"Tuan Reinhard, tolong pertimbangkan usulan penjaga keamanan untuk membawa anak-anak ini ke kantor polisi!" seru Tuan Alfonso kepada asisten pribadinya tersebut.
"Baik, Tuan," balas Tuan Reinhard.
"Urus semuanya!" perintah Presiden Direktur itu lagi.
Brandon bergegas lagi mendekati Tuan Alfonso setelah mendengar perintahnya kepada sang asisten pribadi.
"Maafkan saya, Tuan Presiden! Sekali ini saja. Saya tidak akan mengulanginya." Anak usia 12 tahun itu terus memberanikan diri memohon maaf.
"Kamu telah berani masuk ke sini dan mencuri. Itu tandanya, kamu harus memberanikan diri untuk bertanggung jawab apa yang telah kamu perbuat!" tegas Tuan Alfonso.
Jason yang berdiri tidak jauh dari ayahnya tersenyum sinis melihat Brandon dan teman-temannya.
"Tuan Reinhard! Lebih baik panggil polisi ke sini saja!" perintah Tuan Alfonso. Kemudian Presiden Direktur itu melangkah menuju proyek.
"Tuan ... Tuan! Maafkan saya. Saya mohon, Tuan!" Ujar Brando
Jantung Camilia berdegup kencang saat dari kejauhan dirinya melihat rombongan Tuan Alfonso keluar dari ruangan. Dia lantas bergerak maju berniat untuk menemui Presiden Direktur itu. Namun, bekas perawat keluarga itu harus menghentikan langkah saat menatap Tuan Reinhard yang sedang membukakan pintu mobil.Camilia lantas segera bergeser dari tempatnya berdiri dan menyandar di balik dinding bangunan tersebut. Dia teringat pesan Tuan Reinhard kala itu. Ancaman dari asisten pribadi Tuan Alfonso itu selalu terngiang di telinganya. Tak berapa lama, dirinya mendengar suara mesin mobil yang siap melaju.Ibu kandung Brandon bergegas membalikkan tubuh menghadap dinding, saat Tuan Alfonso dan rombongan yang mengendarai mobil melintas tepat di depannya. Jantungnya semakin berdegup kencang, ada rasa cemas jika Tuan Alfonso atau Tuan Reinhard melihat dirinya.Tuan Alfonso yang berada di dalam mobil, sekilas melihat ke arah Camilia melalui kaca spion bagian dalam. Namun, Tua
"Jason ... keluarlah dari ruangan ini dan masuklah ke kamarmu, sekarang!" perintah Nyonya Agatha tanpa peduli dengan kemarahan sang ibu mertua."Agatha! Apa yang kamu lakukan?" teriak Nyonya Merry melihat kelakuan menantunya itu. Wanita yang telah lanjut usia itu teriakannya tampak diabaikan oleh sang menantu."Jason! Apakah kamu tidak dengar? Keluar dari sini sekarang juga!" seru Nyonya Agatha lagi kepada anak lelakinya tersebut. Jason yang masih menangis lantas berlari keluar ruangan.Nyonya Merry memandang heran kepada menantunya. Wanita tua itu menggeleng menanggapi tingkah laku sang menantu yang tidak peduli dengan keberadaannya."Agatha! Kamu pikir ... kamu siapa? Berani-beraninya berbuat seperti ini di depanku. Kamu melawan perintahku!" seru Nyonya Merry yang tampak tidak kuat menahan emosi."Ibu! Ibu mertua! Tolong hentikan yang Ibu mau! Jason adalah cucu laki-laki yang selama ini diidam-idamkan kelahirannya di keluarga ini. Bagaimana bisa, Ibu
"Brandon, kenapa belum berangkat sekolah? Kenapa masih di sini?" cecar Camilia sambil mengatasi rasa gugup yang mendera batinnya. Brandon terdiam, tetapi kedua matanya menatap tajam ke arah ibunya tersebut yang sedang membawa satu ember besar berisi pakaian."Aku sudah tahu, Bu," ujar Brandon kemudian. Dia lantas membungkuk dan segera membalikkan badan, kemudian berjalan kaki menuju sekolah.Brandon merenung sepanjang perjalanan menuju sekolah. Dia ingin mencari cara agar bisa membantu sang ibu. Anak semata wayang Camilia itu tiba-tiba mendapatkan ide mencari barang bekas untuk dijual kepada pemasok.Anak lelaki berusia 12 tahun itu sebentar-sebentar berhenti saat menuju sekolah. Dia memunguti barang bekas yang ditemuinya di jalan, kemudian mengumpulkannya di sebuah rumah kosong. Brandon berniat mengambil dan menjualnya saat pulang sekolah.Pikiran Brandon tidak konsentrasi sama sekali saat di sekolah. Perbincangan ibunya dengan pemilik kontrakan tereka
