Share

Berapa Yang Kau Minta

Danu masih berdiri, terdiam membisu tidak dapat berpikir. Bisa-bisanya, ia bertemu dengan mantan menantunya itu. Ia mematung melihat dua orang gadis seusia Zhia tengah merapikan meja dan menyalakan sound system untuk karaoke.

"Kau! Kau benar-benar kurang ajar! Kau tidak ingat siapa aku?" Danu menatap tajam Zhia yang terus memprovokasi dirinya.

"Oh, tentu saja sayang ingat. Saya adalah mantan menantu Anda. Menantu yang ditalak di malam pertamanya." Zhia meraih ponselnya di saku lalu memotret Danu yang tengah duduk diapit oleh kedua temannya yang lain.

"Hey, untuk apa kau mengambil gambar!"

"Hahahaha, santai saja. Pak Danu tidak usah emosi. Teman saya hanya menemani saja, kok. Setelah ini, hanya ada kita berdua disini," kata Zhia sambil mengedipkan mata. Memberi kode kepada kedua rekannya untuk keluar dari ruangan tersebut.

"Eh, mereka mau kemana?" Danu panik karena Zhia menutup pintu ruangan tersebut dan menghampirinya dengan tatapan benci.

"Tugas mereka sudah selesai, sekarang kita mulai dari mana?" Zhia masih berusaha memprovokasi Danu. Walaupun tanpa menyentuh tubuh pria yang layak menjadi ayahnya itu, Danu sudah seperti cacing kepanasan.

"Apa maumu?" Danu tanpa basa-basi bertanya kepada mantan menantu itu.

"Sebelum saya beritahu sedikit keinginan saya. Boleh saya bicara tentang efek talak dari ananda Ega?"

"Urusanmu dengan Ega sudah selesai. Aku tidak butuh bualanmu! Sebutkan berapa yang kau minta, pastikan foto itu tidak bocor," jawab Danu marah.

"Anda harus mendengar saya! Enak saja!"

"Astaga, cepat katakan dan biarkan aku pergi dari sini!" Danu berteriak keras hingga anak buahnya di luar terpaksa membuka pintu room tersebut untuk memastikan kondisi majikannya.

"Dia tidak apa-apa. Tutup lagi pintunya," pinta Zhia kepada pria berbadan tegap itu.

Danu memberi kode kepada anak buahnya untuk mengikuti permintaan Zhia. Pria itu merogoh ponselnya, memastikan saldonya cukup untuk menutup mulut Zhia.

"Bicaralah!" Danu membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. Pikirnya, tidak ada salahnya untuk mendengarkan Zhia.

"Saya diusir dari rumah, dan kalau Anda bertanya mengapa saya bekerja disini. Itu karena semua ijazah saya dibakar Ayah saya. Dia lebih membela Anda dan keluarga daripada anak gadisnya sendiri, senang dong? Masa gak sih?" Zhia menepuk-nepuk pelan pundak Danu.

"Aku tidak tahu, jangan salahkan aku. Itu tidak ada dalam kesepakatan kami," ucap Danu membela diri.

"Oh iya, jelas! Ayah saya lebih takut kehilangan hartanya daripada saya, anaknya. Dan saya ucapkan selamat, berkat Ega dan Anda sekeluarga saya menjadi sadar. Terlalu cinta membuat saya bodoh!"

"Cukup! Saya gak ada waktu ladeni kamu, Zhia!"

"Saya belum selesai! Berapapun uang yang Anda berikan, tidak akan merubah status saya sebagai seorang janda. Di usia saya yang masih dua puluh tiga tahun, tujuh tahun lebih muda daripada Ega. Anda tahu, kerugian non materi yang saya alami? Status janda akan saya bawa kemanapun, dan itu membuat saya terhina! Disingkirkan dari pergaulan saya! Tidak ada teman apalagi keluarga? Bisa Anda bayangkan!" Zhia menangis lalu tertawa, menertawakan dirinya sendiri yang menyedihkan.

"Tulis saja, berapapun yang kau minta. Ini, ini akun mobile banking milikku. Tuliskan saja nominalnya, Zhia. Tolong, jangan ganggu saya dengan urusanmu ini." Danu membeku melihat Zhia hendak mengirimkan foto-foto dirinya bersama dua orang rekannya kepada sang istri.

"Hahahaha, saya suka kalau Anda paham keinginanku. Terima kasih." Zhia meraih ponsel Danu lalu mengetikkan sejumlah uang untuk diberikan kepadanya.

"Pin, tanggal lahir Ega," kata Danu sebelum Zhia bertanya.

"Sayang anak sekali. Saya suka bekerja sama dengan Anda. Saya ada satu syarat, agar Mami Fia tidak bertanya-tanya, ada baiknya anda menikmati fasilitas yang sudah dibayar. Teman-teman saya tadi akan masuk menemani Anda dalam tiga jam kedepan. Cukup bilang oke dan tidak ada komplain, itu sudah membantu saya mencari sesuap nasi!" Zhia meletakkan ponsel Danu di tangan pria tersebut dengan sedikit mencengkeramnya.

