Share

Pewaris Tunggal Sang Presdir
Pewaris Tunggal Sang Presdir
Penulis: Mini Adila

1. Malam yang Tak Terduga

"Bibi Camilia, ayo cari Mama, Bi!" rengek gadis kecil- anak sang majikan yang sejak pagi tidak bertemu dengan ibunya.

"Bentar, Sayang, tunggu Nenek dulu, ya! Apalagi di luar baru turun hujan." Gadis berusia 24 tahun itu berusaha menenangkan anak majikannya tersebut. Tak selang berapa lama, Camilia menuntun gadis kecil itu menuju kamarnya. Sementara hujan masih turun dengan derasnya disertai angin dan bunyi petir yang bersahutan. 

Camilia melangkah menuju sisi jendela dan menatap luar kamar. Air mengalir di balik kaca jendela. Sesekali dirinya menoleh ke arah gadis kecil yang masih tampak sedih karena tidak sabar untuk menemui ibunya tersebut.

Tok, tok, tok!

"Camilia! Apa kamu ada di dalam?" Di luar terdengar ketukan pintu diiringi suara sang Nyonya Besar yaitu Nyonya Merry.

"Iya, Nyonya!" sahut Camilia lantang sembari bergegas melangkah menuju pintu. Perlahan pintu dibukanya, kemudian gadis yang berprofesi sebagai perawat dan pengasuh anak itu sesaat memandang sang Nyonya Besar yang telah menggunakan jas tebal.

"Apakah akan berangkat sekarang, Nyonya?" tanyanya kemudian.

"Iya. Ajak Nona kecil sekalian agar tidak menangis lagi!" seru wanita yang berangsur lanjut usia itu.

"Baiklah, Nyonya!" sahutnya kemudian.

Sang Nyonya Besar meninggalkan kamar menuju ruangan depan untuk menanti Camilia dan Nona kecil untuk bersiap berangkat menuju rumah sakit.

Camilia bergegas mengajak anak majikannya tersebut menuju ruangan depan rumah mewah berukuran besar itu. Gadis itu kemudian menuntun bocah berusia 5 tahun tersebut.

Tak berapa lama Camilia tiba di ruang depan, kemudian berjalan beriringan menuju halaman dan bergegas masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan sang asisten pribadi kepercayaan Tuan Muda Alfonso.

Mobil yang dikendarai mereka membelah jalanan yang diliputi hujan deras dan gelapnya malam. Sesekali Camilia menoleh ke arah luar jendela kaca mobil sembari sebelah tangannya mengelus lembut pucuk kepala anak majikannya tersebut. Tak banyak kata terucap dari bibir mereka yang berada di dalam mobil tersebut.

Setelah hampir satu jam berada di dalam kendaraan, akhirnya mereka tiba di halaman rumah sakit bersalin ternama yang ada di kota tersebut. Camilia beserta majikannya  turun dari mobil dan bergegas menuju ruangan di mana Nyonya Agatha melahirkan.

"Camilia, ayo mampir sebentar ke ruang peribadatan!" Sang Nyonya Besar mendadak berhenti dan mengajak Camilia mampir ke sebuah ruangan tak jauh dari ruang persalinan Nyonya Agatha.

"Iya, Nyonya." Camilia lantas mengikuti langkah majikannya itu sambil menggandeng lengan gadis kecil yang tampak membawa boneka beruangnya.

Sembari memegang butiran rosario, Nyonya Merry tampak komat-kamit membaca doa. Sedangkan Camilia yang berada di belakangnya tampak terdiam dan menundukkan wajah.

Pyaar!

Untaian rosario yang berada di genggaman Nyonya Besar tiba-tiba terlepas dan terjatuh membuat untaian itu berhamburan ke lantai. Camilia yang melihat hal itu bergegas berjongkok dan memunguti satu persatu bulatan manik-manik yang berhamburan itu.

