Sosok laki laki itu sepertinya sangat familiar denganku, namun siapa dia aku benar benar lupa. Rambut gondrong di ikat kebelakang dan berkacamata itu mengingatkanku pada seseorang, Rama. Mungkinkah dia Rama? Mantan kekasihku yang pernah menorehkan luka di hatiku dulu?
Ah, mungkin cuma mirip saja. Rama kan rambutnya tidak pernah gondrong, dia selalu memotong cepak rambutnya, dia juga tak pernah memakai kacamata. Dan tak mungkin juga dia masih lajang, bukankah dulu kata Mamanya dia akan di jodohkan dengan anak teman lamanya. Tak mungkin lah pokoknya itu Rama."Kak, kok bengong sih?" kata Vania sambil menepuk pundakku, sontak aku pun kaget."Eh maaf ya. Ayok mari silahkan masuk," kataku mempersilahkan Vania dan laki laki itu masuk."Gita, ini ada Tante Vania datang loh," teriakku memanggil putri kesayanganku yang sedang menonton televisi.Dia memang sangat dekat sekali dengan Vania, maklum sejak Gita lahir, Vania selalu bersamanya. Tak jarang Gita lebih memilih tidur bersama Vania."Tante, Gita kangen banget loh sama Tante. Nanti bobok disini kan?" kata putriku sambil memeluk Vania.Saat Gita memeluk Vania, entah mengapa laki laki itu, terus menerus mengamati Gita seakan akan menelitinya. "Tante juga kangen banget sama Gita. Maaf ya sayang, malam ini Tante nggak bisa menginap, minggu depan saja ya," katanya sambil mencium pucuk rambut Gita."Yah, Tante nggak asik nih. Kalau begitu aku lanjutin lihat barbie aja deh," kata Gita, biasa dia selalu merajuk saat Vania tak menginap"Ye ngambek yahh?? Kebetulan banget kamu lagi nonton film barbie, nih tadi Tante beliin kamu boneka Barbie lho. Tapi nggak boleh ngambek lagi lho," kata Vania sambil memberikan dua buah boneka barbie pada Gita.Gita pun mengangguk dan segera mengambil boneka boneka itu kemudian dia kembali masuk ke ruang tengah. Laki laki yang wajahnya mirip Rama itu, masih terus mengamati Gita, hingga dia sudah tak terlihat lagi. Kenapa sampai sebegitunya dia melihat putriku."Silahkan di makan snacknya Mas, maaf tak ada camilan lain. Seadanya saja ya Mas," kataku mencoba membuka obrolan dengannya, namun hanya dibalas dengan anggukan dan senyum simpul. Senyum yang tak asing bagiku."Tuh kan, gara gara Si Gita, sampai lupa ngenalin cowokku ke Kakak. Mas Ridwan belum pulang juga ya Kak?""Belum Van. Paling juga sebentar lagi sudah pulang. Sebentar ya aku mau shalat magrib sebelum waktunya habis. Kamu sudah shalat Van?" tanyaku."Sudah Mbak tadi,"Aku pun berlalu dari mereka. Kulihat dari ekor mataku, laki laki tadi sempat memcuri pnadang padaku, ah benar benar membingungkan.Setelah shalat aku pun segera kembali menuju ruang tamu, Vania mungkin tak tahu kalau aku datang, dia terlihat bergelayut manja pada cowoknya. Hemmm memang benar benar harus cepat menikah nih!"Ehem ehem" Aku pura pura batuk, dan Vania pun kaget langsung melepaskan diri dari pacarnya."Eh, sudah selesai ya Kak shalatnya." kata Vania sambil salah tigkah sepertinya."Bagaimana kuliahmu Van?" "Baik kok Kak. Nunggu Mas Ridwan kelamaan ya. Ya sudah aku kenalin deh, ini pacarku Kak, lebih tepatnya calon suamiku. Namanya Mas Adit," Ternyata namanya Adit, Alhamdulillah berarti dia bukan Rama kan, mantanku dulu. Memang sangat wajar sekali kalau di dunia ini banyak sekali orang yang wajahnya mirip. Si Adit tersenyum kepadaku sambil menganggukan kepalanya." Mas Adit, sudah benar benar seriuskah dengan adik ku?" "Aku serius Kak. Aku ingin segera menikahinya," jawabnya sambil tersemyum, namun ada sorot berbeda dari matanya, kurasa.Suara itu, suara berat itu, mirip sekali dengan suara Rama."Apakah Mas Adit sudah siap menghadapi sifat adik ku yang mungkin masih kekanak kanakan, secara umurnya kan masih sangat muda. Apa sudah di pertimbangkan lagi,""Aku sudah memikirnya matang matang Kak. Aku mencintainya, aku tak ingin