Kepulangan Kevin dan Vyolin dari rumah sakit kali ini, rupanya mendapat sambutan dari para tetangga di sekitar kediaman mereka. Pagi-pagi sekali beberapa ibu yang usianya di atas Vyolin, telah berkumpul di depan pagar rumah sambil memegangi bungkus sayuran yang baru mereka beli.
"Bener kan, itu Nak Kevin dan istrinya baru pulang," ucap salah seorang ibu berperawakan paling gemuk ketika Kevin dan Vyolin baru saja turun dari mobil.Vyolin menatap sekilas saja pada tetangga-tetangganya, lalu memilih untuk cepat masuk ke dalam rumah. Kevin yang merasa tak enak hati dengan sikap Vyolin, segera meminta para tetangga untuk masuk saja ke teras rumahnya..Pagar rumah Kevin jarang terbuka, karena Vyolin memang tak begitu suka berinteraksi dengan tetangga. Pernah dia belanja sayuran di gerobak tukang sayur keliling, akan tetapi para tetangga sibuk menyerangnya dengan pertanyaan seputar kenapa belum memiliki anak. Dan itu menjadi kali terakhir Vyolin belanja di tukang sayur keliling."Nak Kevin, maaf. Mbak Vyolin sakit apa ya?" tanya Bu Surti, tetangga paling gemuk tadi."Egh, istri saya kemarin asam lambungnya naik, Bu. Gak kuat makan pedas. Kebetulan sekarang sedang hamil," jawab Kevin dengan bicaranya yang selalu ramah dibarengi senyuman."Ooh, lagi hamil. Wah, gak nyangka ya. Akhirnya Mbak Vyolin bisa hamil. Selamat ya, Nak Kevin," seru Bu Surti dengan senyum sumringah.Ibu-ibu itu tampak terkejut dan secara bergantian langsung mengucapkan selamat pada Kevin. Mereka juga mulai berbisik ingin menanyakan banyak hal. Namun, Bu Surti adalah yang paling berani untuk unjuk suara."Hamilnya normal, Nak Kevin? Eh, maksud saya, apa kalian mencoba bayi tabung, atau memang hamil alami?" tanya Bu Surti dibarengi tatapan penasaran tetangga yang lain."Mm, hamil alami kok, Bu," jawab Kevin."Wah, syukurlah kalau begitu. Tapi saya lihat, Mbak Vyolin kayak kurusan ya sekarang. Sudah berapa bulan?" tanya Bu Surti lagi."Sudah lima bulan, Bu. Memang keadaannya tidak terlalu sehat, mungkin bawaan hamil," jawab Kevin."Duh, kasian. Memang kalau hamil di usia yang sudah terlalu dewasa, biasanya beresiko kesehatan menurun, Nak Kevin. Seperti teman saya dulu, semasa hamil sakit-sakitan. Eh, ternyata sampai bayinya pun lahir prematur dan sakit-sakitan. Kasian banget," ungkap Bu Surti."Doakan yang baik-baik saja ya, Bu. Untuk keluarga kami," sahut Kevin cepat."Oh, iya, Nak. Pasti, semoga ibu dan dedek bayinya bisa sehat-sehat terus. Kalau gitu, ayuk! Ibu-ibu, kita pulang masak dulu."Kevin tersenyum lega ketika Bu Surti dan tetangga lainnya dengan cepat pamit pulang. Tak lagi dia perlu mendengar ucapan-ucapan yang cukup membuatnya merasa khawatir.Baru saja saat Kevin berjalan masuk ke dalam rumahnya, dia dikejutkan dengan keberadaan Vyolin yang berdiri di balik pintu. Wajah istrinya itu sudah tak bersemangat sejak pagi, dan kini terlihat basah lagi."Sayang, aku pikir kamu sudah istirahat di dalam kamar," ucap Kevin lalu mendekati Vyolin."Yang Bu Surti bilang itu ada benarnya, Mas. Kalau ibunya saja sudah sakit-sakitan, anaknya pasti nanti sakit-sakitan juga," sahut Vyolin sambil mengusap air mata yang mengalir ke pipinya."Bu Surti bukan dokter, bukan juga Tuhan yang harus diyakini setiap perkataannya. Sudah, lah. Ayo