Share

Bab 3. Perkara Hutang

Tunggu. Berarti Saka kenal dengan gadis yang aku mintai ganti rugi 50 Juta ini?

Saka mengamati Malik dan Laila dari balik meja barista. Lebih tepatnya ia mengamati mimik Laila. Sejak pertemuan pertama mereka, jujur ada sesuatu yang menarik dari diri Laila yang membuatnya terpikat. Entah apa itu.

“kamu kenal Saka?” tanya Malik kemudian.

“dia yang membantu saya waktu kecelakaan.” Jawab Laila datar. Ia masih belum berani bersitatap dengan Malik yang sedang menatapnya tajam.

Malik merapatkan bibirnya seraya manggut-manggut.

“baru aja kenal?” tanya Malik lagi.

“maaf pak, saya kesini bukan membahas mas Saka.” Jawab Laila singkat. Dia mendengus samar karena Malik justru fokus pada hal lain. Oh, haruskah ia senang?

“mas?” bisik Malik lalu melengos dan berdecih.

Dia memanggilku ‘Pak’ tapi manggil Saka ‘Mas’. Malik lalu menarik matanya mengamati Laila. Pakaiannya terlalu biasa, usianya mungkin 20an atau lebih. Gadis muda yang polos.

“tentang ganti rugi itu kalau bisa saya akan mencicilnya setiap bulannya setiap saya selesai gajian..” Pinta Laila.

“Nggak bisa. Harus cash dan nggak lama, aku kasih kamu tenggat waktu 3 bulan untuk melunasinya..” sergah Malik. Dia masih mengamati detail diri Laila yang duduk di depannya. Matanya bahkan hampir tak sekejappun berkedip. Tapi sorot matanya membenci.

“ti..tiga bulan?” tanya Laila gagap. Tiga bulan untuk 50 juta, bagaimana caranya? Batinnya.

“kelamaan?”

“kecepetan..” rengek Laila.

“tiga bulan kamu bilang kecepetan? Aku nggak mau tahu, dalam waktu 3 bulan kamu harus bawa uang itu padaku! Selamat malam.” Malik meninggalkan Laila begitu saja tanpa mau mendengar alasan atau sanggahan.

Ia melenggang pergi menyusul Saka yang kini berada di ruangannya. Malik sangat penasaran dengan pertemuan mereka. Ah, bahkan Malik lupa menanyakan nama gadis itu.

Ia sejenak tersadar, ia butuh jaminan. Jaminan agar gadis itu tidak melarikan diri dari tanggungjawabnya. Malik berbalik.

“sini KTP kamu!” Laila tersentak dengan kedatangan Malik kembali yang tiba tiba.

“untuk apa?” tanya Laila.

“jaminan! siapa tahu kamu mau melarikan diri. Sini cepet!” Kata Malik tergesa.

Laila dengan berat hati menyerahkan kartu identitas pentingnya. Terjadi pula adu tarik memperebutkan kartu itu. Malik harus menarik dengan kasar agar segera terlepas dari pemiliknya. Laila pasrah, meskipun ia tak ada niat melarikan diri dari tanggungjawabnya tapi ia juga tak menyalahkan Malik yang memang harus waspada dengannya.

Mereka tak saling kenal, jadi wajar jika Malik harus mengantisipasi segalanya demi uang ganti rugi yang sangat banyak baginya itu.

Malik kembali pergi menuju ruangan dimana Saka berada. Melirik kembali ke belakang memastikan gadis tadi sudah lenyap dari tempat duduknya.

Ada perasaan bersalah tentang nominal yang ia sebutkan, tapi dengan segera ia menampik rasa itu. Malik tak akan menjilat lidahnya sendiri. Tapi soal esok siapa yang tahu.

“tau darimana lu kalau gue punya urusan sama dia tadi?” ucap Malik tiba-tiba hingga membuat Saka terperanjat dari duduknya. Dia tengah duduk di depan laptop dan membelakangi pintu saat itu.

“sialaaan!! bikin kaget aja. Nggak bisa apa ketuk pintu dulu..” umpat Saka.

“nggak bisa, lagian pintunya juga kebuka.” Sergah Malik.

“itu sopan santun Bapak Malik yang terhormat.” Sindir Saka. Lalu berdiri dan berpindah duduk di sofa ruangannya.

“jadi tau darimana?” tanya Malik kembali ke pertanyaan pertamanya.

“dia cerita tadi, dengan sedikit pancingan dari gue dia cerita tentang kecelakaannya itu..” jawabnya.

