Kevin memberhentikan mobilnya di depan sebuah ruko besar. Dia mengamati ruko tersebut, kemudian menatap Irina dan bertanya “Jadi, di sini kamu akan menjual semua koleksimu?” Setelah kembali dari kapal, Kevin sebenarnya akan mengantarkan Irina pulang dan dia kembali ke kantornya. Namun rupanya, Irina ingin diantar ke sebuah tempat yang akan menjadi tempat kerjanya nanti. Sebuah tempat yang akan disulap Irina menjadi butik tempat dia akan menjual koleksi baju dan barang-barang branded tak terpakai miliknya.Irina tersenyum dan mengangguk “Ya. Bagaimana menurutmu tempatnya?” tanya Irina balik.Kevin mengamati sekitarnya “Bagus dan ramai. Kamu pintar cari tempat.”Irina tersenyum senang. “Aku ingat kalau tempat ini tidak terpakai. Ini milik temanku, jadi, aku menghubunginya untuk menyewanya sementara.”“Kalau kamu mau aku bisa—”“Tidak.” Irina memotong kalimat Kevin. “Aku tahu kamu bisa membelinya, tapi tempat ini tidak dijual.” Irina menjelaskan.“Apa yang kamu lakukan di sini nanti?” t
Irina menyusul Kevin masuk ke dalam ruko tersebut. Kevin tampak mengamati seluruh penjuru ruangan yang sudah kosong karena para pekerja Irina memang sudah lebih dulu pulang sebelum Bastian pulang tadi. Lalu Irina membuka suaranya lagi dan mencoba untuk mencairkan suasana yang masih terasa tegang.“Kamu mau minum sesuatu?” tawar Irina.Kevin menatap Irina, masih dengan tatapan mata tajamnya “Kamu masih belum menjawab pertanyaanku. Kenapa dia bisa di sini?”“Uumm, aku belum cerita ya? Ruko ini bekas studio foto milik Bastian. Aku ingat kalau tempatnya strategis, dan Bastian sudah pindah kantor hingga ruko ini kosong, jadinya aku memutuskan untuk menyewanya.”Kevin ternganga mendapati jawaban Irina yang jujur dan polos itu. Apa Irina tak memikirkan perasaanya? “Aku sudah bilang sama kamu, bahwa aku bisa membantumu mencarikan tempat. Tapi kamu memilih tetap di tempat ini. Sekarang aku tahu, apa alasannya.”“Aku hanya nggak mau buat kamu repot.”“Oh ya? Bukan karena agar kamu punya alasan
Selama seminggu terakhir setelah kejadian Irina menampar Kevin malam itu, hubungan Irina dan Kevin kembali sedikit merenggang dan dingin. Irina sudah kembali tidur di kamar mereka. Namun, mereka hanya tidur. Kevin tak lagi menuntut haknya pada Irina setelah kejadian malam itu. Sedangkan Irina, meski dia merindukan sentuhan Kevin, Irina tentu tak mungkin tiba-tiba menggoda Kevin.Irina hanya sesekali mencoba mendekatkan diri pada Kevin, meski reaksi pria itu masih cuek-cuek saja. Meski begitu, Irina mengetahui, jika diam-diam Kevin perhatian padanya.Seperti… saat makan siang, tiba-tiba supir Kevin mengantarkan bingkisan makanan untuk Irina yang masih fokus dengan renovasi ruko untuk butiknya. Kevin juga sealu mengantar jemput Irina dengan alasan bahwa mereka satu arah.Perhatian-perhatian seperti itu membuat Irina sedikit tenang. Setidaknya dia tahu bahwa Kevin masih peduli dengannya, meski pria itu masih menampilkan ekspresi dingin dan cueknya.Hari ini, adalah hari pertama pembukaan
“Kamu dari mana saja, Nak?” pertanyaan ibunya itu membuat Irina mengangkat wajahnya seketika. Saat ini Irina baru saja mengembalikan sepedanya di gudang.“Baru saja selesai main sepeda, Bu.” Jawab Irina dengan riang.“Sama siapa?” tanya ibunya lagi.“Tuan Kevin.” Jawab Irina dengan polos.“Kemarilah.” Ibunya meminta Irina mendekat, dan Irina menuruti apa yang diperintahkan sang ibu. “Dengar, Nak. Lebih baik kamu jangan terlalu dekat dengan Tuan muda.” “Kenapa, Bu? Tuan Kevin itu baik. Kalau di sekolah, dia sering beliin Irina jajan, dan cuma Tuan Kevin teman Irina saat di sekolah.”“Nak, kita itu sudah beruntung bisa hidup dan tinggal di rumah ini. Kamu juga sangat beruntung bisa disekolahkan di sekolah yang sama dengan Tuan Kevin. Jadi kamu harus tahu batasan saat berteman dengan Tuan Kevin.”“Maksud Ibu?”“Jangan terlalu dekat dengan Tuan Kevin. Sampai kapanpun, Tuan Kevin adalah majikan kita…”Irina mengingat dengan jelas percakapannya dengan sang ibu saat itu, ketika dia bahkan m
