Share

Tanpa harus Mengatakannya.

          Nevan yang masih berdiri dengan sejuta kebingungannya itu, hendak mengeluarkan energi jahat dari dalam tubuhnya.

“Nevan, jangan! Elu cuma sebagai bahan umpan,” ungkap Erin meronta-ronta dari genggaman Dio.

Nevan yang seakan melihat para temannya hanya mematung bisu.

Sementara itu, Bellona dan Felix yang hendak keluar dari gerbang malah dihentikan secara spontan oleh si dosen baru itu.

“Ah, hampir saja!” sergah Bellona yang hampir menabrak lagi.

Si dosen itu menyipitkan matanya sambil menatap kedua mata Bellona dengan penuh sorotan tajamnya. Tiba-tiba, waktu seakan berhenti bergerak.

“Akhirnya aku menemukan dirimu!” sebut si dosen sambil memegangi tangan Bellona.

Mengusap telapak tangan sebelah kirinya hingga mengeluarkan cahaya kekuningan layaknya butir cahaya Gumiho.

“Kau akan dilindungi oleh kelereng rubah dan kekuatanku agar bisa menghindari dari serangan tiba-tiba,” lontar si dosen melihat semua tanpa gerakan.

Semua pepohonan, manusia, bahkan semua yang terlihat olehnya mematung sejenak. Kemudian, kembali menjadi normal setelah si dosen itu pergi dari hadapan mereka berdua.

“Ah!” sergah Bellona terkinjat apa yang sudah terjadi.

“Lho, bukannya tadi ada si dosen itu. Lah, terus dia ke mana?” keluh Bellona mencengang.

“Entah, Bel,” keluh Felix terheran-heran.

Keduanya melenggakkan kepala ke seluruh penglihatan, tetapi tidak ada tanda-tanda si dosen itu terlihat.

“Yuk ah!” pungkas Bellona mengajak Felix.

Setelah hampir menjauh dari kampus. Pandangan mereka akhirnya bertemu pada sosok Nevan, yang hendak menahan emosi di depan para kawanan geng yang berusaha memancing emosi Gumiho dalam dirinya.

“Hah! Itu bukannya si Nevan?!” tunjuk Bellona berlari ke arahnya.

Sekuat ia berlari, akhirnya tiba di samping Nevan yang hendak menunjukkan sisi seram darinya dengan wujud mengerikan. Baru saja mata merah itu hendak memancar lurus ke arah depan.

Namun, Bellona dengan cepat menyentuh lembut pergelangan tangan Nevan agar bisa meredam emosinya. Mata merah dan gigi taringnya pun menghilang secara perlahan tanpa harus ditampakkan kepada kawanan gangster kampus.

“Kamu nggak apa-apa kan?” tanya Bellona dengan senyuman.

“Eh, Bellona!” teriak Dio ke arahnya.

Akan tetapi, Bellona melirik wajah Dio dengan ketus lalu merampas tangan Nevan untuk dibawa pergi lagi.

“Eh, jangan sandiwara deh lo!” pekik Bellona akhirnya berbalik membawa tubuh Nevan yang hendak membuncah itu.

Dio dan kawan-kawan akhirnya mengalah lalu melepaskan tubuh Erin dengan kasar, hingga tubuh si gadis muda itu terpental lalu menggerutu kesal.

“Dasar cowok brengsek!” bentak Erin lalu berbalik arah.

Ketiga kawanan itu pun hanya mematung diam dengan melengkungkan tangan ke atas pinggang mereka.

“Ah, gagal deh nunjukin ke orang kalau dia mahkluk aneh,” gerutu Dio.

“Kayaknya bener deh, Bro! Kalau Nevan lah yang nyerang si Genji,” sambung Roki meyakinkan.

“Gue juga berpendapat sama. Buktinya dia udah nyerang Hendrik sama Rendi waktu di perkemahan kemarin,” timpal Endi.

“Entar aja! Kita liat aja nanti gimana permainan dia,” geram Dio sambil mengepalkan tangan.

***

          Dari ujung jalanan, Bellona melepaskan perlahan tangan Nevan dari genggamannya. Tepat di tepi taman perkotaan, ketiganya malah berhenti untuk membicarakan sesuatu.

“O, iya, Fel! Elu kalo mau balik nggak apa-apa kok,” resah Bellona.

“Tapi, Bel,” kelit Felix khawatir.

“Udah, nggak akan terjadi apa-apa kok. Tenang aja!” sebut Bellona yakin.

“Oke deh! Aku juga mau nemenin mama aku ke rumah kakaknya. Tapi, yakin kan nggak apa-apa aku tinggalin?” risau Felix.

“Udah, biarin ah!”

