Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 35POV IBU "Bu, tapi semua ini 'kan adalah rencana Ibu!" Langkahku mendadak mati ketika mendengar teriakan si Opi."Ya Bu, semua ini Ibu yang nyuruh 'kan? Semua ini Ibu yang rencanakan 'kan? Kenapa Ibu sekarang malah nyalahin Opi? Dan kenapa Ibu biarkan Opi dihukum seorang diri? Harusnya kita sama-sama dihukum 'kan, Bu?" cerocosnya lagi membuat tubuh ini refleks berbalik ke arahnya."Apa maksud kamu Opi?!" desisku geram.Dia menatapku tajam, "kenapa? Ibu gak mau ngaku? Kita sama-sama salah loh, Bu. Sekarang meningan Ibu akuin semuanya di depan si Jayanta," balasnya. "Ngaku apa? Salah apa? Jangan asal ngomong kamu ya!" sentakku kasar."Siapa yang asal ngomong sih, Bu? Ibu lupa kalau semua yang terjadi ini atas saran dari Ibu? Ibu 'kan yang nyuruh Opi jahatin si Arini biar dia gak banyak tingkah lagi? Ibu bilang, kalau Opi bisa sampai bikin si Arini mati, itu lebih bagus."Seketika mataku melotot penuh. Dadaku kembali bergemuruh. Apa-apa
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 36Astaga Arin. Anakku, kenapa dia nanya begitu? Dan kenapa raut wajahnya dingin banget?"Rin, Ibu mau jelasin sesuatu sama kamu," kataku pelan.Si Arin masih membuang pandang."Rin, sumpah Ibu gak salah Rin. Sumpah Ibu gak ikut-ikutan Mbakmu berbuat jahat apalagi sampai nyakitin kamu dan cucu ibu. Buat apa juga? Ibu gak mungkin tega 'kan?" kataku lagi.Si Arini memutar bola matanya. Sejurus dengan itu mertuanya juga menatapku dengan mata memicing."Tunggu-tunggu! Apa-apaan ini Arin? Apa yang ibumu ini katakan? Dia bilang menyakiti kamu dan cucunya? Emang ini ada apa? Kok dia bilang gitu?" cecarnya kemudian.Si Arin hanya menarik napas panjang, sementara si Jayanta yang bicara."Ibu mertua Bu, tega-teganya terlibat kejahatan yang dilakukan Mbak Opi sama Arin dan Nuna. Selain menyuruh Mbak Opi masuk ke rumah untuk mencekik Arin, ternyata motor yang hampir bikin Ibu dan juga Nuna terserempet itu juga suruhan mereka," terangnya."Apa?!" Mert
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 37"Ah kenapa penyesalan selalu datang belakangan sih?" Aku mengusap wajah tatkala bayangan si Arin melintas terus menerus.Anakku itu, dulu sangat penyayang dan dekat sekali denganku. Tapi semuanya berubah sejak aku mengizinkan kekasihnya yang tak lain adalah si Agas itu menikah dengan mbaknya.Aku nyesel. Bener-bener nyesel sekarang. Si Arin yang tersakiti tapi harus nerima paksaan dariku kala itu.Aku pikir menikahkan si Opi dengan si Agas adalah keputusan yang tepat, karena mereka juga udah saling suka secara diam-diam. Tapi ternyata aku salah.Percuma juga aku menikahkan si Opi dengan lelaki itu, nyatanya pernikahan mereka sekarang malah hancur berantakan.Si Agas gak sesuai ekspektasiku. Kupikir dia lelaki baik, kaya dan bertanggungjawab. Tapi nyatanya nggak, si Agas lebih buruk dari yang kukira.Hah, tapi untunglah dia gak jadi berjodoh sama si Arin. Si Arin anak baik-baik, sabar dan penyayang. Cuma sekarang aja dia berubah karena
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 38"Ibunya Arin!" panggilnya lagi.Terpaksa aku berbalik badan dan gegas mendekat pagar rumah."Ya, Bu. Kenapa?""Gak belanja? Tumben," basa-basinya."Nggak Bu, masih ada sayuran kemarin," jawabku bohong."Oalah, saya kira libur masak."Aku nyengir saja."Sini dulu bentar ibunya Arin," ajak Bu Nur. Dia agak maksa sampai bela-belain mepet ke pagar."Mau apa ah saya males, mau masak," tolakku beralasan."Ih bentar aja. Cuma mau nanya, itu si Opi gimana sekarang? Beneran dipenjara?"Aku menarik napas berat. Ibu-ibu di sini emang pada gak punya perasaan, kalau nanya asal jeplak aja. Gak dipikir atau disaring dulu. Mentang-mentang kepo, seenaknya aja asal nanya. Astaga males banget deh."Ibunya Arin! Malah bengong." Dia melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.Aku mengerjap dan buru-buru menguasai diri."Eh maaf. Tapi nanya apa tadi, Bu?" tanyaku balik. Pura-pura saja aku tak denger."Si Opi gimana? Beneran dipenjara?"Aku hanya