Share

RF2

Mobil Dodge sewaan yang ditumpangi Tom dan Ruby sampai di sebuah rumah besar.  Tom yang duduk di samping Ruby, tersenyum ketika melihat sekumpulan orang yang ada di sana. Di dada mereka tersemat name tage yang bertuliskan nama dan nama beberapa stasiun tivi.

Ruby memandang Tom sejenak begitu dia melihat pemandangan yang sama. Lalu ia mengerutkan alis saat mobil itu berhenti dan orang-orang yang dilihatnya tadi segera mengerumuni mobil yang mereka tumpangi.

"Tom, mengapa banyak orang di sini? Mereka seperti wartawan. Sedang menunggu siapakah mereka itu? Apakah salah satu anggota keluarga atau kerabatmu ada yang pejabat atau selebriti?" Ruby mendekatkan kepalanya ke jendela. Diamatinya seorang wanita yang berdiri tepat di depan jendela kaca di sampingnya. 

"Apakah kaca ini tidak tembus pandang dan mereka tidak bisa melihat siapa yang ada di sini?" tanya Ruby lagi setelah ia menyadari bahwa senyuman yang tadi ia berikan untuk wartawati yang ada di depan jendelanya, ternyata tidak bersambut. Wartawati itu tampak melengos, seolah tidak melihat apa pun di sana.

Tom menoleh ke arah Ruby. Bibirnya tersungging.

"Kaca mobil ini sangat gelap, sayang. Mereka tidak bisa melihat kita."

"Benarkah?" sahut Ruby tak percaya. Ia mengetes dengan melambaikan tangan pada para wartawan di luar sana. Tapi seperti wanita tadi, tak ada seorang pun yang menanggapi lambaian tangannya.

"Sekarang kau percaya padaku, kan?" Senyum Tom semakin berkembang. "Bagaimana kalau aku buka kaca ini saja?" lanjut Tom. Ia menaik-turunkan alisnya. Menggoda Ruby.

"Jangan! Aku tidak terbiasa menghadapi orang banyak seperti ini. Apalagi mereka wartawan." Ruby berhenti sejenak. Dihelanya poni yang sedikit mengganggu pandangan. "Oh ya, kau belum menjawab pertanyaanku … mengapa mereka ada di sini? Ada keperluan apa mereka di sini?" lanjut Ruby. Kembali berpaling ke arah Tom. Menunggu jawaban calon tunangannya itu.

Tom berdehem dan mengubah posisi duduknya. Sekilas, Tom nampak tidak nyaman mendengar pertanyaan Ruby.

"Itu … ehm, kurasa mereka sedang menunggu seseorang. Salah seorang kerabatku itu seorang foto model. Mungkin mereka sedang mengejar kerabatku itu," jawab Tom sambil menahan napas.

"Benarkah? Siapa kerabatmu yang foto model itu? Apakah kau akan mengenalkanku dengannya?" tanya Ruby antusias. Gadis itu tampak tidak sabar.

Tom menghela napas kasar. "Ya, tentu saja. Tapi, kenapa harus kamu yang ingin berkenalan dengannya? Seharusnya kan dia yang …."

"Yang apa?"

Tom menggigit bibir. "Hari ini kan hari pertunangan kita. Harusnya kita yang menjadi pusat perhatian, bukan yang lain. Harusnya orang yang mendatangi kita dan memberikan selamat. Bukan kita yang mengejar-ngejar orang dan mencari-cari kesempatan untuk berkenalan dengan orang lain. Harusnya kita yang menjadi pusat perhatian, Ruby. Sebab …."

"Katamu tadi para wartawan itu datang untuk meliputnya. Tentu saja aku yang akan mencarinya. Sebab dia pasti akan sangat sibuk. Bahkan mungkin dia hanya akan datang sebentar saja. Iya kan? Ngomong-ngomong, siapa nama kerabatmu yang foto model itu?" Ruby mendekatkan diri ke arah Tom. Bersiap mendengarkan jawaban Tom dengan baik.

"Clara. Namanya Clara. Dia adikku," jawab Tom sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sudahlah Ruby, fokus saja pada acara pertunangan kita. Jangan pikirkan yang lain. Nanti juga kamu akan dekat dengan Clara. Dia kan adikku. Nanti kapan pun kau juga bisa bersamanya. Mungkin berbelanja atau yang lainnya." Tom berusaha mengalihkan topik pembicaraan. 

