Share

5. Pernikahan Dadakan

 “Sakit sekali kepalaku, “ membuka mata, mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan, sesosok wanita tengah tidur memunggungiku, “eh, ini sungguh aneh, aku bahkan tidak merasakan apa pun selain tertidur pulas, atau aku yang terlalu mabuk? “ pertanyaan itu berkecamuk dalam hati, sekilas menatap tubuhku yang tanpa sehelai benang membuat pemikiran yang baru saja terbersit di otak tiba-tiba sirna.

Saat akan turun  dari ranjang, terlihat pintu di buka paksa oleh seseorang, “siapa mereka? “ terdengar suara keributan di balik pintu kamar hotel.

“Alan...! “teriak seorang wanita paruh baya di depan pintu yang sukses membuatku terpaku di tempat.

“Ma... “ suara ini tercekat di tenggorokan, buru- buru menutupi tubuh polosku dengan selimut.

“Alan...! mama enggak menyangka kamu bisa berbuat seperti itu, hu hu hu,“

“Sabar Ma, “ ucap papa sambil mengelus bahu mama dengan lembut.

“Apa yang kau lakukan pada perempuan itu Alan! “ suara lengkingan mama membuat wanita yang tertidur di sampingku seketika menggeliat bangun.

“Ma, Alan bisa jelaskan ini semua, Alan juga tidak tahu siapa wanita itu, “ sangkalku, kemudian memutar badan menatap ke samping dan ternyata, “ GOD...” bola mataku membulat sempurna mendapati kenyataan yang terjadi.

“Eh, aku di mana ini? “ Jamilah merasa bingung menatap ke sekeliling ruang kamar. Tatapannya terhenti saat melihat aku diam terpaku di sampingnya berbaring.  “Tuan, mengapa Anda berada di kamarku? “

Belum sempat aku menjawab pertanyaan bodoh Jamilah yang belum sadar sepenuhnya, mama sudah menyerangku dengan brutal.

“Dasar anak nakal...! beraninya meniduri anak gadis orang, “ mama berjalan dengan tergesa-gesa menghampiriku, menjewer telinga dan memukuli tubuh ini dengan bantal.

“Ma, sudah Ma! “ cegah papa sambil menatapku tajam, sejak dulu aku memang lumayan takut dengan ketegasan papa, walau terlihat diam tapi papa lebih kejam saat menghukumku ketika berbuat kesalahan dan kali ini aku pasti bakalan mati.

“Tuan, mereka siapa? “ tanya Jamilah bodoh. Aku menatap tajam Jamilah tanpa memberikan jawaban. Jamilah menundukkan wajahnya menyembunyikan rasa takut.

“Sayang, kamu jangan khawatir, anak mama pasti akan bertanggung jawab, “Tiba-tiba saja mama menghampiri Jamilah dan memeluknya erat.

“What, maksud mama apa? “

“Jangan pura-pura bodoh Alan! “ ucap mama lagi sambil menimpuk kepalaku dengan tangan kanannya.

“Ma...! “

“Alan...! “ papa melihatku dengan tatapan membunuh.

“Tapi Pa, “ ingin rasanya menyangkal tapi...

“Papa tidak mau tahu, hari ini juga kamu harus menikahi gadis itu, titik. “

“Bagus itu Pa, “ imbuh mama dengan mantap. Kalau seperti ini aku serasa menjadi anak tiri  bagi mereka, bukankah seharusnya mama dan papa  membelaku, bukan perempuan itu, bahkan aku merasa tidak menyentuhnya, oh dasar bodoh...! wanita ini mengapa hanya diam saja.

“Eh, menikah tante, maksudnya bagaimana? “ ucap Jamilah dengan muka sok polosnya. Membuatku semakin muak melihat perempuan kampungan ini, seandainya bukan karena Farhan, sudah pasti aku tendang jauh dia sejak kemarin.

“Iya, menikah sayang, jadi mantu mama, “

“Tapi Alan enggak mau Ma, menikahi Janda! “ umpatku membuat mama melotot seketika, “YES, “ sorakku dalam hati, pasti  mama akan membatalkan rencana konyol ini.

