Share

Bab 18

Suasana kantor sudah sunyi. Sementara, Akarsana masih duduk di pantry sendirian. Pak Adul juga sibuk berjaga di pos depan setelah mengambil jatah kopinya.

Akarsana tidak tahu harus pulang dengan cara apa. Tololnya baterai ponselnya lenyap. Jika berjalan ke depan Akarsana harus mengerahkan tenaganya. Tidak ada tongkat yang bisa ia gunakan untuk berjalan.

"Mau nginep?" celetuk Tirtha.

Sejak Akarsana bergabung di kantornya, Tirtha lebih sering pulang telat. Entah, rasa penasarannya begitu menggebu pada sosok polos, lugu, dan manis dengan kulit eksotis itu. Akar benar-benar produk lokal yang tidak gagal. Namun, kehidupannya sangat-sangat jauh dibawah kata gagal.

"Bukan urusan, Bapak, kan?"

"Heh! Jelas urusanku. Kamu kerja di rumahku. Ini jatahmu masak makan malam buatku. Enak saja bilang bukan urusanku. Aku memperkerjakan kamu biar hemat uang makan," sembur Tirtha. Ia berjalan mendekati di mana Akar duduk.

"Jangan mendekat, Pak!" cegah, Akarsana. Dia sungguh takut jika pria itu berbuat n
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status