aku antar ke kamar," ucap Kevin."Tapi mungkin aja kan, Mas? Usiaku juga sudah gak muda untuk hamil. Bisa aja nanti kejadian beneran!"Kevin menatap lekat pada Vyolin, hingga Vyolin tak ada keberanian untuk membalas tatapan suaminya itu. Kevin mengacak rambut dengan kasar, lalu membuang tatapannya ke sudut lain rumah."Terus … Kamu mau gimana? Kamu mau buang bayi tak berdosa dalam perut kamu itu? Kamu mau buang anak kita hanya karena percaya dengan ucapan Bu Surti?"Mendengar pertanyaan Kevin, Vyolin ingin sekali berkata "Iya!" Akan tetapi, suara itu hanya bisa tertahan di dadanya."Kalau kamu sudah merasa dewasa, harusnya kamu gak pernah punya pikiran seperti itu, Vyolin. Aku sangat mencintai kamu, mencintai bayi kita. Dan aku akan selalu mengusahakan yang terbaik untuk kalian. Cuma aku, bukan Bu Surti," ucap Kevin penuh penekanan sembari memegangi erat kedua tangan Vyolin.Vyolin melepaskan pegangan tangan Kevin, lalu berjalan cepat ke kamar mereka. Perasaannya menjadi semakin tak karuan setelah menguping pembicaraan Kevin dengan Bu Surti tadi. Vyolin merasa takut, anak yang akan lahir dari rahimnya hanya akan membawa kesulitan dalam kehidupannya bersama Kevin."Sayang …?" Kevin mendekati Vyolin yang duduk meringkuk di tepi kasur, lalu melingkarkan kedua tangannya memeluk punggung Vyolin."Kenapa, Mas? Kenapa kamu gak pernah tanya kenapa aku begini?" ucap Vyolin tiba-tiba, lalu kembali terdengar isak tangisnya."Kamu sudah mau cerita? Aku gak akan memaksa kalau kamu belum mau cerita sekarang," sahut Kevin cepat.Vyolin menghela napas, karena kenyataannya dia belum ada sedikit pun keberanian untuk mengatakan pada Kevin apa yang telah menyiksa perasaannya selama ini."Ya, Tuhan. Sebenarnya siapa ayah dari bayi di rahimku ini....""Maaf, kayaknya saya salah kamar," ucap Vyolin setelah dengan samar melihat ada sosok laki-laki di dalam kamar hotel yang dimasukinya."Hey, kamu Vyolin kan? Temannya Anna!" Laki-laki itu menahan lengan Vyolin dan menghalangi pintu dengan tubuhnya."Maaf, saya harus keluar," ucap Vyolin dengan tubuh lemas berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan laki-laki itu."Jangan buru-buru, dong. Aku Mike, kamu ingat kan? Ayo, kita ngobrol dulu cantik."Vyolin masih begitu jelas mengingat siapa Mike, dan dia semakin berusaha keras untuk lepas dari cengkraman laki-laki itu. Namun, Vyolin kehilangan tenaganya. Mike dengan sebelah tangannya saja, mampu menarik tangan Vyolin hingga terjatuh di samping tempat tidur."Santai dulu, cantik. Kita ngobrol-ngobrol dulu," ucap Mike sembari mengangkat tubuh langsing Vyolin ke atas tempat tidur.Vyolin kembali berusaha untuk bangkit, akan tetapi kedua tangan besar Mike telah kembali mencengkram pundak Vyolin. Vyolin berusaha mendorong dan memukul tubuh