“Memangnya kenapa kalau dia janda? “ ucap papa, seketika membuyarkan rencana licikku.

“Iya, mama setuju, Pa, memangnya penting dengan status, oma kamu dulu, menikahi opa dalam keadaan duda, itu artinya sekarang kamu menuruni  nasib dari oma, “ jawab mama dengan tegas, membuatku mati kutu rasanya.

“Tapi tante, saya... “

“Sudahlah sayang, sebagai sesama wanita mama mengerti perasaan kamu, maafkan anak tante ya sayang, semoga kamu bisa menuntunnya ke jalan benar nanti setelah kalian menikah, “ mama tersenyum manis sambil mengusap pucuk kepala Jamilah, pemandangan itu membuatku sebal ribuan kali.

“Ma, Alan mohon...! jangan menikahkan Alan dengan wanita ini, apalagi dia janda bekas sahabat Alan Ma, apa kata teman-teman Alan nanti, mau ditaruh di mana muka Alan Ma, “ kata permohonan terlontar dari bibir ini dengan memasang mimik muka nelangsa  setidaknya aku harus berusaha keluar dari tragedi mengenaskan tersebut.

Mama dan papa sepakat tidak menjawab permintaanku. Papa kemudian menghubungi Paman Sam untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan di gunakan untuk acara akad nikah dadakan ini. Jamilah hanya diam membisu tanpa sanggahan sedikit pun, “aku heran apa sebenarnya perempuan itu yang merencanakan semua kejadian yang menimpaku ini? “ pertanyaan itu berputar-putar mengelilingi otakku tanpa jawaban, “lihat saja, hai, janda, kamu akan menyesal menikah denganku, aku pastikan kamu tidak akan bertahan dengan seorang Alan sang pemain wanita dalam hitungan hari, “ seringai licik terbit dari sudut bibir ini, menatap tajam wanita dalam rengkuhan mama.

“Bagaimana Pa? “

“Semua sudah beres Ma, tinggal menunggu mereka datang dan mama siapkan calon pengantin wanitanya, Papa akan menjaga anak kita biar tidak kabur seperti  pengecut! “ aku hanya melongo mendengar ucapan papa, “shit... “umpatku geram.

“Baiklah Pa, ayo sayang ikut mama, kita akan berganti pakaian. “ Ajak mama dengan lembut menuntun wanita yang sejak tadi hanya menundukkan wajahnya, entah apa yang ada dalam pikiran janda itu, sehingga dirinya tidak melakukan penolakan sedikit pun, “jangan-jangan dia memang menyukainya , mungkin bagi Jamilah kejadian ini seperti  anugerah, tetapi bagiku ini adalah musibah yang tak pernah  ter bayangkan sekalipun dalam konsep masa depanku. Hari ini adalah hari  paling sial sepanjang perjalanan kehidupan yang aku lalui.

Tepat pukul sebelas siang acara akad nikah sudah selesai di laksanakan dengan lancar bahkan aku mengucapkan lafaz ijab kabul dengan sangat baik tanpa kendala apa pun, ini sungguh aneh, baru kemarin sore aku merasa kegirangan terlepas dari penjara paman Sam, pagi harinya dunia mendadak kiamat saat mendapati diri ini harus bertanggung jawab dengan sesuatu yang tidak kulakukan.

 Jamilah duduk di sampingku memakai baju kebaya berwarna putih dengan rambut yang di sanggul bak pengantin sesungguhnya, wajahnya hanya menunduk, entah apa yang sedang di pikirkan wanita itu, tatapanku tajam menelisik penampilannya yang sesaat lalu menghipnotisku sesaat, bahkan diri ini sempat terpana melihat Jamilah dengan penampilan barunya, kalau bukan karena mama yang menepuk pundakku bisa-bisa air liur menetes dengan sendirinya dan itu akan membuat aku malu seumur hidup, pada kenyataannya otak dan tubuh ini saling bertentangan. Dalam alam bawah sadar aku merasakan kebahagiaan tetapi otak ini belum bisa menerima pernikahan dadakan ini, “Farhan, maafkan aku. “

“Alan, istrimu akan mencium tanganmu! “ teriak mama dan lagi membuatku terkejut untuk ke sekian  kalinya.

