Membaca semua berkas yang diberikan Alejandro. Isinya membuat Zevanya terbelalak. Kontrak itu adalah selama setahun Zevanya akan menjadi istri kontrak dengan status sah. Semua kebutuhannya akan dipenuhi, termasuk biaya rumah sakit dan hutang-hutang Ayah akan dilunasi. Selama menjadi istri kontraknya keluarganya akan diberi rumah, dan Zevanya juga akan tinggal di apartemen lengkap dengan pelayan. Selama itu dia tidak boleh ikut campur urusan rumah tangganya dengan istri pertama. Begitu juga Alejandro tidak akan ikut campur dengan urusan pribadi Zevanya. Sementara juga gadis manis itu harus cuti kuliah karena harus fokus dengan kontrak yang mengharuskan dia hamil anak mereka.
“Kamu tahu dari mana semua informasi tentang aku?” kata Zevanya memicingkan mata.
“Ah, kamu bisa menyuruh orang lain untuk menyelidiki,” imbuhnya.
Alejandro hanya tersenyum samar. Seakan memberi tahu bahwa semua bisa ia lakukan.
“Ini kartu untuk kebutuhan keluargamu dan tulis nomor handphonemu di sini,” ujar Alejandro dengan menyodorkan 2 kartu ATM, kertas kosong dan bolpoin.
Setelah Zevanya menulis nomor handphone, dia menanyakan kartu ATM yang Alejandro berikan, “Kenapa kartunya ada dua?”
“Satu untuk kebutuhan keluargamu dan satu lagi untuk kamu. Cepat siap-siap aku antar kamu ke rumah sakit. Ada hal yang harus aku bicarakan dengan orang tuamu.”
Gadis bermanik coklat tua itu hanya mengangguk dan langsung bersiap-siap.
***
Di dalam mobil menuju rumah sakit. Entah apa yang sedang dipikirkan Zevanya. Karena sejak tadi hanya terdiam dan melamun. Pandangannya kosong menerawang ke luar jendela mobil.
“Istrimu tahu kalau kita sudah tanda tangan kontrak?” selidik Zevanya yang dari tadi melamun.
Alejandro tersentak karena memang aku belum mengatakan apapun pada Tessa. Untung saja ia bisa mengalihkan pertanyaan itu karena mereka sudah sampai di rumah sakit tempat Ayahnya di rawat.
“Sudah sampai,” ujar Alejandro sambil membuka sabuk pengaman dan mulai turun dari mobil diikuti Zevanya.
Bak sudah tahu harus apa, Zevanya memimpin jalan menuju ruangan kedua orang tuanya berada. Melihat gadis yang memakai dress meski tak ada polesan, Alejandro yang berada di belakang tak mengalihkan pandangan terkesima. Selain cantik, dia memiliki badan yang bagus, proporsional. Tak munafik Alejandro suka dengan wajah dan bentuk tubuhnya. Dia anggun. Seketika Alejandro teringat dengan perntanyaannya semalam.
“Kenapa, Tuan memilih saya?”
Alejandro juga bertanya-tanya kenapa dia memilih Zevanya sebagai Ibu pengganti. Apa hanya karena parasnya? Atau karena hal lain? Karena sejak awal Alejandro sudah tertarik dengan gadis ini dari ujung rambut sampai ujung kaki. Polos dan lugunya pun Alejandro suka.
“Silakan masuk,” Zevanya mempersilakan.
Mereka berdua memasuki ruangan yang di dalam sudah ada suami istri. Sosok Ayahnya yang terbaring lemah di tempat tidur sedangkan Ibunya memiliki wajah yang mirip dengan Zevanya. Kesan pertama yang didapat dari Ibunya adalah rasa teduh.
***
“Ibu, Ayah, ini Alejandro,” Zevanya mengawali. Melihat Hudson dan Lidya dengan ekspresi bingung melihat anaknya datang dengan pria asing.
“Perkenalkan, saya Alejandro.” Sambil menyodorkan tangan.
Zevanya mempersilakan Alejandro untuk duduk kemudian disusul dengan Lidya. Ia dan Alejandro menjelaskan semua tentang kontrak tanpa ada satu pun yang ditutupi. Hudson menyimak di tempat tidur dan Lidya berada di sampingnya. Mendengar penjelasan dari Alejandro, Lidya hannya terdiam dan tak lama disusul air mata yang mulai membasahi kedua pipinya. Mereka semua menyadari tak ada jalan lain selain menempuh tawaran kontrak dari Alejandro.
Setelah menjelaskan semua, pria berahang tegas itu pamit pergi.
“Maaf ya nak, kami harus mengorbankan masa depanmu,” tangis Lidya pecah. Zevanya juga tak bisa membendung air mata yang sedari tadi kutahan. Lagi-lagi Hudson hanya terdiam menatap keluar jendela.
