Kembali ke dalam sel, Mike disambut wajah duka teman-temannya. Hampir semua orang di sel juga sudah mengetahui perihal nasib malang yang dideritanya. Mike langsung membaringkan tubuhnya ke pojokan sel, menghadap dinding. Tidak ada yang berani mengajaknya bicara. Dalam tatapan kosongnya, Mike terus bertemu dengan bayang-bayang Rianti. Senyum istrinya, bahkan keributan-keributan yang dulu terjadi, Mike merindukan masa-masa itu."Apa kurangnya aku, Mike? Sampai kamu harus begitu ingin mendapatkan anak dari istri orang lain!" Mike kembali teringat pertengkaran mereka saat itu.Mike kembali menyalahkan dirinya sendiri, tentang mengapa semuanya terjadi. Dia langsung beranjak duduk, dan perlahan-lahan membenturkan kepalanya ke dinding. Semakin lama semakin keras."Bos, berhenti, Bos," ucap seorang teman Mike di sel yang langsung mencoba menghentikan Mike.Mike tak bergeming, terus mencoba membenturkan kepalanya dengan keras ke dinding. Semua orang akhirnya menahan tubuhnya, hingga menjauhi
Sebulan setelah melalui perawatan intensif di rumah sakit, Ayah Mike telah sadarkan diri dan bisa kembali ke rumah. Shock berat membuatnya tak lagi bisa bergerak bebas seperti dulu. Air matanya tumpah lagi, saat mengetahui menantu dan calon cucunya telah tiada.Ibu Mike menyimpan nomor ponsel Vyolin, dan sering meminta Vyolin untuk datang berkunjung. Seperti hari ini, Vyolin membawa Vyona datang ke rumah keluarga besar Baskoro Group. Menghibur orang tua Mike yang masih merasa berduka."Kalian orang-orang yang baik," ucap Ayah Mike saat Vyolin mengupaskan buah jeruk untuknya."Anda juga, Pak," sahut Vyolin lalu tersenyum."Di mana suamimu?" tanya Ayah Mike. Sudah beberapa kali dia menanyakan Kevin. "Masih di kantor, Pah. Sudah dibilang dari tadi," sahut Ibu Mike dengan raut kesal karena Ayah Mike terus mengulang pertanyaan.Sesuatu terjadi pada saraf otak Ayah Mike, membuatnya sulit konsentrasi dan mudah lupa. "Ah, iya. Mau kah suamimu melanjutkan bisnis kami?" tanya Ayah Mike tiba-t
Pukul delapan pagi, tepat di pertengahan musim dingin. Masjid Jami Tokyo, tampak ramai menggelar acara pernikahan Tomo dan Donita. Keluarga inti Tomo datang, juga beberapa teman lamanya yang asli tinggal di Jepang. Donita hanya mengundang Hendrik dan Brandon, sedang pernikahannya akan diwakilkan wali hakim.Menggunakan gaun pengantin serba putih, Donita terlihat begitu cantik. Dengan kerudung warna senada berhiaskan renda-renda rajutan sederhana, Donita menjadi pusat perhatian semua yang datang. Tomo terus tersenyum melihat gadis cantik yang kini duduk di sampingnya, sosok yang akan mendampinginya menjalani sisa waktu seumur hidup."Nih, tissu," ucap Brandon menjulurkan sebungkus kecil tisu saku."Ish, kain serbet aja kalau ada," sahut Hendrik ketus."Hahaha. Gak nyangka, ya. Donita akan nikah ngeduluin kita," ujar Brandon sembari menikmati kue cemilan manis yang disediakan keluarga pengantin."Cewek kan memang gitu, selalu pengen ngeduluin," sahut Hendrik."Kita pulang dari sini, har
Langit seketika mendung, saat Vyolin dan Kevin baru saja membawa Vyona memasuki mobil. Mereka berencana untuk makan malam di sebuah restoran mewah, bertepatan dengan hari jadi pernikahan mereka yang ke delapan tahun. Karena khawatir pada cuaca takut semakin buruk, Vyolin pun mengatakan pada Kevin untuk di menunda rencana mereka."Aku sudah booking mejanya, Sayang," ucap Kevin menyesal."Gak apa-apa, Mas. Mungkin bukan rejeki kita," sahut Vyolin."Jadi? Gimana?" tanya Kevin sambil menggendong Vyona masuk ke rumah."Kamu bawa Vyona ke kamar, aku akan siapkan makan malam," jawab Vyolin sambil lalu menuju dapur.Kevin membawa Vyona ke kamar, memberikan susu dan menggendong bayi kecilnya itu sampai akhirnya tertidur. Saat Vyona telah tertidur, Kevin pun langsung pergi ke dapur.Area makan tampak gelap, hanya ada penerangan dari tiga lilin yang menyala di meja makan. Asap masih mengepul dari dua piring berisi spagheti dengan saus tomat bertoping keju. Kevin tersenyum, melihat hasil kerja Vy