Tuan Alfonso masih terdiam dan kenangan saat bersama Camilia masih terukir indah di benaknya. Apalagi saat Camilia begitu lugu bertanya pada dirinya, apakah dirinya akan mengakui janin yang ada dalam kandungannya itu selama-lamanya."Baiklah, aku mengerti! Aku akan menerima uang ganti potongan besi itu," ujar Presiden Direktur itu setelah beberapa saat lamanya."Jadi ... itu tandanya kasus pencurian itu sudah hilang, Tuan Presiden?" tanya Brandon sambil tersenyum malu."Bukan hilang, tapi dihapuskan," sahut Tuan Alfonso."Benarkah? Terima kasih, Tuan." Brandon sangat senang mendengar ucapan Presiden Direktur tersebut."Kamu adalah anak yang pemberani dan bertanggung jawab. Aku salut padamu!" puji Tuan Alfonso."Terima kasih, Tuan Presiden. Saya sangat senang mendengarnya, sekarang," balas Brandon tidak berhenti tersenyum. Batin bocah 12 tahun itu sangat bahagia."Kalau begitu, pulanglah!" seru Tuan Alfonso kemudian."Baiklah, Tuan Pres
Brandon seketika menoleh saat mendengar teriakan gadis yang selama ini disukainya itu. Namun, gadis itu sudah tidak terlihat lagi. Bocah lelaki 12 tahun itu lantas berlari mencari sumber suara.Emily, nama gadis itu. Dia terus berlari saat seorang lelaki paruh baya bertubuh tambun mengejarnya. Brandon yang melihat kejadian itu lantas mencari jalan pintas agar bisa menolong Emily. Bocah lelaki itu akhirnya bisa berlari sejajar dengan Emily.Bruk!Lelaki paruh baya yang mengejar Emily tiba-tiba tersungkur dan terkapar di pinggir jalan. Brandon dan gadis itu seketika berhenti, kemudian sama-sama menoleh. Rupanya lelaki paruh baya itu terserempet kendaraan roda empat yang sedang melaju hingga tak sadarkan diri."Siapa dia?" tanya Brandon kepada gadis yang berdiri di sebelahnya. Gadis itu tampak terbengong mengetahui lelaki paruh baya bertubuh tambun yang mengejarnya itu terkapar di pinggir jalan."Dia, ayahku," sahut gadis itu kemudian. Emily lantas men
Brandon dan Emily rupanya berada di gazebo sudut taman setelah pulang sekolah. Mereka berdua duduk berhadapan dan saling bercerita tentang keadaan masing-masing. Bahkan, kali ini Emily tidak sungkan lagi menceritakan kenyataan pahit dalam hidupnya. Gadis berwajah ayu dengan kulit putih bersih itu sering dianiaya oleh ayahnya. Brandon yang sejak lahir tidak merasakan kasih sayang seorang ayah pun merasa kasihan."Ayo kita pulang! Kasihan ibumu pasti mencari ke mana-mana." Gadis itu mengajak Brandon pulang sambil menatap langit yang mulai gelap."Bagaimana jika ayahmu menemukan dan memukulmu lagi?" tanya Brandon. Bocah lelaki yang berusia 12 tahun itu tampak cemas."Tenanglah! Aku akan baik-baik saja. Hal itu juga sudah terbiasa. Aku akan tetap pulang ke rumah," balas Emily berusaha menenangkan hati Brandon yang merasa cemas."Aku mengkhawatirkan dirimu. Bagaimana jika kamu pulang ke rumahku saja?" Brandon mencoba membujuk gadis itu."Aku sebenarnya tadi
Sinar mentari pagi telah menerobos ke dalam kamar melalui celah-celah dinding. Camilia tampak berdiri di depan cermin sedang merapikan rambutnya yang dibiarkan terurai. Bekas perawat itu tampil tidak seperti hari biasanya. Dia memakai rok selutut dan atasan blazer berwarna merah marun. Camilia tampak anggun.Camilia yang telah selesai berdandan kemudian menghampiri ranjang. Dia berusaha membangunkan anak semata wayang yang masih tampak terlelap."Sayang, bangunlah!" seru Camilia sambil mengelus lengan sang anak.Brandon tampak menggeliat usai mendengar suara Camilia yang membangunkannya. Bocah lelaki 12 tahun itu terperanjat begitu membuka mata mendapati ibunya tampil tidak seperti hari biasanya."Ibu?" Brandon yang terkejut kemudian menyapa Camilia. Batin bocah lelaki itu dipenuhi dengan pertanyaan."Kamu harus ikut Ibu pergi ke suatu tempat," ujar Camilia kemudian. "Tenanglah, kita tidak akan pindah dari sini!" sambung bekas perawat itu lagi, ketika B
"Tuan Presiden?!" gumam Brandon sembari terbelalak saat bertatapan dengan Tuan Alfonso yang berdiri tidak jauh dari dirinya.Brandon masih terpaku di tempat sambil terus memandangi orang-orang yang juga menatapnya. Tak berapa lama tampak Tuan Alfonso meletakkan minuman yang digenggamnya ke meja saji, kemudian berusaha berjalan mendekati Brandon."Ayo pergi dari sini!" hardik Tuan Reinhard yang tiba-tiba muncul di belakang Brandon. Asisten pribadi itu sigap mencengkeram dan menarik lengan bocah lelaki 12 tahun itu. Melihat keadaan itu, seketika Tuan Alfonso menghentikan langkah."Apa yang terjadi? Bagaimana anak ini bisa sampai ke sini?" tanya Tuan Alfonso yang ditujukan kepada Tuan Reinhard yang telah menggenggam kuat lengan bocah lelaki 12 tahun itu."Tidak ada apa-apa, Tuan. Lanjutkan saja pestanya! Saya akan membereskan anak ini segera," sahut Tuan Reinhard membalas pertanyaan Presiden Direktur itu."Tolong ... tolong Ibu saya, Tua