Share

Bab 3 : Berdua di Rumah

Ia menyukai Zack! Ya, selama ini ia sering memimpikan pria dewasa nan rupawan itu. Walaupun usia mereka terpaut cukup jauh. Entah mengapa diam-diam perasaan itu semakin besar dan seakan menenggelamkan Nabila semakin dalam di lubang tanpa dasar berupa rasa yang ya ... itulah yang bernama cinta.

Terkadang Nabila merasa bersalah, mengapa harus memiliki rasa itu kepada Zack. Sedangkan ia menyadari bahwa keberadaannya di sana mungkin sebenarnya tidak diharapkan. Jika tidak karena keduanya membutuhkan keturunan, maka ia tidak mungkin berada di sana. Ia hanya sekadar dianggap sebagai pabrik anak.

Walaupun memang tidak ada perjanjian apa pun itu, dirinya sempat berpikir, bisa jadi ia akan dijadikan seperti baby sitter saja setelah ini. Karena tidak ada perjanjian yang mengharuskan ia pergi setelah anak itu lahir. Dan ... itu bukan menjadi masalah baginya. Ia sudah merasa betah bersama keluarga itu dan yang paling penting, ia tidak merasa kekurangan lagi seperti dulu di Indonesia. Dan ia tidak pernah lagi merasa dihina karena kekurangan.

"Jam berapa besok Kak Ve berangkat?" tanya Nabila kemudian.

"Sore," jawab Veronica singkat, "oke, aku mau belanja dulu dengan Zack sekarang. Kamu mau ikut?" tanya wanita itu sambil bangkit berdiri.

"Aku di rumah aja, Kak."

"Yakin?" Veronica tersenyum manis.

Selama ini ia memperlakukan Nabila dengan sangat baik, seperti kepada adiknya sendiri. Hal itu juga yang terkadang membuat Nabila merasa bersalah ketika perasaan ingin memiliki Zack tiba-tiba hadir. Selama ini tidak pernah ia diperlakukan sebaik ini oleh orang-orang di sekitarnya. Bahkan oleh orang tua angkatnya dulu. Karena itulah, ia selalu merasa sebagai pembawa sial seperti yang selalu keluarga angkatnya katakan. Karena sejak lahir ia dibuang oleh orang tua kandungnya yang entah ke mana. Diadopsi pun tidak membuatnya merasa dicintai.

"Iya, Kak. Kakak berdua suami ... saja."

Veronica mencebik dan menaikkan kedua alisnya. "Oke. Kamu istirahat aja di rumah ya!" serunya.

Nabila pun tersenyum dan mengangguk.

***

"Aku pergi dulu. Jaga anak dan suami kita," bisik Veronica sambil memeluk Nabila erat dan membelai perutnya yang mulai membesar.

Tentu saja ia tidak benar-benar menganggap serius perkataan itu. Veronica tersenyum menggoda ke arah sang suami. Namun, Nabila sangat-sangat mengetahui dari tatapan wanita tersebut. Perkataan itu hanyalah candaan.

Veronica sama sekali tidak pernah mengharap Nabila menganggap anak yang dikandung itu sebagai anak Nabila sendiri. Sebab ia sering mengulang-ulang kata 'surrogate mother' ketika mereka tengah berbincang—walaupun memang kenyataannya seperti itu—Seolah-olah untuk mengingatkan kepada Nabila tentang posisinya yang hanyalah sekadar ibu pengganti.

"Bye, Bos!" Veronica pamit kepada sang suami seraya memeluk kemudian mencium bibir lelaki itu. Ya, di Negeri Paman Sam memang tidak menjadi suatu hal yang tabu sepasang kekasih berpelukan atau berciuman di tempat umum seperti bandara dan tempat lainnya seperti itu.

Wajah Nabila merona melihat pemandangan di hadapan. Ia berusaha mengalihkan pandangan, walau sebenarnya ia sudah sering melihat hal itu di rumah dengan sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.

"Take care yourself, Babe ...," ucap Zack mengingatkan sang istri sambil sekali lagi mengecup mesra bibir wanita itu.

"Bye!" Veronica tersenyum semringah dan berjalan menjauh. Ia mengisyaratkan cium jauh kepada Zack dan Nabila.

"Ayo," ajak Zack sambil menyentuh pinggang Nabila.

Sentuhan-sentuhan kecil seperti menyentuh lengan, menyentuh pinggang, dan merangkul bahu Nabila sudah biasa diberikan Zack selama ini. Nabila sudah memperkirakan hal itu sejak awal. Karena ia menyadari kehidupan bebas di Amerika tentu hal tersebut biasa. Karena itu jugalah yang menjadi alasan Nabila mensyaratkan untuk adanya akad pernikahan di antara dia dan Zack di awal selain agar ia bebas membuka kerudungnya di rumah.

Akan tetapi, tetap saja sentuhan-sentuhan kecil tersebut cukup berpengaruh kepada daging merah di dalam rongga dada wanita muda itu. Ia benar-benar haus. Ya, haus kasih sayang ....

Terdengar suara ketukan pintu kamar Nabila. Gadis itu yakin kalau itu adalah Zack. Ya, siapa lagi? Mereka tinggal berdua saja di rumah saat ini.

