Share

Bab 3 - Menjadi Egois

Sejak Max memutuskan untuk benar-benar mengakhiri pernikahannya dengan Irina dua bulan yang lalu, Irina menjadi lebih tertutup. Padahal, banyak sekali media yang sedang memburunya. Bagaimana tidak? Dia berpisah saat sedang mengandung. Hal itu membuat media bertanya-tanya bahkan mengejarnya untuk mendapatkan berita.

Akhirnya, Irina memilih untuk menghabiskan banyak waktu di apartemen pribadinya. Beruntung, lagi-lagi Kevin mau membantunya menyiapkan semua yang ia butuhkan.

 Kehamilan Irina kini sudah hampir memasuki usia 6 bulan. Irina merasa bahwa tubuhnya sudah banyak berubah. Dia mulai sering lelah dan hormonnya benar-benar kacau. Irina sering merasa bahwa dia tidak menjadi dirinya sendiri, seperti sering menangis sendiri, bahkan tak jarang dia merengek pada Kevin.

Ya, mau bagaimana lagi? Irina tak mungkin menghubungi Max lagi. Mantan suaminya itu kini mungkin sudah bahagia dengan kekasih simpanannya. Satu-satunya orang yang ia miliki saat ini hanyalah Kevin. Namun, Irina sadar. Kevin pun sebentar lagi akan dimiliki oleh orang lain.

Kemarin, Kevin datang ke apartemennya. Seperti biasa, pria itu mengantarkan beberapa barang keperluannya karena Irina tidak mungkin ke luar dengan banyak media yang sedang menunggunya. Ketika Kevin ke apartemennya kemarin, pria itu mengatakan sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh Irina.

“Pernikahanku dan Rani dipercepat. Mungkin, bulan depan kami akan menikah.”

Irina yang saat itu sedang menikmati es krim yang dibawakan oleh Kevin deketika menghentikan tangannya. Ia lalu menatap Kevin dengan penuh rasa terkejut. “Kenapa?” tanya Irina dengan cepat.

“Aku sudah memutuskan, bahwa ini yang terbaik untuk kita semua.” Kevin menjawab dengan nada dingin. Seperti biasa.

“Apa maksudmu?” tanya Irina kemudian.

“Dengar, setelah menikah, aku akan fokus dengan keluargaku, dengan istriku. Jadi, kamu tidak bisa lagi sesuka hati memanggilku agar datang kepadamu.”

“Jadi, maksudmu … selama ini aku mengganggumu?” tanya Irina dengan sedikit terpatah-patah.

Kevin tampak ragu, tapi kemudian pria itu menjawab. “Ya.”

Irina merasa tertampar. Selama ini, dia merasa menjadi orang yang istimewa untuk Kevin. Dia merasa bahwa Kevin selalu menuruti apa pun yang diinginkannya. Namun ternyata, pria itu melakukannya hanya karena ia terpaksa dan bertanggung jawab terhadap Irina.

Irina tak mampu lagi berkata-kata setelah itu. Dia benar-benar merasa sendiri. Pernikahannya dengan Max sudah berakhir. Dan kini, satu-satunya orang terdekat yang ia miliki memilih untuk pergi meninggalkannya.

Saat itu, Irina tidak tahu harus berbuat apa dengan perasaan sehancur ini. Namun, kini Irina sudah tahu. Perempuan itu memutuskan bahwa dia tidak ingin kehilangan Kevin. Mungkin, dia akan menjadi perempuan yang sangat jahat karena sudah mengacaukan rencana pernikahan Kevin. Namun, Irina mencoba untuk tidak peduli. Dia akan menjadi egois.

“Aku melakukan semua ini untukmu,” bisik Irina sembari mengusap perutnya yang sudah makin membuncit.

Irina lalu menghela napas panjang sebelum memutuskan untuk keluar dari apartemen. Hari ini, dia akan melakukan hal yang cukup berani. Mungkin, mulai hari ini akan ada banyak orang yang membencinya.

***

“Irina, klarifikasi, dong! Apa benar bahwa kalian bercerai karena orang ketiga?”

“Apa benar kabar yang beredar bahwa kamu mengandung bayi pria lain?”

“Kenapa kamu sembunyi selama ini?”

“Apakah kamu berselingkuh?”

“Bagaimana dengan bayimu?”

Segelintir pertanyaan yang dilontarkan media seakan menghantamnya. Irina sadar benar, dia hampir tak memiliki privasi setelah menjadi model profesional. Kariernya sangat bagus, dan berita pernikahannya dengan Max membuat kariernya makin melejit.

Ya, seorang model yang menikah dengan pengusaha asing kaya raya. Tentu saja bagaikan cerita-cerita di negeri dongeng. Banyak sekali orang yang mengidolakannya dengan Max saat itu. Maka, ketika hubungan pernikahannya dengan Max berakhir, Irina seakan memiliki kewajiban untuk menjelaskannya kepada semua orang.