"Vyolin?" Kevin telah terbangun dan menyadari ketiadaan Vyolin di sisinya.Kevin mendengar suara air dari kamar mandi, dia pun bergegas turun dari tempat tidur dan berlari ke depan pintu kamar mandi. Namun, pintunya telah dikunci."Vyolin, kamu di dalam? Kamu lagi mandi, ya?" ucap Kevin sambil menempelkan sebelah telinganya ke pintu.Vyolin tak menghiraukan pertanyaan Kevin, dan memilih untuk diam saja menggigil di dalam bath-up. Kevin yang semakin khawatir, segera saja berusaha mendobrak pintu kamar mandi. "Vyolin!"Begitu pintu berhasil terbuka, Kevin segera meraup tubuh Vyolin dari dalam bath-up. Membalut tubuh polos istrinya dengan handuk dan membawanya langsung ke atas tempat tidur."Kamu ngapain sih, Sayang? Kamu mandi berendam pakai air dingin! Harusnya kamu bangunin aku, aku pasti siapkan air hangat untuk kamu," ucap Kevin sembari mengeringkan tubuh dan rambut Vyolin. Vyolin menatap lekat wajah Kevin yang begitu khawatir, lalu air matanya kembali mengalir. Semakin deras air
Mike yang begitu emosi, mengabaikan pertanyaan temannya.Ia justru segera pergi meninggalkan Bar Colloseum. Menyalakan mesin ferarrinya dan melaju kencang tak tentu arah di jalanan. Dicengkramnya kuat kemudi mobil, menyalip setiap kendaraan yang berada di depannya.Ia benci ada yang meragukan kejantanannya sekalipun hanya bercanda.Dring!Ponsel Mike yang tergeletak di dekat kemudi tiba-tiba berbunyi, terlihat di layar ponsel panggilan telepon dari perempuan yang belum lama dia antar pergi ke bandara. Rianti, sebiasa itu Mike memberi nama nomer istrinya di ponselnya."Iya, Honey. Kenapa?" Meski malas, Mike akhirnya menepikan mobil ke tepian jalan depan sebuah mini market."Kamu di rumah kan?" tanya Rianti yang baru saja mendarat di Bandara Kuala Lumpur."Ya iya lah. Kenapa memang?" jawab Mike cepat."Kamu berantem sama Stephen?" Dahi Mike mengkerut mendengar pertanyaan Rianti, istrinya itu memang selalu bisa tahu apa yang Mike lakukan meski mereka tak selalu bersama "Stephen ngadu
Selang berapa lama setelah menyambut kedatangan Julia di rumahnya, kini Vyolin harus bersiap untuk menyambut datangnya ketiga sahabatnya itu. Dia merasa berat untuk bertemu, sampai berpikir untuk tak keluar saja dari kamarnya. Namun, dia teringat wajah Kevin dan berusaha untuk memperbaiki semuanya.Lima bulan lebih tidak bertemu, bahkan tak pernah bicara lewat telepon atau pesan singkat. Pertemuan Vyolin dan ketiga sahabatnya pun menjadi mengharukan. Selena dan Anna menangis sambil memeluk Vyolin, padahal Sarah sudah mengingatkan mereka untuk bersikap seolah tidak pernah terjadi hal buruk apa pun."Ayo, silahkan dinikmati minumannya. Kue brownies ini baru aku bikin pagi tadi, rasanya pasti tidak akan mengecewakan," ucap Julia yang sibuk sendirian memberikan jamuan ke meja ruang tamu."Ya ampun, Kak. Kayak nyambut tamu dari mana aja. Gak usah repot-repot," sahut Sarah yang merasa tidak enak karena mereka semua tahu bahwa Julia adalah saudara sepupu Kevin."Ah, biasa aja, kok. Kalian ng
Berada di lingkungan yang selalu peduli dan mendukungmu, memang salah satu hal yang harus disyukuri. Kini Vyolin bisa merasakan lagi kehangatan di dalam hatinya, setelah sekian lama merasa begitu tertekan sendirian.Beberapa helai pakaian Kevin dari lemari, telah Vyolin masukkan ke dalam koper. Tak lupa dia memasukkan juga handuk baru dan perlengkapan mandi, dan suplemen vitamin. Kevin yang baru keluar dari kamar mandi pun terkejut melihat kesibukan Vyolin menyiapkan kopernya. Kini dia merasa istrinya yang dulu telah kembali."Sayang, aku bisa kok siapkan sendiri," ucap Kevin sambil meletakkan bokongnya yang hanya terbelit handuk ke atas kasur."Nanti pasti gak rapi kalau kamu siapkan sendiri. Aku gak mau ada yang kelupaan," sahut Vyolin.Koper yang telah siap, Vyolin letakkan di samping tempat tidur. Saat Vyolin berjalan akan melewatinya, langsung saja kedua tangan Kevin menarik tubuh Vyolin ke dalam pangkuannya.Vyolin merasa terkejut, lalu berdiri di hadapan Kevin dengan kedua tan