Tak lama kemudian, Tom menekan tombol yang ada di sisi jendela. Jendela kaca mobil di sebelah Tom pun turun. Menghilangkan batas antara dirinya dengan para wartawan yang berdiri di samping mobil itu.

"Pak Tom, benarkah Anda hari ini akan menikah? Siapakah gadis yang beruntung itu?" Seorang reporter bertanya begitu kaca jendela itu terbuka dengan sempurna.

Tom tersenyum lebar. Digenggamnya tangan Ruby lebih erat. Lalu, Tom mengangkat tangan Ruby dan menunjukkannya pada para wartawan.

Di samping Tom, raut wajah Ruby berubah. Ruby merasakan ada yang janggal.

Kenapa para wartawan itu bukannya menanyakan bagaimana Clara, tetapi malah menanyakan tentang pertunanganku dengannya? Mengapa pertunangan kami menjadi sedemikian penting bagi para wartawan itu sehingga mereka menanyakannya? Ruby bermonolog. Bibirnya mengerucut dan kerutan di dahinya semakin terlihat jelas.

"Romantis sekali. Apa dia calon tunangan Anda, Pak?" Wartawan lain bertanya pada Tom.

Tom mengangguk dan kembali tersenyum. Ia menatap Ruby sekilas dan kembali mengangguk. "Dialah masa depanku," sahut Tom.

"Manis sekali," timpal wartawan yang bertanya tadi.

***

Beberapa saat kemudian, mobil Dodge itu berhenti tak begitu jauh dari tangga teras.

"Biar saya saja yang membukakan pintu untuk Ruby," seru Tom pada supir yang mengemudikan mobil itu.

"Baik, Pak," ujar si supir. Lalu dia menarik tuas rem tangan dan mobil itu berhenti sepenuhnya.

Tom membuka pintu di sampingnya. Para wartawan yang berkerumun di sisi mobil itu mundur dan memberikan ruang untuk Tom.

Kemudian Tom berjalan memutar dan sampai di samping pintu dimana Ruby duduk. Tom menatap para wartawan yang ada di sekeliling sekilas sambil kembali tersenyum. Lalu dia membukakan pintu untuk Ruby. Mengulurkan tangannya agar Ruby bisa berpegangan padanya. 

"Pak Tom romantis sekali."

"Hebat, Pak Tom. Masih muda, kaya, tampan dan dapat memperlakukan wanitanya seperti ratu."

Beberapa wartawan wanita yang mendengar celetukan seorang wartawan bertepuk tangan. 

Dalam diam, Ruby memperhatikan semua pertanyaan dan perlakuan para wartawan pada Tom. Satu demi satu pertanyaan kembali bermunculan di benak Ruby.

Kalau mereka mau meliput adiknya Tom, mengapa mereka mengerumuni mobil ini seolah orang yang ada dalam mobil ini begitu penting? Dan saat mereka tahu bahwa yang didalam mobil ini bukan Clara, mengapa mereka malah memberondong Tom dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Tom. Harusnya kan mereka menanyakan Clara, bukan Tom. Lagipula, mengapa mereka tidak menunggu saja di dalam halaman itu? Menunggu Clara datang." Ruby menggelengkan kepala. Berusaha menjawab satu demi satu pertanyaan itu dengan pendapatnya sendiri. 

Tak lama kemudian, Tom menegurnya.

"Ayo, Ruby. Cepatlah. Kurasa semua sudah menunggu." Tom menekan nada suaranya. Namun Ruby bisa melihat dengan jelas bagaimana Tom menjadi tidak sabar saat menunggunya keluar dari mobil itu.

"Iya, baiklah."

Begitu sampai di teras rumah besar itu, Ruby melihat dua gadis yang lebih muda dari Tom menunggu di sana.

"Oh, ini yang namanya Ruby?" tanya Clara, adik Tom, sambil memandangi Ruby dari kepala sampai kaki. Bibirnya tersenyum sinis.

"Hmm, ternyata selera Tom begitu rendahnya. Mau saja Tom dibersamai gadis kampungan." Sarah, gadis yang berdiri di samping Clara menimpali dengan suara pelan. Namun Ruby masih bisa mendengar perkataan gadis itu.

"Hmm. Kamu benar. Dia benar-benar tidak cocok untuk menjadi kakak ipar kita. Lihat saja gaun yang dia kenakan. Pasti harganya sangat murah, tidak sampai lima ribu dollar," sahut Clara. Dipandanginya Ruby dengan tatapan merendahkan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status