“Eh... “ Jamilah mengulurkan tangannya ragu.

“Cium keningnya juga, Alan! “ ucapan Mama membuat bola mata ini hendak melompat dari tempatnya, “iyakan Pa? “

“Hem... “ jawab papa singkat.

Setelah Jamilah mencium punggung tangan ini dengan khidmat, aku pun mencium keningnya perlahan, ada debaran yang tidak biasa saat melihat Jamilah memejamkan matanya, “oh... seandainya Jamilah bukan bekas janda sahabatku dan kami bertemu sebelum hari ini terjadi pasti aku akan sangat berbahagia menjalani pernikahan ini, jujur aku tidak menyangkal Jamilah perempuan yang sangat cantik apalagi saat dia memakai kebaya pengantin ini, menampakkan kesempurnaan dalam dirinya. “Monologku dalam hati.

“Ciee... cie, yang pengantin baru sudah enggak tahan rupanya? “ kejailan mama membuat aku dan Jamilah salah tingkah, mama benar-benar membuat hidupku kacau balau.

“Baiklah sayangnya mama, selamat ya, akhirnya status bujang lapuk sudah tidak tersemat lagi pada dirimu, “

“Mama, siapa yang lapuk, enak saja mama asal bicara. “ Jawabku tidak Terima.

“Eh, kalau tidak lapuk mana mungkin hingga usiamu segini belum mau menikah, untung saja Jamilah mau menikah denganmu, Terima  kasih sayang, “ mama merengkuh tubuh Jamilah, membuatku iri hati saja.

 Bapak penghulu dan beberapa saksi meninggalkan kami sekeluarga sementara paman Sam dan Heri sopirku pamit undur diri. Seandainya papa tidak menatapku dengan tatapan mengintimidasi sudah tentu aku akan kabur dari kamar hotel sialan ini yang telah menghancurkan masa depanku.

“Alan, papa harap pernikahan ini menjadi pernikahan pertama dan terakhir dalam hidupmu, setelah masa idah istrimu selesai papa akan mengadakan pesta dan menikahkanmu lagi secara resmi, papa hanya ingin kesalahanmu kali ini menuntunmu ke jalan yang benar. Walau awalnya terjadi karena kesalahan. “ Begitulah wejangan papa sebelum meninggalkan kami berdua dalam kamar hotel yang tampak mewah dengan hiasan khas pengantin.

 Tiba-tiba bayangan Abian terlintas dalam pikiranku.

“He... Abian di mana? “ Jamilah seketika terkejut mendapati pertanyaanku dengan kaki yang aku tendang kan pada punggunya, “biar saja aku kasar, toh sudah tidak ada mama ini. “

“Itu, tuan, Bian...saya juga tidak tahu. Di mana dia sekarang, “ suara Jamilah serak sambil mengusap air matanya.

Aku melirik sekilas.

“Enggak usah drama, berhentilah menangis, karena sejak malam ini hidupmu akan di penuhi air mata dan satu lagi jangan pernah mengharap lebih dengan pernikahan bodoh ini, kalau bukan karena kau... istrinya Farhan sudah tentu aku akan membuangmu jauh dari hidupku. “

 Jamilah tidak menjawab perkataanku.

“Kau, tidurlah di sofa, jangan pernah berani menyentuhku ataupun mengadu semua yang terjadi diantara kita. “

Ucapan terakhirku sukses membuat Jamilah menangis tersedu- sedu, aku tidak peduli, mau dia menangis hingga mengeluarkan darah sekalipun tidak akan membuat perasaan iba dalam hati ini. Kebencian terlalu mendominasi  dalam jiwaku.

 Jamilah beranjak dari ranjang berjalan dengan gontai menuju kamar mandi, setelah menatap punggungnya hingga hilang di balik pintu, aku merebahkan tubuh ini, lelah rasanya. Beberapa menit kemudian aku terlelap menuju alam mimpi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status