Malam kian larut, Hudson dan Lidya sudah memasuki dunia mimpi yang jalani dalam alam bawah sadar masing-masing. Sudah pukul sembilan malam, Zevanya harus pulang untuk istirahat. Sudah waktunya untuk mengguyur badan dengan air. Karena ibarat bunga, malam ini dia hampir layu.
Saat hendak keluar kamar inap Zevanya mengendap-endap agar tak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Ayah dan Ibunya. Beruntung dia telah menutup pintu dengan pelan karena tak lama handphoneku berdering.
“Temui aku di bawah!” titah pemilik suara diseberang sana.
“Oh, iya tunggu sebentar,” sahut Zevanya.
Gadis itu bergegas turun untuk segera menemui Alejandro. Apa yang akan diperintahkan padanya malam-malam begini. Apa tak bisa besok saja? seperti tak ada hari lain saja. Dia bos dari perusahaan besar, seharusnya banyak sekali pekerjaan yang harus dia lakukan. Apalagi ini sudah malam, bukannya istirahat itu hal yang penting untuk menjaga stamina?
Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dibenak Zevanya. Dia ingin istirahat tetapi malam ini harus menggerutu di jalan menghampiri pria yang sudah beristri.
“Hhh, ada apa malam-malam begini?”Zevanya penasaran sampai terengah-engah karena berlari menuju mobil mewah milik Alejandro.
Tidak ada jawaban dan mesin mobil menyala hingga roda berputar menyusuri jalan yang entah ke mana tujuannya.
“Ale, dikontrak kita tidak tertuliskan bahwa aku tidak boleh mengajukan pertanyaan menyangkut kita. Jadi tolong jawab pertanyaanku, malam begini mau ke mana?” desak gadis menawan itu.
Alejandro melirik sekilas ke arahnya. “Ke apartemen,” jawabnya singkat.
“Apa kontrak kita sudah berjalan secepat itu? Tapi katanya kamu akan memberikan status dulu pada hubungan kita. Apa istrimu tidak keberatan dengan ini?” cecar Zevanya yang tak habis pikir dengan alur yang sudah direncakan Alejandro. Lagi-lagi pertanyaannya dijawabnya dengan diam.
Tanpa terasa mereka memasuki area gedung mewah yang menjulang tinggi. Banyak mobil mewah yang berjejer rapi di basement. Alejandro mematikan mesin dan berjalan menuju lift dan menekan tombol yang ada di sana. Zevanya mengekorinya dari belakang.
Kantuk menyerang hingga membuat Zevanya menguap saat mereka masih di lift. Tatapan dingin dan datar melirik ke arahnya. Tak dihiraukan karena ini semua akibat ulah pria tak kenal waktu itu. Malam-malam membawa orang yang sudah ingin istirahat.
Mereka berada tepat di depan pintu kemudian Alejandro membukanya dengan sandi. Tangannya menyilakan Zevanya masuk. Gadis itu terperangah melihat indahnya furniture dengan tema maskulin. Sangat menggambarkan Alejandro.
“Di sini tempatmu tinggal selama setahun kedepan,” kata Alejandro memecah keheningan.
“Besok akan ada barang-barang yang datang sesuai dengan kebutuhanmu. Juga pelayan yang akan membantumu,” imbuhnya.
“Terima kasih.” Zevanya datar, entah harus senang atau sedih dengan kehidupannya selanjutnya. Merelakan masa depan yang diimpi dan diinginkan. Getir rasanya.
“Apa kekasihmu sudah tau tentang kontrak kita?” tanya Alejandro mendadak membuat Zevanya yang sedang meneliti satu-satu ruangan apartemen ini jadi mengernyitkan dahi.
“Si dosen itu. Yang mengantarmu ke rumah sakit tadi siang,” tambahnya.
“Katamu untuk urusan pribadi kita tidak perlu saling ikut campur. Dan juga dosen itu bukan kekasihku. Aku tak pernah punya kekasih,” jelas Zevanya.
