan seketika. Para Mahasiswa lainnya malah tidak jadi menindas Nevan secara brutal. Malah berpindah menjadi tatapan bingung kepada perubahan Nevan yang tiba-tiba meringis aneh. “Lho, kenapa Nevan?” tun
Wanita itu terus membuntuti langkah Nevan hingga ke depan ruangan, sedangkan salah satu anggota gangster menghentikan dirinya tepat di sudut dinding.“Woi, ini dia orang aneh tadi?” sebut si anggota geng.“Eh, elu kenapa? Gue mau ke kelas,” kelit Nevan menghindar.Akan tetapi.“Woi!! Elu nyadar nggak?! Nevan ini kemarin hanya kesurupan setan hutan, buktinya dia udah nolongi gue dari cowok nyebelin,” bentak si gadis berambut ikal dengan kuncir kudanya.Ketiga kawanan geng tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh si gadis tentang Nevan yang akhirnya menunjukkan belas kasihnya.“Eh, benerkan yang dibilang dia? Aku nggak bohong kan?” sebut Nevan dengan nada berbeda.Semua orang malah tercenung dengan perubahan Nevan yang kembali dengan wujud aslinya. Namun, ketiga komplotan itu bahkan tidak menyadari bahwa Nevan yang sesungguhnya ada d
Nevan yang masih berdiri dengan sejuta kebingungannya itu, hendak mengeluarkan energi jahat dari dalam tubuhnya. “Nevan, jangan! Elu cuma sebagai bahan umpan,” ungkap Erin meronta-ronta dari genggaman Dio. Nevan yang seakan melihat para temannya hanya mematung bisu. Sementara itu, Bellona dan Felix yang hendak keluar dari gerbang malah dihentikan secara spontan oleh si dosen baru itu. “Ah, hampir saja!” sergah Bellona yang hampir menabrak lagi. Si dosen itu menyipitkan matanya sambil menatap kedua mata Bellona dengan penuh sorotan tajamnya. Tiba-tiba, waktu seakan berhenti bergerak. “Akhirnya aku menemukan dirimu!” sebut si dosen sambil memegangi tangan Bellona. Mengusap telapak tangan sebelah kirinya hingga mengeluarkan cahaya kekuningan layaknya butir cahaya Gumiho. “Kau akan dilindungi oleh kelereng rubah dan kekuatanku agar bisa menghindari dari serangan tiba-tiba,” lontar si dosen melihat semua tanpa gerakan. Semua pepohonan, manusia, bahkan semua yang terlihat olehnya me
Sore menemani keduanya mengiringi langkah pertama. Nevan yang menunjukkan sisi romantisme pada sang kekasih, akhirnya sebuah kisah kembali terlihat. Nevan meraih tangan Bellona dengan perlahan. Sontak, Bellona terpengah akibat genggaman tangan dari Nevan di antara perjalanan mereka. Masih di sisi taman kampus yang mulai menunjukkan sisi redup dari cahaya Mentari. “Makasih, Bellona,” lirih Nevan di antara langkahnya. Keduanya masih berjalan dengan santai. “Kok bilang makasih?” tanya Bellona khawatir. “Aku sempet nyakitin kamu, pikiranku seakan nggak bisa ngebedainnya,” ujar Nevan merundukkan pandangannya. “Aku bakal nganterin kamu balik,” putus Nevan melirik Bellona yang masih malu-malu. Keduanya berhenti dan saling menatap di pinggir jalanan, dimana matahari hendak pergi dalam hitungan menit. “Hari udah makin malem, sebaiknya kita balik aja yuk!” pungkas Bellona membuyarkan tatapan Nevan. “Hm, oke!” sahut Nevan mengangguk mantap. Suasana kisah cinta mereka mulai terlihat bers
Malam yang menjadi pemburu iblis dan para kejahatan kasat mata terus menyelinap ke tabir-tabir dunia gaib. Wujud Siluman dalam tubuh pemuda tampan itu terus memantau santapan untuk kekuatan barunya.Derap kaki melayang mengudara tanpa jejak kaki yang tertinggal di segala arah. Namun, energi spiritual begitu tenggelam dalam semilirnya angin menerpa.Di ujung bulu-bulu kuduk seakan berdiri tegak dengan aura dingin yang menyengat.Entakan kaki mulai terdengar di ujung daun telinga. Tepat di tengah malam di antara rembulan redup yang bersembunyi di balik awan-awan pelan.Sosok Gumiho tampan menyerupai wujud asli rupanya telah merajalela tubuh Nevan.“Cari sumber kekuatanmu! Cari jantung segar yang masih kuat.”Bisikan dalam jiwanya menghantui pikiran dan tekad. Nevan yang menyerupai sosok makhluk halus dengan cakar panjang lagi membutakan dirinya. Siluman rubah itu telah menjadi isu mitos yang terus menggema.Grrrr!Ger