Keluarga besar Baskoro Group, mengadakan dinner reuni di kediaman orang tua Mike malam ini. Reuni itu rutin dilakukan setahun sekali, dan rumah orang tua Mike sering dipilih karena kemegahan dan pengaruh mereka yang terkuat dalam group bisnis keluarga.Rianti yang baru saja mengambil cuti seminggu dari pekerjaannya pun hadir menemani Mike. Dia tampil glamour dengan mini dress berwarna hitam dan perhiasan berlian berkilau yang dikenakannya, membuatnya menjadi yang paling cantik dan menarik perhatian semua orang di sana.Mike yang datang hanya karena terpaksa, memilih untuk tampil seperti apa adanya dirinya sehari-hari. Hanya mengenakan celana jeans dan kemeja warna senada dengan Rianti. Dia tak peduli pada para sepupu yang mulai saling berbisik mengomentari."Dinner sudah selesai, dan kalian baru datang," ucap Nyonya Ani Baskoro, ibu Mike, sambil menatap sinis pada Rianti."Maaf, Mah. Tadi mobil aku mogok," sahut Mike cepat samb
Kecelakaan yang terjadi enam bulan lalu, tak membuat Mike merasa trauma sedikit pun. Balapan motor atau mobil, baginya sama saja. Pelampiasan terbaiknya untuk menyudahi rasa kesal tetap lah melaju liar di jalanan.Tujuannya adalah klub malam langganan, dan tibanya dia di parkiran hampir berbarengan dengan kedatangan Stephen. Stephen dengan senyum mengembang, turun dari mobil segera menghampiri Mike."Gak nyangka ketemu di sini, selamat ya, Bro!" Stephen memberi rangkulan persahabatan dan menepuk pundak Mike beberapa kali."Selamat apaan, nih?" Tiba-tiba saja datang Rion dari arah belakang mereka, rupanya dia juga baru tiba bersama dengan motor sportnya."Hey, Rion. Kamu belum tahu, ya? Baskoro Group baru saja mengumumkan, siapa pemegang saham terbesar di kerajaan bisnis mereka. Dan kamu tahu siapa? Yeah, Bro! Mike Baskoro, sohib kita ini," ungkap Stephen dengan penuh rasa bangga.Mike belum lupa, pada pukulan yang malam itu dia layangkan ke wajah Stephen. Namun, dia tak menyangka bahw
Sejak pertemuan di Bandara, dan setibanya di Banjarmasin, Kevin belum bicara banyak dengan dua orang yang menemani kunjungannya kali ini. Karyawan baru yang disarankan kantor agar bisa belajar dan memiliki pengalaman mengunjungi beberapa klien di luar daerah bersama Kevin.Bisma dan Haikal, nama mereka yang selalu memandang segan kepada Kevin. Di kantor, Kevin sudah terkenal sebagai manajer yang tak banyak bicara dan tak suka terlalu bergaul dengan karyawan lain. Namun, Kevin selalu memiliki performa yang bagus hingga menjadi panutan para rekannya."Kamu baru menikah, ya?" Kevin baru menyadari ada hiasan warna merah di punggung tangan Haikal.Haikal yang baru saja akan mengangkat sendok untuk menikmati makan siangnya pun merasa terkejut. Segera mengangguk pada Kevin."Kapan nikahnya? Kok saya gak tahu ada karyawan yang nikah," tanya Kevin lagi sambil makan siang dengan santai."Maaf, Pak Kevin. Waktu itu saya sudah berikan undangannya ke ruangan Bapak," jawab Haikal."Oh ya? Ohh, maa