Alejandro menanggapi dengan senyum mengejek dan tak melanjutkan pertanyaan lagi. Melihat ekspresi pria mengesalkan seperti itu ingin rasanya menimpuk dengan sofa. Tetapi lagi-lagi Zevanya dibuat heran mengapa Alejandro tahu tentang Jorge. Pekerjaannya sudah cukup sibuk di kantor. Namun bagaimana dia tahu tentang Jorge? Tak mungkin pria itu menyuruh mata-mata untuk mengikuti kan? Mungkin saja mata-mata yang dia kirim untuk menyelidiki bahwa Zevanya tak melanggar kontrak yang kami sepakati. Gadis itu tak boleh berpikir lebih jauh dari ini.
“Aku sudah tau alamat apartemen ini. Kalau gitu aku pamit karena badanku sudah remuk rasanya,” tutur Zevanya sambil menundukkan kepala.
Langkahnya terhenti karena tangan gadis itu terasa ditarik. Akibatnya tubuh moleknya tak seimbang oleng dan menabrak tubuh gagah. Wangi aroma musk yang menyeruak tercium memenuhi indra penciuman Zevanya sungguh memabukkan. Netra mereka bertemu dan saling menatap untuk beberapa detik.
“M-maaf,” lirih Zevanya kikuk.
“Istirahat di sini saja, malam sudah larut. Kamarmu ada di ujung sana,” ujar Alejandro menunjuk kamar. Zevanya hanya mampu menurut dan langsung menuju kamar yang ditinjukkan siempunya apartemen.
Saat membuka pintu Zevanya langsung suka. Terdapat kaca besar tertutup tirai tinggi. Benar saja saat menarik sebelah sisi tirai langsung menyuguhkan pemandangan kota dengan gemerlap lampu, indahnya. Siapa yang menyangka gadis dari keluarga miskin akan ada di sini. Apartemen mewah yang menyewanya saja aku tidak akan mampu. Namun, bertemu Alejandro membuatnya bisa berada bahkan tinggal di bangunan mewah yang memiliki berbagai ruangan megah dengan pernak-pernik barang serba mahal.
“Beruntungnya istri Ale,” ucapnya lirih.
Dia menutup tirai dan lansung mencari kamar mandi. Tubuh molek bak gitar Spanyolnya terlalu lengket.
***
Saku celana dirogoh sampai mendapatkan kunci yang tadi diambil dari laci meja kantor. Kunci itu mampu membuka pintu rahasia yang hanya Alejandro, Victor Fernandes dan Alvaro yang tahu. Berbagai macam senjata api mulai dari pistol berukuran kecil hingga besar pun terpajang di etalase. Tidak hanya pistol, tetapi ada juga pisau, dan berbagai benda tajam lainnya tersusun rapi. Layar monitor pun ada di sana. Biasanya Alvaro yang menggunakannya karena dia hacker handal kepercayaannya yang mengawasi semua pergerakan bisnis yang digeluti sekaligus pergerakan rivalnya. Tata letak komputer sama dengan yang ada di kediaman Alvaro, Alejandro hanya ingin membuat Alvaro yang sudah dianggap adiknya nyaman. Di sini tempat berkumpul dengan Victor dan Alvaro serta Lian saat mendiskusikan hal dari dunia gelap.
Alejandro bukan hanya pebisnis muda yang sukses di London, dia juga seorang mafia yang mampu menaklukkan 10 negara-negara besar. Yang orang lain tahu ia hanya mengelola bisnis dibidang properti, restaurant, rumah sakit dan mall saja. Sisi gelap dalam dunia mafia tak banyak orang tahu. Hanya beberapa pesaing bisnisnya saja yang tahu. Mereka tahu karena telah mencoba berlaku curang saat bekerja sama dengannya. Sehingga harus menanggung konsekuensi dari hasil anggota Alejandro.