***
Sampai di mobil Alejandro hanya mampu menghela napas dalam-dalam. Dia memutuskan menelpon Tessa sembari melajukan mobil menuju kantor.
“Tessa, aku sudah melalukan apa yang kamu minta. Aku sudah menemukan orang yang bersedia menjadi Ibu pengganti untuk anak kita.”
“Honey, kamu nggak becanda kan? Aku minta maaf ya, karena belum bisa ngasih apa yang kamu mau. Tapi gimana sama Mama kamu?” ucapnya dengan manis.
“Kalau nanti sempat aku kabari Mama.”
“Oke. Besok aku pulang sayang. Muah, love you!”
“Love you too.”
Segila ini keputusan yang sudah Alejandro buat. Bagaimana cara menghadapi Bianca-mamanya juga dia tidak terpikirkan hal itu.
***
Panggilan telpon terputus
“Merepotkan,” seringai Tessa yang sedang menikmati pemandangan dari dalam kamar hotel. Ada yang membelai pundaknya dari belakang.
“James, kamu sudah bangun beib?” sapa Tessa dengan nada lembut dan manja.
“Siapa yang telpon?”
“Ale, dia sudah menemukan ibu pengganti yang bersedia untuk melahirkan keturunan untukku dan Ale. Aku tidak mau merusak karir yang sudah kubangun, apalagi sebentar lagi aku akan merambah kedunia film karena kamu sayang,” tuturnya sambil bergelayut pada pelukan James.
“Gadis pintar,” puji James.
Kedua insan itu melanjutkan pergulatan panasnya.
Tessa adalah wanita yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kepopuleran dan harta. Sudah berkali-kali dia menyelingkuhi suaminya untuk dapat menaikkan pamor. Dari mulai fotografer, manager majalah, CEO dari perusahaan baju terkenal dan kali ini produser film.
***
“Semua tagihan sudah lunas terbayar. Ini bukti pembayarannya, nona.” Petugas menyerahkan kertas pada Zevanya.
“Terima kasih” balasnya dengan senyum.
Satu persatu masalah sudah teratasi. Hutang Hudson-ayahnya juga sudah lunas. Langkah selanjutya adalah mengajukan cuti di kampus. Anastasia-sahabatnya juga sudah menunggu di lobby kampus sedari tadi. Untung saja jarak dari rumah sakit dan kampus tidaklah jauh.
Sesampainya di depan lobby kampus sudah ada gadis manis yang menunggu. Seakan tak sabar dia melambaikan tangan sangat antusias sekali ingin bertemu. Anastasia merupakan sahabat Zevanya sejak di sekolah dulu. Sampai kuliah pun mereka mengambil fakultas dan jurusan yang sama karena minat kami juga sama, yaitu di Ekonomi.
“Zevaaa, nggak bisa ditunda lagi. Kamu harus cerita sedetail-detailnya. Kenapa harus cuti? Kita udah mau lulus loh dikit lagi,” cecar Ana.
“Ayah masuk rumah sakit dan sempat operasi jantung, Ana. Sebelum Ayah masuk rumah sakit pun rumah kami didatangi lintah darat gara-gara hutang Ayah yang udah kepalang numpuk. Kamu paham kan keluargaku bukan dari kalangan berada. Jadi ditengah-tengah ngobrol ditelpon semalem, aku lihat ada lowongan pekerjaan di club malam. Malam itu juga aku langsung kerja,” papar Zevanya pada Ana.
“Terus? Kamu nggak diapa-apain kan sama tamu-tamu di sana?”
Zevanya hanya bisa diam mendengar pertanyaan dari Ana. Ingin sekali cerita tapi aku malu. Karena malam itu pun dia mengalami hal yang tak menyenangkan dari teman Alejandro yang entah siapa namanya.
“Zeva? Hey, kamu gak papa kan?” tanya Ana karena pertanyaannya tak dijawab karena Zevanya hanya melamun.
“Eh, enggak, gak papa kok,” kilahnya.
“Zeva, pertanyaanku belum dijawab, loh.”
Ana membuat gelagapan dengan pertannyaannya. Haruskah gadis manis ini jujur?
“Ana, sebenarnya semalam aku hampir diperkosa oleh teman dari tamu yang kulayani,” kataku jujur.
“APA! Terus kamu?” tanyanya prihatin.
“Enggak kok, aku gak papa karena aku berhasil kabu dari sana. Tapi ….”