merusaknya, jadi aku ingin segera menghalalkanya. Dan masalah sifat itu kan bisa di ubah pelan pelan, tak jadi soal bagiku," katanya."Apakah sudah mengenalkan Vania ke keluarga Mas Adit?""Belum. Tapi segera, aku menunggu restu dulu dari keluarga Vania,""Kalau aku sih, terserah Vania saja. Tapi aku sebenarnya juga masih belum bisa merelakan kalau Vania nikah muda. Apalagi kalian kan baru sebentar kenalnya,""Kak, percaya deh sama kami. Kami ini serius dan saling mencintai. Restui hubungan kami ya. Pliss," Vania memohon kepadaku.Suara motor terdengar dari depan, itu Mas Ridwan. Aku sudah hapal sekali suara motor suamiku itu. Dia pun langsung masuk ke dalam rumah."Assalalmualaikum. Wah ada tamu nih, Tante Vania sama siapa nih?" kata suamiku sambil menyalami Vania dan Adit."Waallaikumsalam. Duduk dulu Mas. Vania sudah nunggu dari tadi lho. Ini pacarnya si Vania. Katanya mereka ingin menjalin hubungan yang lebih serius," kataku ketika suamiku itu duduk di sebelahku."Hubungan yang lebih serius? Menikah maksudnya?" tanya suamiku sepertinya agak heran."Iya Mas, kami ingin segera menikah," jawab Vania."Oh begitu. Mas ini namanya siapa ya? Aslinya mana?" tanya suamiku pada Adit."Aku Raditya Rama Airlangga Mas. Asli Surabaya." jawabnya sambil menoleh kearahku.Aku sungguh kaget saat dia menyebutkan nama panjang ya, ya dia adalah Rama, mantan kekasihku, nama yang sama hanya beda panggilannya. Dia masih terus melihat kepadaku tanpa sungkan pada Vania dan Mas Ridwan, seakan dia tahu keraguanku dan ingin meyakinkan kalau dia benar benar Rama yang dulu. Aku menundukkan kepala, masih bingung, harus seperti apa. Dan mencoba menghindari tatapan matanya.Melihatnya kembali, membuat luka lama yang teramat dalam ditorehkanya itu kembali terasa, dia yang hilang bak ditelan bumi selama tiga belas tahun, kini kembali, sebagai calon suami adikku."Aku panggilnya Adit ya. Usia kamu berapa Dit saat ini? Sudah lama kah dekat dengan Vania?" tanya suamiku lagi."Usiaku saat ini tiga puluh empat tahun Mas. Dan kami sudah dekat sekitar tiga bulan. Aku benar benar serius ingin menikahi Vania. Aku janji tak akan menyia nyiakannya. Aku pun secara finansial sudah siap berumah tangga Mas,""Oke oke, kami ini sangat sayang pada Vania, jadi kami menyerahkan seluruh keputusan padanya saja. Ngomong ngomong nih kamu dan istriku seumuran lho. Kenapa kamu nggak nikah dari dulu? Apa masih mengejar karir nih?""Jujur nih Mas. Aku memang trauma dengan wanita sebenarnya, dulu saat masih kuliah, aku pernah merasa down sekali karena ditinggal oleh perempuan, padahal kami juga sudah berjanji akan segera menikah, ternyata dia malah mencampakkanku. Sejak saat itu, aku tak lagi mau mengenal cinta. Dan akhir akhir ini Vania kembali bisa membuka hatiku," katanya."Oh seperti itu. Tapi seandainya nanti kamu ketemu lagi dengan mantanmu itu setelah menikah dengan Vania, apakah akan ada acara CLBK? Karena sepertinya kamu masih memendam rasa padanya," tanya suamiku lagi.Dari perkataan Rama tadi, aku tahu bahwa wanita yang dimaksudnya, adalah aku. Dan benar juga kata Mas Ridwan, sepertinya dia masih menyimpan rasa padaku, meski sudah ada Vania. Apa yang seharusnya kulakukan saat ini, aku bingung apakah aku tetap diam saja, dan membiarkan mereka menikah? Atau aku harus bercerita yang sebenarnya pada suamiku tentang Rama, aku tak ingin hal hal tidak diinginkan terjadi."Oh seperti itu. Tapi seandainya nanti kamu ketemu lagi dengan mantanmu itu setelah menikah dengan Vania, apakah akan ada acara CLBK? Karena sepertinya kamu masih memendam rasa padanya," tanya suamiku lagi."Hahaha, tidak lah Mas. Aku bukan orang yang suka memungut mantan. Apalagi sekarang dia pasti sudah tua kan, tak mungkin aku berpaling karena sudah ada Vania ini. Jangan khawatirkan masalah itu," katanya."Iya ih. Mas