Share

Bab 8 : Dilema

"Tuan Andrew ...?" lirih Nabila pada diri sendiri. Ia terdiam, napasnya seakan tersekat melihat keakraban ... oh, tidak! Itu bukan keakraban biasa, melainkan suatu kemesraan!

Veronica tampak refleks mendorong tubuh Andrew. Ia lalu berlari menuju ponsel yang mana panggilan video masih terhubung dengan Nabila. "Nanti lagi, Nabila!" Veronica memutus sambungan video call-nya.

Nabila masih tergamang dengan apa yang ia saksikan barusan. 'Kak Ve .... Apa mungkin dia ...?' Wanita muda itu mengernyitkan dahi. Netranya masih menatap lekat ke arah layar ponsel di hadapannya yang lamban menggelap.

Pikirannya menerka kalau ada hubungan terlarang antara Veronica dengan Andrew. Ya, tidak salah lagi. Ketika di butik beberapa waktu lalu, ia juga pernah memergoki Veronica dengan pria itu dalam posisi yang sangat dekat.

Waktu itu Andrew merangkul pinggang Veronica hingga tubuh mereka kian rapat tanpa jarak. Kakak madunya tersebut juga terlihat kaget, ketika tiba-tiba Nabila masuk ke dalam ruangannya saat itu. Hanya saja saat itu Nabila selalu berusaha menepis prasangkanya.

Akan tetapi, berbeda dengan sekarang. Nabila sangat yakin kalau memang ada hubungan spesial di antara Veronica dengan investor tersebut. Ada hubungan terlarang antara mereka. Ya, dia benar-benar sangat yakin kali ini.

"Tega sekali Kak Ve mengkhianati Zack. Ya Allah ...." Nabila bicara pada dirinya sendiri. Ia membayangkan betapa sedihnya Zack jika mengetahui sang istri yang sangat dipuja, justru menikam dari belakang. Veronica punya affair dengan Andrew!

Entah mengapa, seketika di dalam hati Nabila muncul begitu saja rasa benci terhadap Veronica. Selama ini memang wanita itu begitu baik kepadanya. Namun, dikarenakan kejadian barusan, dia merasa tidak terima kalau sampai Zack—pria yang ia cintai—dikhianati.

Zack adalah pria yang sangat baik dan setia. Mestinya Veronica bisa menjaga kepercayaan sang suami. Mestinya wanita itu merasa bersyukur dan beruntung mempunyai suami yang nyaris sempurna seperti Zack. Bahkan Nabila sendiri merasa iri terhadap dirinya yang mendapatkan begitu banyak cinta dari pria itu.

"Kenapa? Kenapa Kak Ve begitu tega ...?"

***

Gelap malam mengganti terangnya siang. Seharian ini Nabila berusaha berdamai dengan dirinya sendiri. Pikirannya berkecamuk. Antara ingin menyampaikan apa yang telah dilihatnya kepada Zack. Ataukah ia mesti menyimpannya sendiri? Ia bingung menentukan sikap atas apa yang ia saksikan.

'Aku harus bagaimana?' tanya Nabila di dalam hati.

Pukul sebelas malam, terdengar suara mesin mobil yang memasuki pekarangan dan menuju ke dalam garasi. Zack kembali.

Biasanya Nabila sudah berada pada mimpi indah bersama pria itu di dalam tidurnya. Namun, tidak kali ini. Ia masih belum bisa memejamkan mata sama sekali.

"Aku harus mengungkapkan semua ini kepada Zack!" Akhirnya ia telah memutuskan apa yang harus ia lakukan.

Nabila bangkit dan beranjak dari ranjang. Masih dengan mengenakan piyama satin, ia melangkah keluar kamar. Kamarnya berada di lantai bawah tepat berhadapan dengan ruang tengah.

Akan tetapi, ketika ia sampai di ruang tengah dan melihat Zack dari belakang, tampak lelaki itu sedang duduk di sofa di depan televisi sambil meletakkan ponsel di telinga. "Nabila? Hmm ... sepertinya dia sudah tidur. Kenapa, Babe?" Pria itu tengah menelepon seseorang.

Nabila menghentikan langkahnya, ia tahu orang di seberang sana adalah Veronica. Ia pun mencoba mencuri dengar apa yang kira-kira dibicarakan oleh Veronica kepada Zack? Mengapa wanita itu menanyakan tentang dirinya?

"Oh, aku kira ada apa," ujar Zack masih di saluran telepon.

Nabila menebak kalau Veronica saat ini pasti khawatir jika ia mengadukan dirinya kepada Zack.

"Oke, have a nice dream, Honey ...." Zack tampak memutuskan hubungan telepon. Lalu pria itu menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Ia terlihat sangat lelah.

Entah mengapa Nabila tiba-tiba berubah pikiran. Ia merasa sebaiknya mengurungkan niatnya untuk menyampaikan apa yang terjadi antara Veronica dengan Andrew tadi pagi. Wanita manis itu tidak tega melihat Zack sedih dan kecewa. Pria tersebut sangat mencintai sang istri. Ya, Zack begitu memuja istri pertamanya.

Nabila yang baru setengah jalan menuju ke sofa akhirnya berbalik langkah hendak kembali ke kamarnya. Wanita itu berjalan perlahan agar Zack tidak mendengar gerakannya. Akan tetapi–

"Nabila?"

Deg!

Nabila terdiam ketika mendengar panggilan dari Zack. Sepertinya pria itu menangkap basah dirinya. Wanita itu pun langsung berbalik menghadap pria tersebut. "Eh, Zack," sapanya dengan perasaan gugup dan salah tingkah.

"Kamu belum tidur?" tanya pria yang selalu terlihat tampan di mata Nabila meskipun dalam keadaan lelah itu.

"Mmm ... sudah. Cu–cuma aku terbangun karena haus." Nabila gegas berjalan menuju ke ruang makan di mana terdapat dispenser air minum di sana. Ia tidak mau Zack berpikir yang macam-macam.

"Oh, begitu," sahut Zack dengan menatap heran ke arah Nabila yang menurutnya terlihat bersikap aneh saat ini.

Nabila duduk di kursi makan, kemudian mengucap basmalah, lantas meneguk air di dalam gelas yang telah diambilnya dari dispenser dengan perlahan-lahan.

Walau merasa heran dengan gelagat Nabila, tetapi Zack tidak mau membahasnya. Ia merasa lelah dengan pekerjaan di kantor yang cukup banyak beberapa hari belakangan.

Nabila menatap Zack yang memijat tengkuknya sendiri. Ia lalu meletakkan gelas yang sudah habis isinya ke atas meja. Kemudian wanita manis itu mendekat ke arah sang pria.

Entah keberanian dari mana, ia menyentuh pundak pria di hadapannya dan melakukan gerakan memijat di sana.

Zack sedikit terkesiap dengan sentuhan yang tidak biasa itu. Darahnya seketika berdesir hangat. Bulu roma di sekujur tubuhnya pun berdiri tegak.

.

Next

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status