Tujuan Irina melakukan siaran pers kali ini adalah untuk mengakui satu hal yang dia percaya akan mengubah hidupnya dan bayi yang dikandungnya. Irina tidak ingin membahas apa pun tentang Max lagi karena itu membuatnya merasa seperti sedang membuka luka lamanya.

“Tujuan saya mengumpulkan kalian di sini hanya untuk meminta pada kalian agar saya tidak dikaitkan lagi dengan mantan suami saya.” Irina akhirnya membuka suara.

“Tapi, kenapa? Bagaimana dengan bayimu?” tanya salah seorang wartawan.

“Bayi ini tidak ada hubungannya dengan mantan suami saya. Ya, benar. Ini bukanlah bayinya.” Irina berkata tegas, membuat para wartawan saling berbisik tak menyangka bahwa Irina akan berkata jujur di depan para pers.

“Apa rumor yang beredar adalah benar? Bahwa kamu melakukan perselingkuhan?”

“Siapa ayah bayinya?”

Irina tampak ragu. Tapi kemudian, dia menguatkan diri dan menjawab. “Ini anak kekasihku, Kevin Putra Diningrat.”

***

Apa maksud perempuan itu? Apa tujuannya? Kevin membeku di tempat duduknya saat melihat siaran pers yang dilakukan oleh Irina. Tadi, Kevin mendapat kabar dari orang yang dia suruh untuk mengawasi Irina. Rupanya, Irina hari ini ke luar dan perempuan itu melakukan siaran pers sendiri.

Awalnya, Kevin mengira bahwa Irina sudah sangat tertekan dan ingin mengakhiri semuanya dengan bersikap tegas pada media. Namun, rupanya salah. Kevin lalu bersiap meninggalkan meja kerjanya. Dia harus bertemu dengan Irina dan menanyakan kenapa perempuan itu melakukan semua ini. Bahkan, ia telah melanggar perjanjian yang dia buat sendiri.

Mobil Kevin melesat menuju ke tempat di mana Irina melakukan siaran pers. Tepat ketika mobil Kevin sampai di tempat itu, Irina baru saja selesai melakukan siaran persnya dan perempuan itu tampak dikerubungi oleh beberapa wartawan yang tampak belum puas.

Mobil Kevin berhenti tepat di hadapan mereka semua hingga semua yang berada di sana menatap ke arah mobil tersebut, tak terkecuali Irina. Kevin menurunkan kaca penumpang sebelum berkata, “Masuk.”

Irina menuruti perkataan Kevin. Pada akhirnya, dia masuk ke dalam mobil Kevil lalu mobil tersebut melesat meninggalkan tempat itu.

***

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Kevin pada Irina. Saat ini, keduanya masih berada di dalam mobil Kevin. Pria itu sudah menepikan mobilnya di sebuah tempat yang cukup sepi.

“Maaf.” Hanya itu yang bisa Irina katakan.

Kevin menatap Irina dengan marah. “Kita memiliki kontrak, Irina! Bahkan, kamu sendiri yang membuatnya!” Kevin berseru keras karena marah. Dia ingat, saat pertama kali mereka melakukan proses inseminasi buatan, Irina sendiri yang ngotot bahwa Kevin tidak boleh mengakui anak itu sebagai anaknya dan hal itu dijadikan kontrak yang kuat.

Irina menunduk malu. “Aku butuh kamu, Vin. Anak ini butuh kamu,” Lirihnya.

“Seharusnya kamu memikirkan hal tersebut sebelum bertindak sejauh ini!” Kevin berseru keras. Kemudian, dia mengusap wajahnya dengan frustrasi. Tak lama setelah itu, ponselnya berbunyi. Kevin meraihnya dan menatap nama si pemanggil.

“Ya, Ma?” Tidak salah lagi. Toh, Kevin tahu bahwa masalah ini akan berimbas pada keluarga besarnya.

Irina segera menatap Kevin saat mendengar Kevin memanggil mamanya. Irina tahu, kini dia akan mendapatkan masalah yang cukup besar.

“Baik. Kevin akan pulang.” Setelah itu, panggilan ditutup.

Kevin menghela napas panjang sebelum dia menatap Irina dan berkata. “Ikut aku kembali ke rumah.”

“Apa … Ibu marah?” tanya Irina kemudian. Di masa Irina masih bersekolah, Irina memang memanggil ibu Kevin dengan panggilan Ibu.

“Sangat.” Kevin menjawab singkat. “Kita harus ke sana, Papa juga menunggu di sana.”

Pada akhirnya, Irina hanya bisa mengangguk. Dia akan menjalaninya, dia yakin dia bisa kuat melewati semuanya.

-TBC-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status