menganggu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 39POV Jayanta."Pak, Bapak baik-baik aja? Ibu juga?" tanya Mumun, ketika kami baru saja tiba di rumah. Aku baru saja mengantar Nuna vaksin ke rumah sakit bersama ibu hari ini."Apa maksud kamu Mun? Kok nanya gitu?" Ibu yang tengah kerepotan menggendong Nuna turun dari mobil balik bertanya."Loh tadi ... Nyonya Arin pergi naik ojek, katanya ...." Mumun tampak bingung."Katanya apa? Pergi kemana sampe harus naik ojek? Bukannya kamu suruh tunggu mobil dateng aja Mun," tanya Ibu lagi."Tapi Bu, tadi Nyonya bilang katanya Bapak sama Ibu kecelakaan, makanya Nyonya buru-buru pergi.""Apa?!" Aku dan ibu menyahut bersamaan karena saking kagetnya."Kecelakaan gimana? Kami baik-baik aja. Tadi menantu saya mau pergi kemana katanya?" cecar Ibu cepat. Air mukanya mendadak cemas."Nggak tahu Bu, tadi Nyonya gak sempet bilang karena ojeknya udah jalan.""Astagfirullah Jaya, kemana si Arin pergi? Dapat info dari mana dia kita kecelakaan?" Ibu mengguncang
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 40"Bu, meningan sekarang Ibu pulang aja. Ibunya Jaya lagi gak stabil," kataku pada Ibu mertua.Mulut beliau mengatup-ngatup, "loh tap-pi Jay, Arin gimana? Ibu mau tau keadaannya?""Kami sedang berusaha mencari Arin Bu, tolong jangan khawatir. Nanti Jaya kabari lagi perkembangannya ya."Dengan langkah berat, ibu mertua pun akhirnya kembali menyebrang.Aku tak tega sebetulnya, kulihat wajahnya sangat cemas ketika tadi beliau datang. Tapi gimana lagi? Ibuku malah ngamuk-ngamuk kalau ibunya Arin ada di sini."Mun, tolong bawa Ibu ke kamarnya ya," titahku pada Mumun. Dia mengangguk dan gegas membawa ibuku ke atas.Sementara itu aku kembali berjibaku dengan ponselku. Aku menghubungi teman-teman Arin melalui media sosialnya satu-satu.Meski akhirnya lagi-lagi aku harus kecewa, dari 30 orang yang kuhubungi, tak ada satu pun dari mereka yang memberiku kabar baik.Arin tak bersama atau mengunjungi mereka katanya, bahkan sudah nyaris tak pernah ket
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 41"Iya. Kami udah cerai Jay.""Kapan? Kok bisa? Apa kalian ada masalah?" tanyaku serius.Mbak Juwita menggeleng, "nggak Jay. Kami baik-baik aja. Mbak cuma bosan, Mas Lukman makin hari makin gak bisa menjalankan kewajibannya."Keningku mengerut."Dia terlalu bergantung sama Mbak Jay. Dia gak bisa berjuang sendiri sebagai seorang laki-laki. Apa-apa Mbak, apa-apa Mbak."Mulutku membola sambil manggut-manggut. Sebetulnya aku tak ingin terlalu tahu banyak hal soal rumah tangganya itu, tapi tanpa kuminta ternyata Mbak Juwita menceritakan segalanya."Mbak sedih Jay, tapi Mbak mencoba kuat. Mbak yakin satu hari nanti akan ada yang lelaki baik yang bisa menghargai Mbak dan memperlakukan Mbak sebagaimana mestinya," kata Mbak Juwita di ujung ceritanya. Dia menatapku lekat. Aku hanya mengembuskan napas panjang sambil membetulkan posisi duduk. Jujur, aku agak gak nyaman kalau Mbak Juwita menatapku begitu, aku pikir gak pantes aja rasanya.Untunglah
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 42"Ah Jay, ayolah. Suruh aku duduk atau berikan aku air dulu. Apa susahnya?""Aku sibuk. Dan rumah ini haram menyuruhmu duduk apalagi memberimu air," ketusku. Biarlah, aku mau perempuan itu cepat balik."Kata-katamu itu Jay. Kenapa sih? Aku datang ke sini dengan niat baik, aku mau mengucapkan duka cita atas kepergian istrimu. Kamu malah memperlakukanku begini," rajuknya."Ya udah. Urusanmu menyampaikan duka cita udah selesai 'kan? Sekarang silakan balik. Aku gak punya banyak waktu."Dia menarik napas panjang, "Jaaay, aku-""Eh eh eh ngapain kamu di sini pencuri?!" potong Ibu yang baru saja keluar.Alina langsung bangkit, dan dia baru akan mengalami ibuku saat dengan cepat ibu malah mengambil sandal tepleknya dari kaki."Pergi kamu! Atau sandal ini akan menampar pipimu," usir beliau sambil mengangkat sandal itu.Kontan saja si Alina mengatup-ngatup."T-Tante, tunggu Tan, jangan emosi dulu, Alin datang ke sini cuma mau menyampaikan duka ci