Bellona mendorong tubuh Felix agar menjauh dari hadapannya dan Nevan. Melihat Felix yang akhirnya sudah bergegas dari taman itu, Bellona pun mengajak Nevan untuk duduk bersantai di atas kursi panjang tepat di bawah pepohonan.

“Yuk ah kita duduk!” ajak Bellona tenang.

Nevan menuruti kemauan Bellona untuk duduk di dekatnya. Tapi, raut Nevan sedikit khawatir akan dirinya sendiri. Wajahnya merunduk dengan sejuta kata diam.

“Sudah lebih baik?” tanya Bellona santai.

“Entahlah! Aku nggak kuat nahan serangan itu,” keluh Nevan meruntuh.

“Kamu pasti bisa kok,” sebut Bellona melirik.

“Sosok gumiho dalam tubuh aku ini akan mewujudkan kesempurnaannya menjadi manusia sejati. Tapi, aku berusaha untuk melawan emosi yang tanpa aba-aba itu kembali,” rintih Nevan membungkuk.

Bellona menepuk bahunya dimana tangan kirinya telah dimasuki sesuatu oleh si dosen baru itu. Namun, tubuh Nevan seakan merasakan panas hingga ia pun mulai memperlihatkan mata merah dan gigi taringnya.

Yang tiba-tiba ….

Grrr!

Nevan mencoba untuk menerkam wajah Bellona dengan cepat. Tubuhnya terdorong akibat serangan Nevan yang sontak mengagetkan, tetapi ia berhenti ketika menatap raut lemah dari sosok Bellona itu sendiri.

“Wow, kau begitu menakutkan!” keluh Bellona.

“Tapi, matamu sangat menakjubkan!” puji Bellona.

Sontak, ia pun mengendurkan emosinya perlahan, lalu kembali duduk menjadi tenang. Tangan Bellona kembali menyentuh dirinya, hingga mengurangi taring, sampai meredupkan mata merahnya.

“Maafkan aku,” lirih Nevan.

“Hm, sedikit menakutkan! Tapi, aku mencoba untuk tidak merasa takut lagi sekarang,” ujar Bellona menghanyutkan suasana.

“Aku sedang berusaha,” keluh Nevan melirik wajah Bellona malu.

“Biar kita sama-sama membantu kamu buat cari jalan keluarnya,” lanjut Bellona meyakinkannya.

“Terima kasih,” sahut Nevan merunduk.

“Hei!”

Bellona mendorong tubuh Nevan dengan kuatnya, hingga membuat ia terpelangah lebar.

“Kenapa?” sergah Nevan terheran.

“Kamu tahu nggak siapa aku ini sebelumnya?” lontar Bellona merendah.

“Memangnya kenapa?”

Sepertinya sosok Nevan yang sesungguhnya menjadi seorang yang pelupa. Seorang pacar yang berpura-pura atau memang tidak tahu.

“Hmm, apa aku harus mengatakannya padamu? Buatku malu saja,” gerutu Bellona merunduk.

Tiba-tiba, Nevan menyentuh tangan dengan lembut lalu menatap wajah Bellona dari dekatnya. Sontak, Bellona terkesima dengan tatapan anehnya yang sedikit mendekat itu. Nevan yang seakan mendapatkan kabar dari dalam lubuk hati terdalam merespon apa yang diinginkan oleh Bellona.

Bellona yang hanya mematung diam ketika tidak ada satu pun yang berada di taman. Hanya berdua saja, hingga Nevan semakin memberanikan dirinya menatap lalu meraba bibir Bellona.

Mendekat, lalu mendekat. Nevan meraih pipi Bellona lalu menghinggapnya.

Cup!

Nevan melumat bibir Bellona dengan lembutnya, hingga ia terpelangah dengan tingkah dan aksi nakalnya yang begitu berani dan pelan.

Bellona yang akhirnya mendapatkan jawaban itu tanpa harus mengatakannya. Dari gerakan lembut itu menyentuh begitu dalam aroma kerinduan yang memangsa dirinya selama ini.

Hubungan itu telah terlihat bahwa tentang kisah cinta itu begitu berarti. Sentuhan lembut diiringi angin melambai merdu dengan irama romantisme bergaya sensasi berwarna.

Nevan mengendurkan ciumannya, lalu merundukkan pandangan perlahan. Melepaskan tangannya dari kepala Bellona sambil menatap lemah.

“Nevan,” lirih Bellona.

“Tentu saja aku ingat itu!” sebut Nevan dengan segaris senyuman.

“Nevan,” lirih Bellona lagi.

Bellona meraih tubuh Nevan, memeluknya dengan kuat. Ia pun beranjak dari melirik ke arah Nevan yang masih termangau.

“Ayo, kita pulang! Semua sudah lebih baik,” ajak Bellona menarik bibir tipisnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status