Danu hanya membisu dan tidak sanggup berkata-kata setelah menerima ponselnya. Menatap Zhia keluar dari ruangan tersebut dengan tatapan nanar.

"Sial!" Batin Danu. Mengapa dari sekian banyaknya wanita di tempat karaoke Fia, ia harus bertemu dengan Zhia.

Zhia memilih bergabung dengan rekan-rekannya yang lain, ia menyerahkan tugas menemani Danu kepada dua orang temannya tadi dengan imbalan yang setimpal. Uang yang ia dapatkan dari Danu tadi, ia rasa cukup untuk memperingatkan pria itu.

"Semoga saja, Mami tidak mempermasalahkan. Lebih baik aku datang dan jujur padanya." Zhia memutuskan untuk mencari keberadaan Fia, wanita itu ternyata tidak ada di dalam ruangannya.

"Kau cari Mami?" tanya salah satu waiters yang melihat Zhia celingukan di depan ruangan Fia.

"Iya, Mbak. Dimana ya?"

"Mami ada tamu di room satu, lebih baik kau kirim pesan singkat saja. Jangan menggangunya," kata wanita berkacamata itu.

"Oke, terima kasih." Atas saran wanita itu, Zhia langsung mengirim pesan singkat kepada Fia.

"Tidak apa, aku sudah tahu. Terima kasih sudah jujur padaku. Untuk saat ini lebih baik kau bergabung dengan teman-temanmu. Belajarlah mengenal berbagai varian minuman di tempat kau bekerja."

"Tapi, Zhia tidak minum. Mami tahu, bukan?"

"Aya, sekali lagi namamu Aya. Aku tidak memintamu mabok tiap hari, setidaknya kau tau rasanya dan dapat menjamu tamumu dengan pengetahuan varian minuman yang kita jual!"

"Baik, Mi."

"Anak baik. Aku suka penampilanmu malam ini, seksi tapi mahal. Pertahankan," kata Fia memujinya.

"Berkat Mami, dress nya bagus juga."

Setelah bertukar pesan singkat dengan Fia, ia bergegas bergabung dengan temannya yang lain. Di salah satu meja, sekitar lima orang melambaikan tangan kepadanya. Meminta Zhia bergabung untuk menghabiskan waktu bersama.

"Hai, kau cantik dengan dress itu," kata salah satu dari mereka.

"Mbak juga cantik, boleh minta minumannya?" Zhia meraih satu gelas kosong lalu temannya yang lain menuangkan minuman untuknya.

"Kau pasti disuruh Mami belajar mengenal rasa dan jenis minuman," tebak rekannya yang lain.

"Iyah, mohon bimbingannya Mbak."

"Tentu, kami akan memberitahumu. Kita anak Mami, harus akur dan saling membantu, bukan?"

"Iya, makasih, Mbak."

Satu pertanyaan dari rekan Zhia membuat wanita itu tertegun. Sejujurnya tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu, hanya saja lukanya masih basah dan tidak akan sembuh dalam waktu sekejap membuat Zhia berkaca-kaca.

"Aku dituduh tidak perawan hanya karena tidak mengeluarkan darah di malam pertamaku. Sialnya, aku diceraikan malam itu juga. Malam pertama sekaligus malam terakhirku menyandang status sebagai seorang istri."

"Sorry," jawab rekan Zhia merasa tidak enak hati membuatnya hampir menangis.

"Tidak apa, sudah nasibku seperti ini. Semoga saja kedepannya, tidak akan ada lagi wanita yang bernasib sama dengan aku."

Belum lama Zhia menikmati kebersamaan dengan rekan-rekannya, anak buah Danu datang menghampiri dirinya lalu membisikkan sesuatu.

"Oke, sekarang saja. Tua Bangka itu mau apa lagi dariku!" Zhia meletakkan gelas minumannya lalu mengikuti anak buah Danu menghampiri pria tersebut di mobilnya. Berjalan dengan elegan keluar dari tempat tersebut ke arah parkiran mobil VIP.

"Ada apa? Mau nambahin?" tanya Zhia kepada pria itu.

"Terima kasih, kupikir kau habiskan seluruh isi rekeningku," jawab Danu lembut. Zhia tidak menduga pria sombong itu mengucapkan terima kasih dengan tulus padanya.

"Huft, setidaknya saya tidak serakah harta seperti Anda dan Ayah saya. Permisi!"

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Windhy Attaya
Wah wahh Zia yang sekrang beda bnget sama yang dlu ziaa, and aku mendukungmu untuk mmblaskan dendammu kepad mereka mereka yang sudah merendahkanmu dan mengusirmu
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
klo jadi Aya udah t kuras abis tuh uangnya Danu. biar kere skalian.
goodnovel comment avatar
Endah Spy
syukurin pak .. di kira zhia akan diam saja .. sekarang zhia bukan lg zhia yg dlu pak .. nggak taunya yaa mertuanya doyan jajan ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status