Arthur melaporkan apa saja yang terjadi selama dia bertugas pada atasannya, juga pada Wira. Dan pria itu langsung datang ke villa dan tiba saat hampir tengah malam.Saat itu Lintang bahkan enggan untuk tidur dan hanya duduk meringkuk di sofa. Dan Arthur menjaganya. "Bagaimana dia? Apa dia terluka?" tanya Wira begitu memasuki villa. "Nona baik-baik saja, hanya masih terguncang dan ketakutan," jawab Arthur. Wira terdiam, dia melayangkan pandangannya ke arah sofa dimana Lintang berbaring. Ia lalu berjalan mendekat dan berlutut di bawah kursi, tangannya membelai kepala Lintang dengan lembut."Sayang, apa kamu terluka?" tanyanya. Lintang hanya menggeleng menjawabnya. Sedari tadi dia sedang berpikir mengenai kejadian mengerikan, dimana bahkan dia belum seminggu menjadi istri Wira."Apa ada yang ingin kamu jelaskan?" tanya Lintang menatap Wira.Wira mengerutkan kening tak mengerti.Lintang menghela nafas, " Baru beberapa hari aku sudah mendapat ancaman pembunuhan selama 2 kali, dan selam
Setelah kejadian di puncak, Arthur semakin waspada dan ketat menjaga Lintang. Dia tak ingin kejadian yang sama terulang lagi, maka dari itu ia tak boleh lengah. Ia sendiri yang memilih mobil untuk di modifikasi sesuai dengan standar keamanan menurutnya sendiri.Mengganti semua kaca jendela mobil dengan kaca anti peluru dan beberapa senjata yang ia sembunyikan di kompartemen tersembunyi di dalam mobil. Ia juga memeriksa beberapa mobil yang biasa digunakan oleh Lintang.Kali ini ia benar-benar bekerja keras. Semua itu demi keselamatan Nona tercintanya.Ada acara peresmian kantor cabang baru di suatu kota, Wira menginginkan Lintang untuk ikut serta dan menemaninya ke pesta. "Aku tidak bisa, ada banyak pekerjaan di butik yang kemarin terbengkalai!" tolak Lintang tanpa menoleh. Dia memang berkata jujur, oleh karena acara pernikahan dan beberapa kejadian itu, butiknya menjadi terabaikan. Meski ada asisten yang mengurus semuanya, tentu akan berbeda. Dia tetap harus turun tangan dan memeriks
Dengan pesawat pribadi, Wira mengajak Lintang terbang menuju ke kota tujuan, dimana akan diadakan pesta peresmian kantor cabang perusahaan milik Wira. Tentu saja, Arthur juga disertakan. Lintang duduk bersama Wira, namun ia bisa melihat ke arah Arthur yang ada di kursi belakang. "Apa kamu sudah memilih gaun, Sayang?" tanya Wira.Lintang sejenak menunduk mengalihkan tatapan matanya ke arah Arthur. Lalu beralih pada Wira yang ada di hadapannya. "Sudah," jawab Lintang mengunci pandangan mereka. Wira mengerutkan keningnya curiga, ia memutar kepala melihat ke belakang. Namun di kursi sana tidak ada siapapun.Karena Arthur sudah tidak ada di tempat duduknya.Wira lalu kembali memusatkan fokusnya pada Lintang."Apa kamu pikir pengawalmu itu harus mendapat suit baru juga?" tukasnya tersenyum miring. Tangannya menggoyang-goyangkan gelas wine dengan lembut. Lintang berdecih, "Apa jetlag nanti tidak cukup memabukkan sampai kamu minum wine begitu?!" dengusnya tak menjawab pertanyaan Wira. I
Pesta itu berlangsung meriah, setelah peresmian yang ditandatangani oleh Wira, pesta berlanjut dengan acara berbincang selagi menikmati suguhan makan malam dan musik. Di pesta itu, Arthur diam-diam menjadi pusat perhatian dari para undangan khususnya wanita. Terlebih sikapnya saat ini terlihat wajar seperti para undangan lainnya, tak menunjukkan jika dia adalah ajudan. Dia berbaur dengan cakap dan santai. Bahkan Wira sendiri merasa sedikit minder dengannya. "Kamu terlalu berlebihan sama dia!" komentar Wira dengan nada kesal, dilihatnya Arthur dikerubungi wanita karyawan kantor di meja sebelah. Lintang terkekeh, "Apa kamu cemburu?!" ejeknya. Wira memutar bola matanya dengan bosan, "Untuk apa?!" tukasnya jengah. Lintang mendenguskan tawa kecil mendengarnya. Matanya lalu memperhatikan Arthur, ada rasa puas tersendiri melihat Sang Kapten begitu berkilau seperti itu. Ada kebanggaan tersendiri mengingat jika hati Arthur sudah menjadi miliknya. Wira sendiri tersenyum diam-diam. Ia