"Firasat buruk apa ini?" gumam sang Nyonya Besar membuat Camilia mendongak dan menatap lekat wanita tua itu.

Usai bergumam sendirian, tak berapa lama wanita tua itu menajamkan indera pendengarannya karena mendengar suara tangisan bayi di ruangan yang tak jauh dari tempatnya berdiri itu. Hal tersebut juga yang dilakukan Camilia, membuat gadis itu sontak berdiri.

"Sepertinya Agatha telah melahirkan. Ayo, kita menuju ke ruangannya! Kira-kira berjenis kelamin apa anaknya!" seru sang majikan.

Camilia mengangguk dan bergegas melangkah beriringan menuju ruang persalinan sang Nyonya Muda yang sedang melahirkan anak keduanya.

Begitu tiba di depan ruangan tersebut sang Nyonya Besar bergegas memutar handel pintu dan melangkah masuk. Camilia yang setia menggandeng anak majikannya tersebut juga tampak menyusul memasuki ruangan tersebut.

Camilia menatap bergantian wajah sang Nyonya Besar berdiri di sisi ranjang brankar, kemudian beralih ke wajah Nyonya Agatha yang berbaring sembari melengos ke arah dinding ruangan itu.

"Dasar persalinan yang tidak berguna! Tak bisa diharapkan untuk mewarisi perusahaan yang selama ini dirintis!" cibir Nyonya Merry yang mengarah kepada menantunya itu. Camilia yang mendengar hal itu hanya terdiam dan tertunduk. Dalam batin gadis 24 tahun itu begitu paham perasaan para majikannya itu. Satu sisi Nyonya Agatha memang menginginkan anak laki-laki sebagai pewaris tunggal perusahaan sang suami. Sedangkan sang Nyonya Besar pun berharap demikian juga. Namun, lagi-lagi takdir seakan-akan mempermainkan keluarga itu. Kehadiran keturunan laki-laki nyatanya tidak hadir lagi dari rahim sang Nyonya Muda.

Tak berselang lama, tanpa berkata apa-apa lagi, dengan raut wajah kecewa, Nyonya Merry keluar dari ruangan itu.

"Ajak Nona kecil keluar dari ruangan ini juga sekarang, Camilia!" seru Nyonya Agatha usai membalikkan badan.

"Tapi, Nyonya ... bolehkah sebentar lagi di sini? Sejak tadi Nona kecil menangis mencari Nyonya." Camilia berusaha membujuk Nyonya Agatha yang masih terbaring di brankar itu. Perawat keluarga itu berharap majikannya mau meluangkan waktu untuk berbicara dengan buah hatinya walaupun sesaat.

"Sudah kubilang ajak pulang, ya, pulang! Tinggalkan aku sendiri di ruangan ini!" bentak Nyonya Agatha.

"Baiklah, Nyonya!" sahut Camilia yang merasa ketakutan. Dengan terpaksa gadis 24 tahun itu lantas menggandeng lengan gadis kecil yang tampak berkaca-kaca, menuju pintu dan keluar dari ruangan itu.

Camilia berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju halaman. Sang Nyonya Besar telah menunggunya di dalam mobil untuk bergegas pulang. 

"Saat hendak ke sini, saya melihat Tuan Reinhard menuju ruangan Nyonya Agatha, Nyonya," ujar Camilia saat memasuki mobil.

"Iya, dia menyampaikan pesan Tuan Alfonso jika tidak bisa datang menjenguk ke rumah sakit," sahut wanita tua itu sambil memegang tas yang ada di pangkuannya.

Camilia beserta gadis kecil dan wanita tua itu kemudian menunggu di dalam mobil. Sesekali perawat keluarga yang merangkap menjadi seorang pengasuh itu menatap gadis kecil yang duduk di sebelahnya. Batin Camilia sedih melihat raut kecewa anak majikannya itu.

Tak berapa lama, seseorang yang dinantinya berusaha membuka pintu mobil dan duduk di belakang kemudi.