“Zeva? Hey, kamu gak papa kan?” tanya Ana karena pertanyaannya tak dijawab karena Zevanya hanya melamun.“Eh, enggak, gak papa kok,” kilahnya.“Zeva, pertanyaanku belum dijawab, loh.”Ana membuat gelagapan dengan pertannyaannya. Haruskah gadis manis ini jujur? “Ana, sebenarnya semalam aku hampir diperkosa oleh teman dari tamu yang kulayani,” Zevanya jujur.“APA! Terus kamu?” tanyanya prihatin.“Enggak kok, aku gak papa karena aku berhasil kabu dari sana. Tapi ….”Ekspresi Ana makin penasaran, ada rasa kesal dan marah terpampang diwajahnya. Zevanya ragu untuk melanjutkan cerita. Namun untung saja dia terselamatkan karena kedatangan salah satu dosen, Jorge menghampiri kami.“Zeva, Ana, sedang apa?”“Saya sedang mengajukan cuti, pak,” ucapnya sambil membungkukkan kepala tanda salam.“Cuti? Kenapa cuti? Tiba-tiba sekali,” Jorge tampak bingung.“Ada hal yang mengharuskan saya cuti, pak,” jelasnya.“Sayang sekali,” celetuk Jorge dengan suara pelan.Kedua gadis itu pamit pergi karena ada ya
Malam kian larut, Hudson dan Lidya sudah memasuki dunia mimpi yang jalani dalam alam bawah sadar masing-masing. Sudah pukul sembilan malam, Zevanya harus pulang untuk istirahat. Sudah waktunya untuk mengguyur badan dengan air. Karena ibarat bunga, malam ini dia hampir layu. Saat hendak keluar kamar inap Zevanya mengendap-endap agar tak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Ayah dan Ibunya. Beruntung dia telah menutup pintu dengan pelan karena tak lama handphoneku berdering. “Temui aku di bawah!” titah pemilik suara diseberang sana. “Oh, iya tunggu sebentar,” sahut Zevanya. Gadis itu bergegas turun untuk segera menemui Alejandro. Apa yang akan diperintahkan padanya malam-malam begini. Apa tak bisa besok saja? seperti tak ada hari lain saja. Dia bos dari perusahaan besar, seharusnya banyak sekali pekerjaan yang harus dia lakukan. Apalagi ini sudah malam, bukannya istirahat itu hal yang penting untuk menjaga stamina? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dibenak Zevanya. Dia ingin
Pintu kamar terbuka. Zevanya yang hanya mengenakan bathrobe seketika panik. Namun saat mendapati Alejandro yang berdiri di depan pintu kamar, matanya tertuju pada darah yang menetes dari tangan kekar pria itu. “Ale, darah!” Zevanya menghamburkan pandangan mencari apapun untuk menghentikan darah yang menetes hingga lantai. Tak menemukan tissue atau kain bersih. Ia tarik handuk yang menutupi kepala dan menuntun pelan Alejandro sampai duduk disisi tempat tidur. Terdapat pecahan kaca yang menempel ditangan kekarnya. Jari-jarinya pun terkena aliran darah segar. “Dimana kotak P3Knya?” tanya Zevanya panik. “Di depan, samping pintu kamarmu ada meja kecil,” jelasnya. Setelah menemukan kotak yang berisi peralatan P3K, gadis itu dengan telaten membersihkan serpihan kaca yang menempel pada tangan Alejandro. Dengan teliti dan perlahan secara lembut dia membersihkan sampai luka itu dibalut dengan perban. “Sudah selesai. Jangan terkena air dulu. Besok aku ganti dengan perban baru.” Melihat Al
Zevanya mengerjapkan mata secara perlahan. Objek pertama kali yang kulihat adalah Alejandro yang duduk di samping tempat tidur. “Kamu sudah sadar? Tadi kamu pingsan,” terangnya mengingatkan kejadian bagaimana Zevanya bisa sampai di tempat tidur. Sayup mengingat dan benar saja Zevanya jadi langsung bergidik. Mengingat teman Alejandro yang baru saja datang itu. Tepatnya pria yang mau menelanjanginya malam itu. “Temanmu itu, aku takut. Aku ingat kejadian di club waktu itu,” desisnya mencoba menjelaskan pada Alejandro. Seakan mengerti Alejandro mencoba menenangkannya, “Victor, biar aku yang mengurusnya. Tak perlu takut, kamu di kamar saja. aku masih ada perlu dengan mereka.” Alejandro medekati pintu kamar kemudian balik badan, “Aku akan ganti sandi apartemen ini agar mereka tak seenaknya masuk. Dan juga Lian sudah menyuruh anak buahku untuk bergantian menjaga Ayahmu. Mereka juga sudah tau kalau kamu sedang bersamaku. Kenakan baju yang ada di paper bag itu. Nanti malam Lian akan meng
