Share

RF7

Dalam kejadian yang begitu cepat, Tom terserempet mobil jeep yang melaju tak terkendali. Pria itu terhempas di aspal, tergeletak tak berdaya. Seketika jalanan yang tadinya sepi, menjadi ramai oleh orang-orang yang keluar dari bangunan di sekitar tempat kejadian.

Sebuah ambulans datang setelah seseorang berinisiatif menelponnya. 

Nahasnya, pada saat kejadian, Tom tidak membawa tanda pengenal. Hanya ada sebuah dompet dengan uang seratus dollar di dalamnya. Uang terakhir yang ia terima dari George, sebagai modal untuk melanjutkan hidup, setelah semua fasilitas untuknya dibekukan oleh George akibat kesalahan Tom sendiri.

Seorang polisi yang hadir di tempat itu mengatakan pada petugas medis bahwa tidak ada seorang pun yang mengenal Tom. Sehingga dengan terpaksa Tom harus dibawa ke rumah sakit tanpa pendampingan siapa pun.

Akan tetapi saat pintu belakang ambulan ditutup dan mesin mobil itu dinyalakan, Ruby - yang saat itu baru saja keluar dari restoran seusai bekerja di restoran yang ada di depan jalanan tersebut - mengatakan pada petugas bahwa ia ingin menyertai Tom ke rumah sakit.

Ruby yang melihat kecelakaan itu dengan jelas, berpikir bahwa nanti mungkin keterangannya akan berguna bagi Tom. Gadis itu berencana akan menemani hingga Tom mendapatkan perawatan dokter saja. Setelahnya, ia akan pulang karena hari juga sudah larut.

Sesampainya di rumah sakit, ternyata rencana Ruby tidak berlangsung dengan baik. Dokter yang memeriksa Tom menyatakan lelaki yang baru saja terserempet itu mengalami patah tulang yang cukup serius, menyebabkan tulang kakinya bengkok dan harus dioperasi secepatnya.

Dokter memerlukan tanda tangan keluarganya sebagai prosedur yang harus dilengkapi sebelum operasi dijalankan. Karena hanya ada Ruby di sana, maka gadis itu dengan terpaksa membubuhkan tanda tangannya agar Tom bisa segera ditangani.

Operasi berjalan lancar, berbeda dengan rencana Ruby yang gagal. Gadis itu mau tidak mau tetap tinggal di rumah sakit hingga akhirnya Tom sadar dan kedua insan itu pun bertemu untuk pertama kalinya. 

Kebaikan dan kesederhanaan Ruby ditambah dengan parasnya yang cantik alami membuat Tom jatuh cinta. Lelaki itu merasa Ruby adalah pelabuhan terakhir dirinya. 

Awalnya Tom tidak sadar bahwa Ruby adalah gadis yang harus ia dekati. Saat itu Tom hanya berpikir bahwa antara Ruby yang dimaksud oleh George dengan Ruby yang berkenalan dengannya adalah dua orang yang berbeda. Hingga suatu waktu Tom menemukan bukti di apartemen Ruby bahwa Ruby-nya adalah Ruby Thompson alias Catherine Willow. Ditambah lagi, sejak George mengetahui bahwa mereka menjalin hubungan, ayah angkat Tom itu sedikit demi sedikit mengembalikan fasilitas untuk Tom yang sebelumnya ia bekukan. Hal itu membuat Tom semakin yakin akan hubungannya dengan Ruby.

Hingga akhirnya kedua insan yang telah menjadi sepasang kekasih itu sepakat untuk bertunangan.

***

Dering suara ponsel menyadarkan Tom dari lamunan. Lelaki itu merogoh sakunya untuk menjawab panggilan tersebut.

Nama Clara tertera di layar.

"Hallo."

"Tom, dimana kamu?"

"Kenapa?"

"Cepat ke sini! Ada banyak wartawan datang mencarimu."

"Dan mencari si perempuan kampungan itu." Terdengar suara lain di seberang telepon.

Tom mendengus. "Hadapi saja. Bukankah kau sudah berpengalaman menghadapi wartawan?"

Suara tawa Clara terdengar jelas.

"Ya itu benar. Tapi bukan untuk mengurusi hal remeh tentang si kampungan itu. Aku ngga ada sangkut pautnya dengan dia. Ish."

"Diam kamu!"

"Pulang, Tom. Ayah mencarimu!"