Ridwan ini, ada ada aja deh yang di tanyakan. Kami ini sudah saling cinta. Dan pokoknya, aku ingin secepatnya menikah dengan Mas Adit, titik. Plisss ya Mas, Kak. Kalian sayang padaku kan?," rengek Vania.Entah mengapa ada perasaan tidak srek dalam hatiku merestui pernikahan mereka. Bukan karena aku masih memiliki rasa pada Rama, tapi aku merasa akan banyak hal buruk dibelakang dan Rama sedang memainkan drama untuk mencapai suatu tujuan. Tapi saat melihat Vania merengek seperti itu, aku tak akan tega, dan tak mungkin juga aku menceritakan masa laluku dengan Rama."Aku
Aku pun mengikutinya dari belakang. Dia masuk kamar mandi, dan seperti ingin muntah, namun tak bisa. Karena tak di tutup aku pun masuk kedalam dan memijat lehernya. Ada perasaan tak enak dan was was disini, kenapa dia mual saat mencium aroma martabak kesukaanya itu, apa jangan jangan dia hamil?."Kamu kenapa sih Van,?" tanyaku sambil masih memijit lehernya."Nggak tau nih Kak, rasanya mual dan pingin muntah karena bau martabak itu. Tolong jauhin makanan itu deh Kak. Mual banget aku karenanya,""Itukan makanan kesukaanmu, biasanya kamu kan langsung melahap habis saat masih hangat begitu. Kamu kenapa sih sebenarnya? Jangan jangan kamu hamil ya?""Apa apaan sih Kak, ngomong sembarangan deh. Aku hanya masuk angin saja kok." katanya sewot, sambil ingin pergi menjauh dariku."Tunggu, mau kemana kamu? Jawab jujur dulu pertanyaanku, kamu hamil apa tidak?" kataku sambil memegang kedua lengannya."Aku cuma masuk angin Kak. Cuma masuk angin biasa, telat makan saja tadi," katanya sambil menunduk,
Flashback"Yank, aku hamil," kataku pagi itu saat Rama menjemputku di tempat kost ku."Apa? Nggak salah kamu Yank? Bukanya kita sudah selalu berhati hati," jawab Rama terlihat sangat kaget."Aku tadi sudah coba pakai testpack Yank. Dan hasilnya positif. Aku juga tidak tau Yank. Terus kita harus gimana?" kataku makin cemas dan mulai menangis."Haduh bagaimana ya Yank, apa kita coba jatuhkan saja? Kan kita masih semester dua juga kan Yank, kita masih muda," katanya sambil memegang tanganku."Aku tak ingin menambah dosa lagi Yank. Sudah banyak sekali dosa yang kita lakukan,""Aku tahu itu Yank. Tapi apa lagi yang harus kita lakukan? Kalau sampai orang tua kita tahu, bisa gawat Yank. Mereka pasti tak akan menerima ini. Semua malah akan lebih runyam. Aku pun belum siap menjadi seorang ayah," katanya sambil mengacak rambutnya sendiri."Aku pun bingung Yank. Tapi satu yang pasti aku tak ingin menambah dosa lagi, dan aku minta kamu bertanggung jawab Yank, sebelum perutku ini semakin membesar
Keesokan harinya kembali kami bertemu, di kost, kebetulan hari itu adalah hari Sabtu, tak ada kuliah."Yank, maafin aku ya. Mama dan Papa tak setuju kalau kita menikah. Mereka malah memberiku uang untuk menjatuhkan janin itu," kata Rama, lesu."Apa kamu tak bisa memberi pengertian pada mereka? Apa kamu nggak sayang sama anak ini Yank?""Aku tak bisa lagi memaksa Yank, aku juga tak ingin menyakiti kedua orang tuaku. Lagi pula ternyata Mama sejak lama telah menjodohkanku dengan anak temanya, dan sebentar lagi kami akan bertunangan. Maafkan aku Yank. Sepertinya aku tak bisa menikahimu saat ini, sebesar apapun cintaku padamu, namun aku pun tak bisa menolak keinginan Mama dan Papaku," "Pengecut sekali kamu menjadi seorang laki laki. Kenapa tak dari dulu kau katakan kalau orang tuamu tak merestui hubungan kita, dan sudah menjodohkanmu?. Sekarang pergilah, dan jangan pernah temui aku lagi!!. Aku tak butuh laki laki sepertimu!!." teriakku sambil menangis."Maafkan aku Yank. Semua diluar perk