Saat sedang menikmati berbagai sudut ruangan rahasia tiba-tiba fokusnya terpecah pada dering handphone.
“Tessa,” sapanya datar.
“Honey, Mama tadi telpon. Mama bilang kalau aku harus secepatnya pulang dan kita menemui dokter kandungan. Mama juga mengancam kalau aku nggak cepet-cepet pulang, Mama bakalan ngurus perceraian kita,” ucap Tessa menangis sesenggukan.
Alejandro memang belum jujur mengenai ini semua bahkan kontraknya dengan Zevanya. Harus mulai dari mana ia juga tak tahu. Sejak kedatangan Bianca-mamanya ke kantor sampai detik ini benar-benar membuat kepalanya serasa akan pecah.
Biasanya tak sampai begini reaksi Bianca ketika melihat gossip Tessa dengan rekan kerjanya. Tetapi mungkin inilah batas toleransinya terhadap pernikahan anak semata wayang dan menantunya yang belum juga memberikan keturunan penerus keluarga.
“Tessa, kamu turuti saja keinginan Mama. Segera tinggalkan Itali dan datanglah ke London. Aku menunggumu di sini. Kita harus selesaikan ini semua.”
“Selesaikan? Maksudnya kamu akan mengikkuti ucapan Mama dan menceraikanku, Ale!?” pekiknya.
Mendengar teriakan Tessa makin membuat Alejandro makin jengah dengan situasi ini. Dia yang kehilangan kesabaran langsung mematikan telpon. Kepalan tangannya sudah mengenai etalase disamping hingga pecah berkeping-keping.
Alejandro berjalan menuju kamar gadis yang tak lagi asing baginya. Tanpa ragu dan permisi dia buka pintu dan mendapati Zevanya sedang mengenakan bathrobe. Gadis itu tak mempedulikan tampilannya dan segera berlari ke arahnya.
“Ale, darah!”
Pintu kamar terbuka. Zevanya yang hanya mengenakan bathrobe seketika panik. Namun saat mendapati Alejandro yang berdiri di depan pintu kamar, matanya tertuju pada darah yang menetes dari tangan kekar pria itu. “Ale, darah!” Zevanya menghamburkan pandangan mencari apapun untuk menghentikan darah yang menetes hingga lantai. Tak menemukan tissue atau kain bersih. Ia tarik handuk yang menutupi kepala dan menuntun pelan Alejandro sampai duduk disisi tempat tidur. Terdapat pecahan kaca yang menempel ditangan kekarnya. Jari-jarinya pun terkena aliran darah segar. “Dimana kotak P3Knya?” tanya Zevanya panik. “Di depan, samping pintu kamarmu ada meja kecil,” jelasnya. Setelah menemukan kotak yang berisi peralatan P3K, gadis itu dengan telaten membersihkan serpihan kaca yang menempel pada tangan Alejandro. Dengan teliti dan perlahan secara lembut dia membersihkan sampai luka itu dibalut dengan perban. “Sudah selesai. Jangan terkena air dulu. Besok aku ganti dengan perban baru.” Melihat Al
Zevanya mengerjapkan mata secara perlahan. Objek pertama kali yang kulihat adalah Alejandro yang duduk di samping tempat tidur. “Kamu sudah sadar? Tadi kamu pingsan,” terangnya mengingatkan kejadian bagaimana Zevanya bisa sampai di tempat tidur. Sayup mengingat dan benar saja Zevanya jadi langsung bergidik. Mengingat teman Alejandro yang baru saja datang itu. Tepatnya pria yang mau menelanjanginya malam itu. “Temanmu itu, aku takut. Aku ingat kejadian di club waktu itu,” desisnya mencoba menjelaskan pada Alejandro. Seakan mengerti Alejandro mencoba menenangkannya, “Victor, biar aku yang mengurusnya. Tak perlu takut, kamu di kamar saja. aku masih ada perlu dengan mereka.” Alejandro medekati pintu kamar kemudian balik badan, “Aku akan ganti sandi apartemen ini agar mereka tak seenaknya masuk. Dan juga Lian sudah menyuruh anak buahku untuk bergantian menjaga Ayahmu. Mereka juga sudah tau kalau kamu sedang bersamaku. Kenakan baju yang ada di paper bag itu. Nanti malam Lian akan meng