“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Kevin dengan wajah datarnya. Saat ini, dia sedang menemui Irina, perempuan yang selama ini sudah mengaduk-aduk perasaannya. Apa pun yang diinginkan Irina bisa saja dia lakukan dan dia turuti. Entahlah, Kevin sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya.Irina menggeleng dan perempuan itu mulai menangis. “Max benar-benar meninggalkanku.”“Biarlah, mungkin itu memang yang terbaik untuk kalian.” Kevin menjawab dengan nada datar.“Tapi, aku mencintainya, Vin. Apa kamu enggak bisa lihat?” tanya Irina yang saat ini sudah berurai air mata.“Kamu harus tahu bahwa cinta terkadang tak harus memiliki, bukan?” Kevin masih mencoba untuk membuat Irina mengerti.“Lalu, bagaimana denganku? Bagaimana dengan anakku ke depannya?” tanya Irina dengan penuh tuntutan. Jujur saja, Irina bingung dan mulai tertekan. Sejak perutnya mulai membesar, Irina menjadi tak percaya diri. Dia diliputi rasa takut jika tubuhnya menjadi tak indah lagi. Bukan tanpa alasan, Ir
Irina membuka mata ketika hari sudah gelap. Dia mengalihkan pandangan ke segala penjuru ruangan dan hanya mendapati dirinya yang terbaring di ranjang sendirian. Apa Kevin sudah pergi meninggalkannya?Irina langsung bangun. Dia segera keluar dan mencari keberadaan Kevin. Entah mengapa, Irina merasa ingin ditemani. Dia tidak ingin Kevin meninggalkannya sendirian saat ini.Tidak lama, dia mendapati Kevin sedang sibuk di dapur. Lalu, Irina mengamatinya dari belakang. Apa pria itu sedang memasak untuknya? Ya, mungkin saja. Irina tidak heran karena sejak dulu, Kevin memang sangat perhatian padanya.***Irina sedang duduk sendirian di bangku taman sekolah saat itu. Biasanya, saat istirahat jam makan siang, Irina sering menghabiskan waktu di sana dengan membaca buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Ingin ke kantin pun Irina tidak memiliki uang. Sebenarnya, dia mendapat uang jajan oleh orang tua Kevin, tetapi uang jajan itu dia simpan untuk membeli sesuatu yang lebih berguna.Irina terkejut s
Sejak Max memutuskan untuk benar-benar mengakhiri pernikahannya dengan Irina dua bulan yang lalu, Irina menjadi lebih tertutup. Padahal, banyak sekali media yang sedang memburunya. Bagaimana tidak? Dia berpisah saat sedang mengandung. Hal itu membuat media bertanya-tanya bahkan mengejarnya untuk mendapatkan berita.Akhirnya, Irina memilih untuk menghabiskan banyak waktu di apartemen pribadinya. Beruntung, lagi-lagi Kevin mau membantunya menyiapkan semua yang ia butuhkan. Kehamilan Irina kini sudah hampir memasuki usia 6 bulan. Irina merasa bahwa tubuhnya sudah banyak berubah. Dia mulai sering lelah dan hormonnya benar-benar kacau. Irina sering merasa bahwa dia tidak menjadi dirinya sendiri, seperti sering menangis sendiri, bahkan tak jarang dia merengek pada Kevin.Ya, mau bagaimana lagi? Irina tak mungkin menghubungi Max lagi. Mantan suaminya itu kini mungkin sudah bahagia dengan kekasih simpanannya. Satu-satunya orang yang ia miliki saat ini hanyalah Kevin. Namun, Irina sadar. Kevi
Plak!Wajah Irina terlempar ke samping setelah tamparan keras dari Dewi, ibu dari Kevin, mendarat sempurna di pipinya.“Mama!” Kevin berseru karena tak percaya dengan apa yang sudah dilakukan ibunya. Bahkan, dia segera menarik tubuh Irina ke belakangnya, menengahi karena dia tidak mau ibunya berbuat lebih jauh lagi pada Irina.“Perempuan kurang ajar! Inikah balasan yang kamu berikan pada keluarga saya?! Kamu sudah melempar kotoran pada keluarga besar saya!” Dewi sangat marah. Sungguh.Kevin adalah putra satu-satunya dari Keluarga Diningrat. Sejak dulu, Dewi ingin memiliki anak lain, jika bisa anak perempuan. Karena Tuhan tidak memberikan kesempatan tersebut, ia akhirnya menganggap Irina sebagai anaknya sendiri. Dewi membiayai Irina karena dia tahu, Irina adalah anak yang baik dan pintar. Ditambah, Irina mau bekerja keras. Saat Irina terjun di dunia permodelan dan sukses di sana, Dewi juga mendukung penuh.Kini, Dewi tidak menyangka bahwa Irina akan mempermalukan keluarga besarnya samp