Aku pun langsung masuk dan berganti baju. Namun ada sedikit ragu, apakah benar yang di katakan Rama, secepat itukah mereka berubah pikiran? Dan bisa menerima ku dengan kehamilan ini, ah semoga saja memang benar begitu adanya. Aku pun memakai jeans dan tshirt, pakaian yang selalu ku gunakan sehari hari, karena aku tak pernah memakai gaun atau rok dan semacamnya, aku memang sedikit tomboy."Aku sudah siap. Tak apakah kalau aku berpakaian begini saja?""Tak apa Yank. Kamu itu sudah cantik apa adanya. Tak perlu jadi orang lain Yank. Ayok segera berangkat, mereka sudah menunggu kita dari tadi."Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit, tibalah kami di rumah Rama. Kami memasuki rumah dengan pagar tinggi, di halaman depan terdapat banyak pepohonan dan juga tanaman tanaman hias. Rumah dua lantai bercat putih itu tergolong mewah dari pada rumah rumah di sekitarnya.Keluarga Rama memang keluarga yang kaya dan terpandang di daerah ini, selain karena Papa nya seorang kepala sekolah s
"Aku sangat yakin sekali Ma, Kak, kalau anak ini adalah anakku. Aku tak pernah meragukan kesetiaan Siska Ma. Dia ini perempuan baik baik. Tolong jangan berkata seperti itu, kalian menyakiti perasaan Siska. Bukankah tadi Mama dan Papa sudah merestui pernikahan kami, mangkanya aku mengajaknya kemari." kata Rama membelaku."Kami kan hanya ingin memastikan bahwa itu anak mu Ram. Dia saja yang terlalu cengeng. Aku tuh nggak habis pikir sih Ram sama kamu, apa sih yang kamu lihat dari dia. Jauh banget loh sama si Feli, dia lebih baik dalam segala hal. Seleramu memang buruk banget!" kata Kak Ratih."Cukup Kak. Jangan menghina Siska. Bagiku dia udah yang terbaik untukku. Papa kemana sih Ma? Kok nggak ada. Tadi kan menyuruh kami kesini." kata Rama mulai kesal, sementara aku masih saja menunduk."Papa mu masih mandi, sana lihat di kamar mungkin sudah selesai," Rama pun segera naik ke lantai atas, sepertinnya akan menjemput Papanya."Pinter banget ya kamu menjebak anakku. Nggak punya malu kamu i
Aku dan Rama merasa sangat bahagia dengan semua keputusan itu, dan kami pun merancang berbagai hal setelah pernikahan kami, seakan semua ini sudah berjalan sesuai keinginan kami. Padahal, seperti yang Papanya Rama bilang tadi , kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi besok."Aku pulang dulu ya Yank, besok siang aku jemput ya, kita beli cincin buat pernikahan kita. Dimakan ya nasi nya sampai habis. Sebentar lagi kita akan bersama selamanya, tanpa ada yang bisa memisahkan," aku pun hanya mengangguk, mendengar perkataan Rama barusan.Setelah kepergian Rama aku pun segera makan nasi padang yang barusan kami beli dalam perjalanan menuju kost ku. Kemudian seperti biasa aku akan rebahan sambil menengok akun media sosialku. Ponsel yang ku pegang berbunyi, terlihat panggilam dari nomer Ibuku, aku pun segera menjawab panggilan tersebut,"Assalamualaikum Buk. Maaf ya, hari ini aku nggak bisa pulang, soalnya banyak tugas yang harus ku kerjakan."Memang sudah dua tiga minggu ini aku tak pul
Tok tok tokkkTok tok tokkk Suara ketukan pintu itu membangunkanku, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul empat, siapa sih dini hari begini mengetuk pintu kamarku. Aku pun mengintip dari jendela, ternyata itu adalah Kak Ratih dan Tante Ratna, Mamanya Rama. Saat aku membuka pintu, tanpa mengucap salam atau apa, mereka langsung masuk kedalam kamar dan menutup kembali pintu itu dan menguncinya, ada apa ini."Hey, kamu. Cepat duduk sini," kata Tante Ratna menyuruhku duduk di kasurku, dengan tatapan tajamnya."Ada apa Tante? Apakah Rama baik baik saja?" tanyaku masih tak mengerti."Rama masih baik baik saja, dan akan tetap baik baik saja tanpa kehadiranmu," jawab Kak Ratih."Apa maksudnya ini Kak?""Jangan berlagak sok bodoh ya kamu. Kamu meminta pertanggung jawaban dari Rama hanya karena kamu mengincar harta kami kan? Berapa uang yang kamu inginkan? Katakan saja asal kamu tak menganggu kehidupan Rama!" kata Tante Ratna."Demi Allah aku tak menginginkan harta, aku hanya meminta pertan