Share

BAB 8. Celoteh Tetangga

Kepulangan Kevin dan Vyolin dari rumah sakit kali ini, rupanya mendapat sambutan dari para tetangga di sekitar kediaman mereka. Pagi-pagi sekali beberapa ibu yang usianya di atas Vyolin, telah berkumpul di depan pagar rumah sambil memegangi bungkus sayuran yang baru mereka beli.

"Bener kan, itu Nak Kevin dan istrinya baru pulang," ucap salah seorang ibu berperawakan paling gemuk ketika Kevin dan Vyolin baru saja turun dari mobil.

Vyolin menatap sekilas saja pada tetangga-tetangganya, lalu memilih untuk cepat masuk ke dalam rumah. Kevin yang merasa tak enak hati dengan sikap Vyolin,  segera meminta para tetangga untuk masuk saja ke teras rumahnya..

Pagar rumah Kevin jarang terbuka, karena Vyolin memang tak begitu suka berinteraksi dengan tetangga. Pernah dia belanja sayuran di gerobak tukang sayur keliling, akan tetapi para tetangga sibuk menyerangnya dengan pertanyaan seputar kenapa belum memiliki anak. Dan itu menjadi kali terakhir Vyolin belanja di tukang sayur keliling.

"Nak Kevin, maaf. Mbak Vyolin sakit apa ya?" tanya Bu Surti, tetangga paling gemuk tadi.

"Egh, istri saya kemarin asam lambungnya naik, Bu. Gak kuat makan pedas. Kebetulan sekarang sedang hamil," jawab Kevin dengan bicaranya yang selalu ramah dibarengi senyuman.

"Ooh, lagi hamil. Wah, gak nyangka ya. Akhirnya Mbak Vyolin bisa hamil. Selamat ya, Nak Kevin," seru Bu Surti dengan senyum sumringah.

Ibu-ibu itu tampak terkejut dan secara bergantian langsung mengucapkan selamat pada Kevin. Mereka juga mulai berbisik ingin menanyakan banyak hal. Namun, Bu Surti adalah yang paling berani untuk unjuk suara.

"Hamilnya normal, Nak Kevin? Eh, maksud saya, apa kalian mencoba bayi tabung, atau memang hamil alami?" tanya Bu Surti dibarengi tatapan penasaran tetangga yang lain.

"Mm, hamil alami kok, Bu," jawab Kevin.

"Wah, syukurlah kalau begitu. Tapi saya lihat, Mbak Vyolin kayak kurusan ya sekarang. Sudah berapa bulan?" tanya Bu Surti lagi.

"Sudah lima bulan, Bu. Memang keadaannya tidak terlalu sehat, mungkin bawaan hamil," jawab Kevin.

"Duh, kasian. Memang kalau hamil di usia yang sudah terlalu dewasa, biasanya beresiko kesehatan menurun, Nak Kevin. Seperti teman saya dulu, semasa hamil sakit-sakitan. Eh, ternyata sampai bayinya pun lahir prematur dan sakit-sakitan. Kasian banget," ungkap Bu Surti.

"Doakan yang baik-baik saja ya, Bu. Untuk keluarga kami," sahut Kevin cepat.

"Oh, iya, Nak. Pasti, semoga ibu dan dedek bayinya bisa sehat-sehat terus. Kalau gitu, ayuk! Ibu-ibu, kita pulang masak dulu."

Kevin tersenyum lega ketika Bu Surti dan tetangga lainnya dengan cepat pamit pulang. Tak lagi dia perlu mendengar ucapan-ucapan yang cukup membuatnya merasa khawatir.

Baru saja saat Kevin berjalan masuk ke dalam rumahnya, dia dikejutkan dengan keberadaan Vyolin yang berdiri di balik pintu. Wajah istrinya itu sudah tak bersemangat sejak pagi, dan kini terlihat basah lagi.

"Sayang, aku pikir kamu sudah istirahat di dalam kamar," ucap Kevin lalu mendekati Vyolin.

"Yang Bu Surti bilang itu ada benarnya, Mas. Kalau ibunya saja sudah sakit-sakitan, anaknya pasti nanti sakit-sakitan juga," sahut Vyolin sambil mengusap air mata yang mengalir ke pipinya.

"Bu Surti bukan dokter, bukan juga Tuhan yang harus diyakini setiap perkataannya. Sudah, lah. Ayo aku antar ke kamar," ucap Kevin.

"Tapi mungkin aja kan, Mas? Usiaku juga sudah gak muda untuk hamil. Bisa aja nanti kejadian beneran!"

Kevin menatap lekat pada Vyolin, hingga Vyolin tak ada keberanian untuk membalas tatapan suaminya itu. Kevin mengacak rambut dengan kasar, lalu membuang tatapannya ke sudut lain rumah.

"Terus … Kamu mau gimana? Kamu mau buang bayi tak berdosa dalam perut kamu itu? Kamu mau buang anak kita hanya karena percaya dengan ucapan Bu Surti?"

Mendengar pertanyaan Kevin, Vyolin ingin sekali berkata "Iya!" Akan tetapi, suara itu hanya bisa tertahan di dadanya.

"Kalau kamu sudah merasa dewasa, harusnya kamu gak pernah punya pikiran seperti itu, Vyolin. Aku sangat mencintai kamu, mencintai bayi kita. Dan aku akan selalu mengusahakan yang terbaik untuk kalian. Cuma aku, bukan Bu Surti," ucap Kevin penuh penekanan sembari memegangi erat kedua tangan Vyolin.

Vyolin melepaskan pegangan tangan Kevin, lalu berjalan cepat ke kamar mereka. Perasaannya menjadi semakin tak karuan setelah menguping pembicaraan Kevin dengan Bu Surti tadi. 

Vyolin merasa takut, anak yang akan lahir dari rahimnya hanya akan membawa kesulitan dalam kehidupannya bersama Kevin.

"Sayang …?" Kevin mendekati Vyolin yang duduk meringkuk di tepi kasur, lalu melingkarkan kedua tangannya memeluk punggung Vyolin.

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu gak pernah tanya kenapa aku begini?" ucap Vyolin tiba-tiba, lalu kembali terdengar isak tangisnya.

"Kamu sudah mau cerita? Aku gak akan memaksa kalau kamu belum mau cerita sekarang," sahut Kevin cepat.

Vyolin menghela napas, karena kenyataannya dia belum ada sedikit pun keberanian untuk mengatakan pada Kevin apa yang telah menyiksa perasaannya selama ini.

"Ya, Tuhan. Sebenarnya siapa ayah dari bayi di rahimku ini...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status