"Apa yang dikatakan Nyonya Muda, mendengar pesan dari Tuanmu?" tanya wanita tua itu sebelum mobil melaju.

"Nyonya Muda tampak kecewa Tuan Alfonso tidak berusaha menjenguk ke sini, Nyonya," sahut lelaki yang usianya sebaya dengan Tuan Alfonso.

"Terang saja Tuanmu kecewa." Wanita tua itu bergumam saat mobil perlahan melaju.

Kendaraan roda empat itu akhirnya melaju menuju rumah mewah kediaman Tuan Alfonso. Camilia sebentar-sebentar melirik ke arah wanita tua yang duduk paling tepi bersebelahan dengan cucunya itu. Wajah wanita tua itu tampak dingin dan kecewa bahkan terdengar saat bergumam,  ada kebencian terhadap sang menantu.

***

Camilia berlari menuju pintu ketika mendengar mobil sang majikan lelakinya berhenti di halaman. Dia bergegas membuka pintu dan memandang keadaan luar rumah yang sedang diguyur hujan yang sangat deras.

"Tuan Alfonso banyak minum tadi!" ujar sang asisten pribadi majikannya tersebut sembari menyodorkan atasan jas milik sang Tuan Muda ke arah Camilia. Setelah  mengetahui sang Tuan Muda menuju kamarnya, lelaki yang menjabat asisten pribadi itu meninggalkan rumah tersebut sembari sesaat berbisik kepada Camilia. Sang perawat itu mengangguk seolah-olah paham dengan yang dikatakan Tuan Reinhard.

Camilia bergegas menuju kamar Tuan Alfonso, setelah sang asisten pribadi majikannya itu berlalu. Dia menatap lekat sang Tuan Muda yang duduk menyandar di sofa dengan wajah tampak lelah. Gadis 24 tahun itu lantas mengambil alat untuk mengukur tekanan darah di lemari kaca yang terletak di sudut kamar tersebut. 

"Tuan, anda tampak lelah. Sebaiknya saya memeriksa tekanan darah Anda terlebih dahulu!" ujar Camilia sembari berjongkok dan memasang kain perekat di lengan atas siku majikan lelakinya tersebut.

Camilia tampak sigap menekan pompa alat pengukur tekanan darah tersebut. Sedangkan Tuan Alfonso menatap lekat gadis 24 tahun yang bekerja sebagai perawat sekaligus pengasuh di keluarganya tersebut.

"Tekanan darah Tuan naik sedikit dari biasanya. Sepertinya anda butuh istirahat!" ujar Camilia lagi usai memeriksa tekanan darah majikannya tersebut.

"Kamu sangat cantik," ucap Tuan Alfonso membuat gadis itu menunduk, wajahnya tampak merona. Camilia tersipu malu.

"Tetapi saya udah menjadi perawan tua, Tuan." Dengan gemetar gadis itu berusaha membalas ucapan sang Tuan.

"Tidak masalah. Oh ya, Nyonya apakah sudah pulang?" tanya Tuan Alfonso kepada perawatnya tersebut.

"Belum, Tuan. Padahal, tadi pagi hanya pamit sebentar untuk keluar rumah," balas Camilia.

Tuan Alfonso yang mendengar perkataan gadis itu, sontak berdiri dan melangkah mendekatinya. Tak berapa lama mereka berdua saling berdiri berhadapan. Camilia lantas mundur beberapa langkah dan tubuhnya menyentuh lemari kayu.

"Apa yang akan Tuan lakukan?" tanya Camilia dengan suara bergetar.

Tuan Alfonso tidak menjawab. Lelaki yang menjabat sebagai Presiden Direktur itu justru menggenggam wajah Camilia dan menatapnya lekat. Sementara gadis itu semakin gemetar sembari menggenggam dinding lemari kayu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Mantaapp ceritanya
goodnovel comment avatar
Kesatria Pena
Semangaaaaaatt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status