Mata Alejandro tertuju pada gadis cantik dan anggun yang baru saja datang bersamaan dengannya namun dengan mobil yang berbeda. Gaun yang dikenakan sangat pas, membentuk lekuk tubuh yang selama ini disembunyikan. Gaya elegan nampak berkelas, siapa yang menyangka itik akan menjadi angsa yang anggun. “Honey, kenapa nggak jawab, sih?” rengek wanita disampingku, Tessa. Alejandro menanggapi dengan gelagapan karena yang ditatap sedari tadi bukanlah istrinya melainkan wanita lain, Zevanya. Gadis itu sungguh menawan. Saat menyadari teguran Tessa, dia segera menyingkirkan perasaan kagum pada Zevanyanya. Ingat bahwa hubungan mereka hanya kontrak, tak lebih dari itu. “Lian, bawa dia ke sini!” pintanya. Lian mempersilakan Zevanya untuk mendekat pada Alejandro dan wanita disampingnya yang sedang memeluk tangan Alejandro dengan mesra. “Ini dia wanita yang akan menjadi ibu pengganti sesuai dengan idemu,” katanya memperkenalkan Zevanya datar. “Hai, aku Tessa. Istri satu-satunya Alejandro. Terim
Mobil mewah tiba di mansion gaya klasik modern dengan nuansa monokrom. Pintu hitam yang menjulang tinggi, lantai marmer berwarna putih, lampu cristal gantung menghiasi ruangan serta berbagai pernak-pernik yang mendukung ornamen mansion. Nuansa monokrom ini sangat menggambarkan karakterku yang maskulin. Saat menaiki anak tangga belaian demi belaian dari Tessa memabukkan. Dia seakan rindu dan tak sabar dengan malam panjang seperti yang sering mereka lalui bersama. Tessa berjalan mendahului Alejandro menaiki anak tangga. Membelai wajah, dari mulai mata, hidung hingga bibir Alejandro ia sentuh dengan sangat sensual. Tangannya melingkar dipundaknya, hembusan napasnya mulai terasa. Kecupan bibirnya mendarat dibibir. Kecupan yang singkat itu hanya untuk memancing Alejandro. Setelahnya Tessa lari dengan menuju kamar. Alejandro yang mengamati semua gerak-gerik Tessa makin tertantang. Sampai di pintu kamar yang dibuka perlahan oleh Tessa dengan menatapnya, wanita itu berulah kembali dengan men
Kini sekeliling sudah bersih dan rapi. Zevanya dan Rosa yang bermandi peluh karena membersihkan apartemen yang sudah lama tak ditinggali oleh sang tuan. Alejandro dan Tessa pasti tinggal di mansion yang lebih mewah.“Nyonya, silakan Anda mandi. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk menghilangkan penat.” Tutur Rosa yang mendekatiku di sofa.Zevanya mengatur napas karena kegiatan bersih-bersih tadi menguras tenaganya, “Terima kasih banyak, Rosa. Oh ya, aku boleh minta tolong?”“Silakan saja, Nyonya.”“Siapkan bahan makanan karena aku ingin makan lasagna,” sambil berjalan menuju kamar.“Ingat, hanya menyiapkan bahan saja. Kita masak bareng. Oke?” sambung Zevanya.Rosa hanya bisa geleng-geleng kepala sambil senyum melihat tingkat dan sifat Zevanya yang tak suka dilayani berlebihan.***Hari ini Bianca akan menemui seseorang. Gadis yang menyita pikiranku karena dari semalam. Dia hanya teringat akan wajahnya. Wajah gadis itu mengingatkan pada seseorang yang sudah lama dicari.“Nyonya, sila
Lagi-lagi Bianca hanya merenungi wajah yang baru saja ditemui. Gadis itu benar-benar sangat mirip dengan seseorang yang dikenal. Sebenanya Bianca bisa saja menampar wajah anak itu sebagai pelampiasan. Ya, pelampiasan kekesalannya terhadap anak dan menantunya. Tetapi, ia tak bisa. Hatiku bergejolak lain saat menatap wajahnya. Bianca hanya bisa menumpahkan kekesalan dengan menyebutnya jalang. Menyebut dengan sebutan kasar, sebenarnya hatinya tak tega. Karena dia mirip dengan orang yang berarti. “Di mana kamu sekarang Lidya. Apa Hudson memperlakukanmu dengan baik?” lirihnya. Bianca sudah sampai di kediamannya yang ditinggali bersama Ronald. Melihat dari kejauhan pelayan setianya menyambut. Namun suara Marco mengalihkan perhatian. “Nyonya, gadis itu menitipkan ini pada saya,” Marco menyerahkan paper bag. Bianca melihat sekilas “Untukmu saja,” katanya. “Nyonya belum makan. Tak ada salahnya jika mencicipi masakan buatannya. Dari raut wajahnya, tidak ada kejahatan yang saya lihat. Malah