Hampir satu jam sudah, Kevin belum merasa siap untuk keluar dari toilet rumah sakit yang dimasukinya. Matanya semakin berair, setiap kali teringat janji setia yang selalu diucapkan Vyolin padanya.Dua jam yang lalu, ketika langit Jakarta sedang begitu cerah. Kevin merasa seperti telah tersambar petir, saat menemukan perempuan yang sangat dicintainya itu tidak sadarkan diri di dalam kamar mandi rumah mereka."Saya baru saja pulang dari bekerja, dan saya melihatnya sudah terbaring tak sadarkan diri di lantai kamar mandi," ungkap Kevin pada seorang dokter perempuan yang memintanya datang ke sebuah ruangan khusus.Sejak tiba di rumah sakit, Kevin merasa begitu ketakutan. Selama ini Vyolin, istrinya itu selalu memberinya kejutan yang menyenangkan. Tidak pernah terbesit dalam pikiran Kevin bahwa kejutannya kali ini akan berada di rumah sakit."Anda tidak perlu terlalu khawatir, Tuan Kevin Durrel. Istri anda baru saja melewati masa kr
"Ingat, aku satu-satunya yang mengetahui soal itu. Terus kenapa?" tanya Julia."Kenapa kata kamu? Kehamilan Vyolin, apa kamu gak curiga?" Kevin beranjak dari kursi dengan wajah memerah. Berdiri begitu saja sambil menatap tak jelas arah."Omong kosong! Apa kamu sudah kehilangan akal? Kamu mencurigai istri kamu tidur dengan laki-laki lain?" sahut Julia memasang wajah kesal.Kevin diam saja lalu kembali duduk di tempatnya semula. Memegangi kepala seperti sedang menanggung kesakitan luar biasa."Kita tahu sebaik apa Vyolin. Gak seharusnya kamu berpikiran seperti itu. Ini adalah keajaiban, dan kamu harusnya sangat bersyukur pada Tuhan atas hal ini. Aku gak menyangka kamu akan menyimpan pikiran buruk. Apa selama ini kamu berputus asa dengan keadaan kamu?" ucap Vyolin sambil memegangi sebelah tangan Kevin. "Aku bahkan baru berencana untuk bayi tabung, dan sebenarnya … aku melihat sikap Vyolin agak aneh akhir-akhir ini, Julia," lirih Kevin dengan nada suara yang kembali mencoba tenang."Lupa
"Apa maksud kamu? Apa kami telah berbuat kesalahan sama kamu selama liburan kita?" tanya Sarah cepat."Ya, tentu. Ini salah kalian! Kalian yang ngasih aku minuman malam itu, padahal kalian tahu aku gak pernah minum!" jawab Vyolin dengan wajah memerah."Ya, bukan kah itu bukan masalah besar?" tanya Sarah tanpa ekspresi terkejut."Itu sumber masalah besar, dan aku merasa akan benar-benar jadi orang gila sekarang!" jawab Vyolin dengan tiba-tiba saja menjatuhkan gelas jus ke lantai.Sarah begitu terkejut dan terperanjat dari kursinya, dia hanya bisa melihat saja pada pecahan kaca yang berserakan di hadapan mereka. Kini mereka menjadi perhatian setiap orang di cafe. Kevin yang sejak tadi hanya melihat dari luar kafe pun segera masuk menghampiri Vyolin.**Kevin segera membawa Vyolin pulang, setelah menyelesaikan masalah di cafe. Sepanjang perjalanan, Kevin terus memperhatikan Vyolin. Berpikir keras mengap
"Kenapa bisa gitu?" lirik Anne heran."Bayinya, seperti tidak diinginkan oleh Vyolin," ucap Sarah."Ya, tapi kenapa? Bukannya mereka menunggu selama tujuh tahun untuk memiliki bayi sendiri?" tanya Selena lagi."Kita lupakan dulu soal bayi. Sekarang, aku mau bahas soal apa yang Vyolin bilang di kafe. Dia bilang kalau kita adalah sumber masalahnya. Coba kalian ingat apa aja yang kita lakukan selama berlibur tiga hari di Bali," jawab Sarah.Anna menghembuskan nafas kasar, sedangkan Selena langsung memijat keningnya sendiri sembari memikirkan ucapan Sarah.Lima bulan yang lalu, mereka berlibur ke Bali untuk merayakan hari ulang tahun Anna. Saat itu mereka memutuskan untuk membuat pesta persahabatan. Tidak ada yang membawa suami atau anak-anak.Vyolin merasa senang bersama dengan para sahabatnya, akan tetapi dia tetap berusaha untuk mengontrol diri. Tak seperti ketiga sahabatnya yang minum-minum hampir se