"Ya, Zack! Ada apa?" Nabila sedikit mengeraskan suaranya.

"Kamu nggak makan malam, Nabila?" tanya Zack.

Nabila yang baru saja selesai shalat isya tidak jadi meraih buku yang hendak dibacanya. Ia melangkah menuju pintu kamar, lantas membukanya.

"Ayo kita makan! Makanan pesananku baru sampai," ajak Zack dengan wajahnya yang senantiasa tampak ramah.

Sudut bibir Nabila sedikit berkedut, kemudian ia menyimpul sebuah senyum kecil. Ia teringat, Veronica tidak sedang bersama mereka. "Aku ... belum lapar," jawabnya malu-malu.

Zack menatapnya lekat. "Ayolah ... kamu tahu, aku nggak suka makan sendirian," bujuk pria tampan itu.

Melihat Nabila yang masih bergeming, Zack langsung saja meraih lengan wanita muda di hadapannya. Sentuhan itu menyebabkan desiran hangat di dalam aliran darah Nabila. Rasa itu kini sering datang ketika lelaki tersebut menyentuhnya.

Mau tidak mau gadis manis tersebut mengikuti langkah Zack menuju ke arah ruang makan.

"Ke sini!" Zack menggeser sebuah kursi mempersilakan Nabila untuk duduk. Hal itu membuat Nabila semakin salah tingkah. Zack memang selalu bersikap manis.

Nabila lalu duduk di sana.

Zack merapatkan kursi agar gadis itu lebih nyaman pada posisinya. Jantung Nabila berdegup kencang, biasanya Zack tidak pernah makan malam di rumah pada saat Veronica tidak ada, karena biasanya selalu di hari kerja. Akan tetapi, ini akhir pekan. Tadi Zack tidak bekerja.

Zack membuka bungkusan makanan dan melayani Nabila. Hal itu lagi-lagi membuat Nabila yang tidak pernah diperlakukan manis seperti demikian merasa begitu istimewa.

"Kamu sepertinya sudah jarang muntah, nggak seperti sebelumnya," tutur Zack sambil mengunyah makanannya.

"Iya, kata orang memang yang berat itu di trimester pertama. Ini sudah hampir lima bulan usia kandunganku, sudah tidak sering terasa mual lagi," sahut Nabila seraya ikut memulai suapannya.

"Syukurlah. Aku kasihan melihat kamu tersiksa dengan kehamilan itu. Dulu Veronica pernah mengalami hal yang sama, dia jadi stress sebab pekerjaannya ikut terbengkalai. Dan ... mungkin belum waktunya kami diberi keturunan, janinnya tidak bertahan. Sampai sekarang Veronica belum bisa hamil kembali." Panjang lebar Zack bercerita. "Beruntung ada kamu. Mudah-mudahan bayi kami sehat sampai kamu melahirkan," lanjutnya tersenyum ke arah Nabila.

Veronica memang pernah bilang kepada wanita muda itu, kalau ia pernah hamil, tetapi keguguran.

"Alhamdulillah sekarang aku sudah enakan. Kamu jangan khawatir," ucap Nabila kepada Zack.

"Ya, alhamdulilah ...." Zack tersenyum manis.

Senyum itu menular ke Nabila. Mereka lalu saling bercerita, terkadang Zack mencandainya. Walau membahas hal-hal remeh, tetapi, itu membuat hati Nabila semakin bahagia berada di dekat Zack. Pria dewasa itu pandai menarik hati semua orang. Pantas saja pasangan Yasmin dan Surya Cahyana yang Veronica bilang sebelumnya tidak menyetujui hubungan putrinya dengan Zack, akhirnya luluh.

"Sini! Biar aku yang bereskan!" Zack mencegah Nabila yang hendak membereskan piring dan gelas kotor bekas mereka makan malam.

Nabila pun mengurungkan niatnya untuk mencuci piring kotor tersebut. Ia kembali meletakkan bokongnya ke kursi.

Hal ini pula yang memperlihatkan Zack memang pria spesial di mata Nabila. Pria tersebut begitu ringan tangan pada pekerjaan rumahnya. Ia sering membereskan apa saja di dalam rumah termasuk mencuci piring. Bahkan Nabila perhatikan, Veronica tidak setelaten Zack dalam membereskan rumah.

Diam-diam Nabila memperhatikan Zack dari balik punggung lebar itu dan ia semakin mengagumi pria yang usianya lebih tua enam belas tahun di hadapannya. Wajah yang rupawan dengan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar bibir, dagu, dan pipinya, tubuh yang tinggi serta bentuk proporsional. Otot-otot lengan yang menonjol sangat menarik bagi mata wanita mana saja yang melihatnya. Beberapa kali Nabila mendapati pria itu dalam keadaan shirtless ketika Zack sedang berolah raga atau berenang di kolam renangnya. Otot dada dan perutnya begitu indah, menggoda wanita mana saja untuk dapat menyentuhnya.

"Kamu pernah punya kekasih, Nabila?" tanya Zack ketika selesai mencuci piring dan meletakkan benda-benda itu ke rak di dekat wastafel.

"Ha ...?" Nabila sedikit terkesiap. Tanpa sadar ia tengah membayangkan menyentuh tubuh liat pria di hadapannya itu.

Next

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status