Mata Alejandro tertuju pada gadis cantik dan anggun yang baru saja datang bersamaan dengannya namun dengan mobil yang berbeda. Gaun yang dikenakan sangat pas, membentuk lekuk tubuh yang selama ini disembunyikan. Gaya elegan nampak berkelas, siapa yang menyangka itik akan menjadi angsa yang anggun. “Honey, kenapa nggak jawab, sih?” rengek wanita disampingku, Tessa. Alejandro menanggapi dengan gelagapan karena yang ditatap sedari tadi bukanlah istrinya melainkan wanita lain, Zevanya. Gadis itu sungguh menawan. Saat menyadari teguran Tessa, dia segera menyingkirkan perasaan kagum pada Zevanyanya. Ingat bahwa hubungan mereka hanya kontrak, tak lebih dari itu. “Lian, bawa dia ke sini!” pintanya. Lian mempersilakan Zevanya untuk mendekat pada Alejandro dan wanita disampingnya yang sedang memeluk tangan Alejandro dengan mesra. “Ini dia wanita yang akan menjadi ibu pengganti sesuai dengan idemu,” katanya memperkenalkan Zevanya datar. “Hai, aku Tessa. Istri satu-satunya Alejandro. Terim
Mobil mewah tiba di mansion gaya klasik modern dengan nuansa monokrom. Pintu hitam yang menjulang tinggi, lantai marmer berwarna putih, lampu cristal gantung menghiasi ruangan serta berbagai pernak-pernik yang mendukung ornamen mansion. Nuansa monokrom ini sangat menggambarkan karakterku yang maskulin. Saat menaiki anak tangga belaian demi belaian dari Tessa memabukkan. Dia seakan rindu dan tak sabar dengan malam panjang seperti yang sering mereka lalui bersama. Tessa berjalan mendahului Alejandro menaiki anak tangga. Membelai wajah, dari mulai mata, hidung hingga bibir Alejandro ia sentuh dengan sangat sensual. Tangannya melingkar dipundaknya, hembusan napasnya mulai terasa. Kecupan bibirnya mendarat dibibir. Kecupan yang singkat itu hanya untuk memancing Alejandro. Setelahnya Tessa lari dengan menuju kamar. Alejandro yang mengamati semua gerak-gerik Tessa makin tertantang. Sampai di pintu kamar yang dibuka perlahan oleh Tessa dengan menatapnya, wanita itu berulah kembali dengan men
Kini sekeliling sudah bersih dan rapi. Zevanya dan Rosa yang bermandi peluh karena membersihkan apartemen yang sudah lama tak ditinggali oleh sang tuan. Alejandro dan Tessa pasti tinggal di mansion yang lebih mewah.“Nyonya, silakan Anda mandi. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk menghilangkan penat.” Tutur Rosa yang mendekatiku di sofa.Zevanya mengatur napas karena kegiatan bersih-bersih tadi menguras tenaganya, “Terima kasih banyak, Rosa. Oh ya, aku boleh minta tolong?”“Silakan saja, Nyonya.”“Siapkan bahan makanan karena aku ingin makan lasagna,” sambil berjalan menuju kamar.“Ingat, hanya menyiapkan bahan saja. Kita masak bareng. Oke?” sambung Zevanya.Rosa hanya bisa geleng-geleng kepala sambil senyum melihat tingkat dan sifat Zevanya yang tak suka dilayani berlebihan.***Hari ini Bianca akan menemui seseorang. Gadis yang menyita pikiranku karena dari semalam. Dia hanya teringat akan wajahnya. Wajah gadis itu mengingatkan pada seseorang yang sudah lama dicari.“Nyonya, sila
