Share

3. Perintah Aborsi

Nyonya Agatha bergegas menutup panggilan telepon dengan asisten sang suami, usai berbicara. Nyonya Muda itu kemudian menghampiri perawat keluarganya yang masih saja bersimpuh di lantai dengan berderai air mata.

"Cepatlah bersiap-siap, aku telah menyuruh Tuan Reinhard untuk mengurus segalanya di rumah sakit!" seru Nyonya Agatha sembari melipat kedua tangan di depan dada. 

"Nyonya! Saya mohon jangan lakukan itu!" rengek Camilia sembari meraih kaki jenjang sang Nyonya Muda yang masih berdiri angkuh.

"Tidak bisa! Secepatnya gugurkan kandungan itu!" teriak wanita yang telah mempunyai 2 keturunan itu.

Mendengar sang Nyonya Muda berteriak, membuat Nyonya Merry kembali keluar dari kamar. Wanita tua itu menghampiri ruang keluarga lagi.

"Apa-apaan, masih ribut saja di sini! Apa yang kamu lakukan terhadap Camilia lagi. Biarkan dia istirahat di kamarnya!" seru wanita lanjut usia itu sembari memandang sengit sang menantu.

"Oh ... jadi Ibu membela wanita murahan ini. Jangan-jangan Ibu juga terlibat akan hal ini! Apakah benar itu, Ibu?" bentak Nyonya Agatha kepada ibu mertuanya itu.

"Berani-beraninya kamu membentakku, Agatha! Semua itu salahmu yang meninggalkan suami begitu lama. Alfonso butuh seseorang untuk menemaninya saat lelah pulang dari bekerja!" Nyonya Merry berganti berteriak. Wanita tua itu lagi-lagi menyalahkan sikap menantunya yang angkuh.

Nyonya Agatha menyentuh pelipis setelah mendengar balasan, teriakan ibu mertuanya. Dia tak habis pikir jika sang mertua terlibat akan kehamilan Camilia.

Sang Nyonya Besar yang tidak tega melihat Camilia masih saja bersimpuh dan menangis, kemudian meraih lengan gadis itu. Wanita tua itu membantu perawatnya itu berdiri. Namun, Camilia bergegas mendelik saat Nyonya Agatha menatapnya penuh kebencian.

Camilia bergegas menuju kamarnya lagi, setelah Nyonya Merry berbisik agar dirinya beristirahat. Sementara, Nyonya Agatha begitu kesal melihat tingkah polah mertuanya yang justru membela Camilia. Dia lantas meninggalkan ruang keluarga dan menuju kamarnya juga.

Camilia tiba di kamarnya, begitupun dengan Nyonya Agatha. Perawat bermata bulat itu bergegas membaringkan tubuhnya di ranjang. Matanya masih saja melelehkan buliran bening. Dia kemudian membenamkan wajah di bantal sembari memikirkan Tuan Alfonso yang tidak mengetahui hal yang baru saja terjadi.

***

Nyonya Agatha menghampiri minibar yang berada di dalam kamarnya yang mewah dan luas. Dia lantas meraih sebotol minuman beralkohol yang masih sisa setengah itu, kemudian menenggaknya. Hal yang selalu dilakukannya saat ada masalah atau dia merasa terancam posisinya sebagai Nyonya Muda.

Dia lantas meletakkan botol minuman di meja dan kembali menghubungi Tuan Reinhard melalui sambungan telepon.

"Ternyata perintahku belum bisa dilakukan sekarang. Nyonya tua itu tidak sengaja menghalangi rencanaku. Lebih baik, besok ketika Nyonya Merry cek kesehatan berkala sesuai jadwalnya, anda mengantar wanita keparat itu. Aku akan memaksanya!" ujar Nyonya Agatha yang berbicara dengan asisten suaminya itu.

"Baik, Nyonya!" balas Tuan Reinhard.

"Ya sudah, lanjutkan pekerjaanmu!" seru Nyonya Agatha,  kemudian menutup panggilan telepon itu.

Nyonya Muda itu, kemudian duduk di sofa sembari termenung seolah-olah mengingat sesuatu. Dia teringat saat mengunjungi seorang paranormal yang sangat familiar.

"Kamu bisa memperoleh keturunan laki-laki, jika berhubungan dengan laki-laki selain suamimu," ujar lelaki tua yang ditemuinya.

"Maksudnya ... aku harus berhubungan dengan orang lain?" tanyanya saat itu.

"Iya. Tapi itupun bukan solusi, karena suamimu akan mempunyai keturunan laki-laki dari wanita lain juga," ujar sang peramal itu membuat Nyonya Agatha tampak syok saat itu.