Lintang memperbaiki makeup dan penampilannya di toilet. Tepat sekali saat itu Wira muncul mencarinya."Kamu kok lama sekali?" kata Wira meraih lengan Lintang dengan sedikit kasar. Dia melongokkan kepalanya ke dalam toilet, kalau-kalau ada seseorang yang dicarinya bersembunyi di dalam. Lalu matanya bergulir menelusuri ruangan di sekitar mereka.Lintang menarik lengannya sampai terlepas dari pegangan Wira. Menatap tidak suka dengan tindakan suaminya itu."Apa-apaan kamu?!" dengus Lintang kesal. Wira tak menyahut, masih menatap curiga pada Lintang. Menelisik wajahnya siapa tahu ada perubahan meski sedikit saja. Itu membuat Lintang jengah."Aku ke toilet untuk memperbaiki riasan agar bekas luka dari pukulan tangan kamu tetap tertutupi oleh makeup, puas?!" semburnya sebal.Wira melotot dan langsung menyambar lengan Lintang kembali dan menyeretnya ke sisi ruangan yang lebih sepi. Didorongnya wanita itu hingga membentur dinding."Jangan ngomong sembarangan kamu!" gertaknya dengan suara tert
Wira mengeluh dalam tidurnya, dia bergerak berganti posisi. Kepalanya terasa berdenyut sakit, membuatnya meringis dan terpaksa terjaga."Lintang, tolong ambilkan minum!" erangnya.Hening. Wira pun menoleh ke sampingnya, dan mendapati tempat tidur kosong dengan sprei yang sudah dingin. Seketika matanya pun terbuka lebar dan bangun terduduk.Mengabaikan kepalanya yang berdenyut semakin menjadi, Wira menyibak selimut dan berdiri melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar dari kamar. Di luar kamar yakni ruang tamu dan bar kecil, dan masih tak terlihat keberadaan istrinya itu. Perasaan curiga dan marah seketika menyeruak di dadanya. Ini masih dini hari tapi kemana Lintang?Saat tangannya hendak membuka pintu keluar, telinganya mendengar suara pintu dibuka di belakangnya. Ia pun menoleh.Lintang keluar dari kamar dengan wajah bingung menatapnya."Mau kemana? Masih mabuk ya sampai mengigau seperti itu?!" ejek Lintang tertawa kecil.Wajah Wira langsung memerah. Ia mengurungkan tangannya yang
Arthur mengawasi keempat lawannya, masing-masing dari pria berwajah garang dan tubuh tinggi besar dan bertato itu memegang senjata tumpul. Namun dari sudut matanya ia menangkap satu orang lagi di dalam mobil, bersiap dengan senjata apinya.Ini cukup genting, sudah dipastikan ia tidak akan bisa menghadapi mereka semua dengan konsentrasi terpecah seperti ini. Maka diam-diam dengan gerakan pelan, ia meraba sisi belakang telinganya. Mengaktifkan earpiece yang terpasang tersembunyi di sana. Meminta bantuan."Serahkan wanita itu jika kamu ingin tetap hidup, Bung!" ujar salah satu dari mereka.Arthur menyunggingkan senyum sinis. "Dalam mimpimu!" balasnya.Keempat penjahat itu pun saling pandang lalu tertawa terbahak-bahak. "Seperti yang dikatakannya, ajudan ini akan sangat keras kepala!" gelak mereka. "Tak apa, sudah lama kita tak mendapatkan lawan sebagus ini!""Tunggu apa lagi, hajar dia!"Arthur membuka mata lebar-lebar saat mereka maju menyerang. Mereka menyerang bersamaan, membuat Ar
Yasmin tentu saja murka mendengar tantangan Arthur. Baginya merestui Arthur meminang Lintang sama saja dengan menjatuhkan harga dirinya. Tapi saat ini ia juga memikirkan keselamatan Lintang, bagaimanapun kerasnya sifat Lintang yang juga menentangnya, dia tetap anak kandungnya dan merupakan pewaris satu-satunya keluarga Adiwilaga. Maka untuk kali ini ia harus menekan emosi dan egonya, karena Arthur mungkin yang bisa menyelamatkan putrinya."Jika terjadi sesuatu pada Lintang maka kamulah satu-satunya yang akan aku tuntut ke penjara, Kapten!" ancam Yasmin. Candra turut mengiyakan perkataan istrinya itu.Rey ternganga mendengarnya, "Nyonya apa Anda tidak melihat dia bahkan hampir mati demi menyelamatkan anak Anda!" ujarnya kesal.Yasmin mendelik tak suka pada Rey. "Itu sudah menjadi resiko pekerjaannya, jadi jangan mengeluh!" dengusnya tak peduli.Rey hendak menjawab lagi, namun lagi-lagi Arthur menghentikannya. Yasmin menunjuk Arthur, "Ingat! Kamu harus menyelamatkan anakku, Kapten!" te