Lagi-lagi Bianca hanya merenungi wajah yang baru saja ditemui. Gadis itu benar-benar sangat mirip dengan seseorang yang dikenal. Sebenanya Bianca bisa saja menampar wajah anak itu sebagai pelampiasan. Ya, pelampiasan kekesalannya terhadap anak dan menantunya. Tetapi, ia tak bisa. Hatiku bergejolak lain saat menatap wajahnya. Bianca hanya bisa menumpahkan kekesalan dengan menyebutnya jalang. Menyebut dengan sebutan kasar, sebenarnya hatinya tak tega. Karena dia mirip dengan orang yang berarti. “Di mana kamu sekarang Lidya. Apa Hudson memperlakukanmu dengan baik?” lirihnya. Bianca sudah sampai di kediamannya yang ditinggali bersama Ronald. Melihat dari kejauhan pelayan setianya menyambut. Namun suara Marco mengalihkan perhatian. “Nyonya, gadis itu menitipkan ini pada saya,” Marco menyerahkan paper bag. Bianca melihat sekilas “Untukmu saja,” katanya. “Nyonya belum makan. Tak ada salahnya jika mencicipi masakan buatannya. Dari raut wajahnya, tidak ada kejahatan yang saya lihat. Malah
“P-Pak Jorge. Terima kasih.” Lirih Zevanya dan langsung mebenarkan posisi. Rosa yang tercengang melihat Jorge. Memang siapapun wanita akan terkesima dengan kharisma Jorge. “Rosa ini Pak Jorge, dosenku di kampus,” jelasnya memperkenalkan. Mereka saling berjabat tangan. “Mari, Pak. Silakan dilanjut, saya harus pulang. Terima kasih atas bantuannya,” pamit dengan sopan. Namun Jorge menahan tangan gadis yang dirindukannya, “Aku antar kamu pulang. Aku juga sudah selesai berbelanja.” “P-pak tidak perlu. Kami bisa naik taksi,” kilah Zevanya. Tatapan Jorge sangat dalam padanya lalu berkata, “Aku akan mengumumkan kencan kita pada mahasiswa di kampus jika kau menolakku.” ancamnya. Secara otomatis Zevanya dan Rosa saling pandang karena panik. Ancaman itu sama sekali tidak akan menguntungkan. Bahkan sebaliknya. Alejandro bisa-bisa mengamuk karena kontrak mereka belum selesai. Sama halnya dengan Rosa. Rosa seakan tahu apa yang akan terjadi bila Jorge benar-benar mengumumkan hal tersebut. Mer
Sore ini Alejandro memutuskan untuk pulang lebih cepat. Pekerjaan sudah diselesaikan lebih cepat. Selagi Tessa-istrinya ada di rumah dia ingin menghabiskan waktu dengannya. Ia tak mau dicap sebagai suami yang lepas tanggung jawab dan mementingkan pekerjaan.Mereka sudah sering kali dipisahkan oleh pekerjaan masing-masing. Jika Tessa ada pekerjaan, wanita itu pasti harus meninggalkan suaminya dan butuh waktu seminggu paling cepat dan 1 bulan paling lama. Entah jika Tessa sudah menjalankan shooting film akan menghabiskan berapa banyak waktu di luar sana.Rekan kerja, teman, sahabat bahkan kedua orang tua Alejandro sendiri menyematkan julukan khusus padanya. Duda pasif. Julukan itu yang mereka sematkan jika ia dan Tessa sudah mulai LDR. Namun kedua orang tuanya dan Victor yang selalu menyuruh cerai dan mencari wanita lain. Mereka pikir banyak yang lebih baik dari Tessa.Jika sedang LDR Alejandro menyibukkan diri dan itu sudah menjadi kebiasaannya. Jadi, ia tak terlalu memusingkan hal itu