Tom menghela napas kasar. Apalagi ini? Bukannya aku disuruh mencari Ruby? Kenapa malah disuruh pulang? Aneh, pikir Tom.

"Pulang sekarang. Kalau tidak nanti aku akan …." Clara bicara dengan suara terdengar sinis.

"Oke." Tom memutus percakapan lalu mematikan ponselnya.

Lelaki itu bangkit dengan malas dari posisi duduknya. Dimasukkannya cincin milik Ruby ke dalam kantung jas yang ia kenakan. 

Tak lama kemudian ,Tom keluar dari gedung apartemen dan pergi dengan mobilnya kembali ke rumah mewah itu tanpa menyadari ada dua pasang mata yang mengintipnya dari balik lorong di samping apartemen.

"Dia sudah pergi," ujar Alena. Ditepuknya bahu Ruby yang masih berdiri sambil melongok ke arah jalan raya.

Ruby bergeming. Wajah gadis itu nampak pucat dengan mata yang memerah dan basah.

"Rub, dia sudah pergi. Ayo! Katamu kita tidak boleh terlambat," lanjut Alena lagi.

"Ternyata sesakit ini rasanya, Al."

"Apa kau yakin dengan rencanamu? Sudah kau pikirkan lagi kah rencanamu itu? Jangan gegabah, Ruby."

Ruby mengangguk. "Tak ada yang bisa diharapkan dari hubungan yang dijalin di atas kebohongan, Al. Bila seseorang benar-benar mencintai kita, harusnya dia bisa menerima kita apa adanya dan tidak malu mengakui diri kita  seperti apa pun latar belakang kita."

Alena mengangguk kecil untuk sebagai bentuk dukungan terhadap Ruby. Meski sebenarnya sahabat Ruby itu tidak terlalu paham juga dengan maksud Ruby  itu, karena Ruby belum sempat menceritakannya.

Tak lama kemudian sebuah taksi melintas. 

Alena dengan sigap menyetop taksi itu dan membiarkan Ruby masuk ke dalam kendaraan itu lebih dulu, baru setelahnya ia masuk setelah menyapu pandang ke sekeliling, memastikan tak ada yang memperhatikan mereka.

"Bandara Woodstock, Pak," perintah Ruby pada supir taksi yang bernama Alex.

Alex mengangguk dan melajukan kendaraan tersebut setelah memasukkan joper Ruby ke dalam bagasi.

Begitu Alex duduk di kursi supir, ia memandang kedua penumpangnya itu dari kaca spion tengah. Begitu menyadari bahwa ia baru saja menonton siaran langsung tentang pertunangan Tom dan Ruby, dimana di layar televisi itu ada foto Ruby, Alex mengangguk-angguk dan nampak gelisah.

Ruby yang menyadari perubahan raut wajah Alex pun bertanya pada lelaki itu karena penasaran. "Ada apa, Pak?"

"Ah, tidak. Tidak ada apa-apa." Alex mengusap tengkuknya untuk menghalau canggung.

Alena mengangkat dagunya saat berpandangan dengan Ruby, bertanya pada melalui isyarat.

Ruby mengangkat kedua bahu sebagai tanda dia tidak terlalu peduli.

Alena yang penasaran bertanya pada sang supir. "Ada apa, Pak? Apa ada yang aneh?"

Alex kembali menggeleng kemudian melirik spion tengah bersamaaa6brgemenatapnya melaluispion yang sama.

"Apa Bapak baru saja melihat saya di berita?" tanya Ruby tanpa basa-basi.

Alex berjengit. Pria itu bampak salah tingkah. Ia berusaha mengabaikan pertanyaan yang diajukan padanya  dengan membaca buku pelajaran yang dipinjamnya dari kantor.

"Kalau Bapak tahu sesuatu, bilang saja Pak. Barangkali pengetahuan Bapak itu berguna bagi kami." Alena beralasan. Gadis itu mengedipkan sebelah matanya pada Ruby. Memberi kode agar Ruby mengikuti rencananya.

Alex berdehem. Lalu sambil sesekali melirik ke kaca spion tengah dan samping, supir taksi itu mulai bicara.

"Ah, maafkan saya sudah lancang, Nona. Saya hanya berpikir, sepertinya saya tadi melihat nona ini di layar televisi. Ah, tapi mungkin saja saya salah lihat, Nona." Alex nampak salah tingkah saat mengatakan hal itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status