Nyonya Agatha tersentak saat mendengar petir menggelegar di luar rumah. Hal itu membuat lamunannya buyar seketika. Dia lantas menghampiri meja dan meraih minuman dalam botol lagi. Nyonya Muda yang tampak cantik dan modis itu kemudian menenggaknya lagi.

Bunyi hujan terdengar mulai turun dengan deras. Batin dan pikiran Nyonya Agatha sangat kalut dengan keadaan yang menimpanya. Namun, setelah beberapa saat termenung, dia lantas tersenyum. 

"Mama! Mama! Apakah Mama udah pulang?" teriak Nona Kecil Alice di luar kamar sang ibu.

"Masuklah, Sayang!" sahut Nyonya Agatha menyuruh buah hatinya itu memasuki kamar.

Nona Alice membawa boneka beruangnya masuk ke kamar dan segera menghampiri ibunya. Gadis kecil itu lantas memeluk erat pinggang wanita yang melahirkannya.

"Bagaimana sekolahmu, Sayang? Apa anak Mama ini rajin belajar, selama Mama pergi?" tanya Nyonya Muda itu kepada gadis kecilnya yang diam menunduk.

"Kenapa diam, Sayang? Bibi Camilia mengajak Alice bermain, kan?" selidik Nyonya Agatha.

Alice yang terus saja bungkam, membuat ibunya tak melanjutkan bertanya. Nyonya Agatha seolah-olah paham yang terjadi. Pikirannya  menuduh Camilia tidak bertanggung jawab dalam mengasuh kedua buah hatinya.

"Awas saja Camilia! Aku tak akan tinggal diam!" gumam Nyonya Muda itu sambil mengepalkan kedua tangan.

Dia lantas mengajak Nona Alice menuju kamar Nona Brenda, putri keduanya.

***

Nyonya Merry tampak berangkat pagi-pagi menuju kota dengan diantar Tuan Alfonso sendiri. Hal itu membuat Nyonya Agatha merasa senang. Dia bergegas menjalankan rencana liciknya yang sempat tertunda.

Asisten suaminya telah datang di rumah mewah tersebut untuk menjemput sekaligus mengantar Camilia. Nyonya Agatha memaksa gadis 24 tahun itu untuk melakukan aborsi di rumah sakit.

Sang perawat keluarga yang sedang mengandung 3 bulan itu terpaksa menuruti perintah sang majikan. Dia bergegas menuju mobil yang telah menantinya di halaman. Batin Camilia begitu sakit menerima kenyataan dirinya yang dipaksa menggugurkan buah cinta sang Tuan itu. Dia mengelus lembut perutnya saat menanti Tuan Reinhard yang masih berbicara dengan Nyonya Muda.

"Pastikan, wanita keparat itu benar-benar menuju ruang aborsi!" bisik Nyonya Agatha kepada asisten suaminya itu.

"Baik, Nyonya!" jawab Tuan Reinhard. Lelaki itu lantas menuju mobil. Kemudian melajukan kendaraan roda empat itu meninggalkan kediaman Tuan Alfonso.

Camilia terdiam sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Sang asisten majikannya itupun demikian juga. Pikiran gadis 24 tahun itu terus bergelut dengan keadaan. Dia tak mampu menolak keinginan Nyonya Muda.

Mobil terus melaju menembus jalanan. Camilia menatap nanar keluar jendela kaca. Ranting dan dedaunan kering memenuhi jalanan layaknya musim gugur. Hati Camilia semakin pilu saat ranting dan daun kering itu mulai tersapu angin dan beterbangan tak tentu arah.

Gadis bermata bulat itu bergegas turun dari kendaraan yang ditumpanginya, setelah Tuan Reinhard menghentikan lajunya tepat di depan halaman rumah sakit. Lelaki yang menjabat asisten pribadi Tuan Muda itu, kemudian turun juga.

"Cepatlah masuk, kemudian katakan nama anda! Mereka yang di dalam telah mengetahui dan segera menangani anda. Aku akan menunggu di luar saja," ujar Tuan Reinhard. Camilia lantas mengangguk meskipun tubuhnya mulai gemetar tak karuan. 

Camilia mulai memasuki rumah sakit dengan langkah gugup. Dia berhenti sejenak saat tiba di lorong dan memandang beberapa pasangan suami istri yang begitu bahagia menyambut kedatangan buah hati. Gadis itu lantas menelan ludah, kemudian mengelus perut. Batinnya merasakan iri melihat pasangan lain.

'Tuan Alfonso ... tolong saya! Apa yang harus saya perbuat?' keluh Camilia dalam batin.

Perawat yang dipaksa melakukan aborsi itu lantas melangkah lagi menembus pintu kaca menuju ruangan yang akan menangani dirinya. Tubuhnya makin gemetar, tangan dan keningnya mulai basah dengan keringat dingin. Camilia sangat ketakutan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Kenapa gak bilang sm tuanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status