“termasuk ganti rugi yang gue ajukan?” tanya Malik.

“nggak. Dia nggak cerita soal itu. Tapi sudah jelas kan, dia yang nabrak lo berarti dia yang terjerat uang ganti rugi nggak masuk akal itu, dan sebelumnya lo sendiri udah cerita soal ganti rugi itu ke Denis dan gue. Kok tega banget sih lo. Dia gadis selugu itu, merantau jauh dari orang tua, kuliah aja dia sambil kerja..” terang Saka panjang lebar.

“gue cuma iseng mau lihat reaksinya, tapi kan gue nggak mungkin menjilat lidah gue sendiri..” Malik berkilah.

“baru duduk sebentar aja udah tau banyak tentang dia lo ya..” lanjutnya.

Saka berdecak.

“kerjaan di Batara kurang banyak sampe lo ngisengin gadis lugu kaya dia?” sindirnya.

“udah lah, gue balik.” Jawab Malik. Akan jadi panjang urusannya kalau sama Saka, si laki-laki yang terlalu lembut hatinya.

Pikiran Saka kembali melayang tertuju pada gadis lugu yang langsung mengambil hatinya pada pertemuan pertama. Laila.

Saka merasa harus membantu Laila tapi ia tak tahu harus membantu apa, menawarkan pinjaman untuk Laila sudah pasti mustahil karena akan langsung ditolak oleh gadis itu. Lagipula mereka baru dua kali berjumpa, Laila tidak mungkin langsung bisa mempercayainya.

Membantu merubah kesepakatan nilai ganti rugi dengan berbicara pada Malik pun rasa-rasanya tak mungkin. Ia hapal benar bagaimana sahabatnya itu. Malik tidak akan pernah menarik satu kata pun yang sudah ia keluarkan dari mulutnya. Dan tidak ada yang bisa meralatnya.

Saka berdecak. Menghela nafas berat. Entah kenapa ia ikut sesak memikirkan uang 50 juta yang ditanggung oleh Laila.

Sementara Malik,  keluar dari kafe itu dengan keresahan akan kata-kata Saka. Gadis lugu yang kuliah sambil bekerja, hutang yang menjeratnya. Malik beberapa kali mendengus kesal. Apa-apaan Saka.

“Saka mudah sekali termakan dengan akting gadis polos itu,” umpat Malik di dalam mobilnya. Dia sedikit membanting pintu mobilnya sambil menggerutu.

***

Di sebuah kos sederhana yang kebanyakan dihuni oleh mahasiswi. Laila sedang merebahkan badan di kasur tipis. Melamun dengan sesekali bergumam menyebutkan tenggat waktu yang diberikan Malik.

Ia memutar otaknya berpikir keras bagaimana ia mendapatkan uang 50 juta dalam waktu 3 bulan. Laila memiliki tabungan hasil jerih payahnya bekerja paruh waktu, tapi nominalnya tidak sampai 2 digit.

“pekerjaan apa yang bisa dapet uang banyak dalam waktu singkat?” tanyanya seorang diri. Lalu pikirannya melayang membayangkan bunga-bunga malam atau perempuan-perempuan yang melenggak lenggok dengan baju minim bahan di sebuah bar atau karaoke.

“astaga..amit-amit. Nggak, nggak mau, jangan sampe. Terus apa? nggak mungkin harus kerja full seharian setiap hari karena aku harus juga menyelesaikan skripsiku. Ya Tuhan, kenapa jadi runyam gini sih hidupku.” ratapnya sendirian.

Laila adalah anak bungsu dari tiga saudaranya, meski begitu hidupnya sudah terbiasa mandiri sedari kecil karena didikan orang tuanya. Laila hampir tidak pernah mengecewakan orang tuanya. Dia selalu bertindak hati-hati dimanapun dan kapanpun.

Sebab tak ingin orang tuanya khawatir. Perkara hutang dadakannya yang sangat banyak baginya itu seketika membuatnya resah jika sampai terdengar oleh orang tuanya. Maka Laila akan berusaha semampu dan bekerja keras untuk menyelesaikan masalahnya.

Laila menatap langit-langit kamarnya, sesekali mengerjap membayangkan segala macam pekerjaan yang bisa ia lakukan. Terbayang pula wajah orang tuanya di desa yang panas-panasan setiap hari merawat sawah mereka agar hasil panen selalu bagus. Laila meraup menghela nafas berat.

Cukup lama hingga ia tak sadar kapan ia tertidur dengan ponsel masih digenggamannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status