Share

4. Rencana yang Gagal

Camilia menghentikan langkahnya sejenak, sebelum tiba di depan pintu ruangan. Dia mengedarkan pandangan ke segala arah. Banyak pasangan suami istri juga mondar-mandir di depan ruangan tersebut. Namun, tiba-tiba gadis bermata bulat itu semakin gemetar ketika melihat seorang perawat keluar dari ruangan sambil menoleh ke sana ke mari, seolah-olah mencari seseorang. 


'Ya Tuhan, saya tidak ingin melakukan hal ini. Beri petunjuk, Tuhan!' ratapnya dalam batin. Camilia kemudian berusaha menguatkan hatinya dan melangkah menghampiri seorang perawat yang masih berdiri di depan pintu dan mendekap sebuah map.


"Suster! Sa-saya ...." Camilia tak melanjutkan ucapannya karena merasa gugup di depan perawat rumah sakit itu.


"Iya. Ada yang bisa dibantu?" tanya perawat yang tampak ramah itu kepada Camilia.


"Bisakah saya pergi dari rumah sakit ini?" tanya Camilia.


"Maksud anda?" tanya perawat rumah sakit yang tampak kebingungan.


"Saya membutuhkan bantuan anda, Suster! Adakah pintu belakang untuk keluar dari rumah sakit ini? Maksud saya ... pintu lain selain pintu utama yang ada di depan. Saya mohon bantuannya, Suster!" ujar Camilia memohon bantuan dari perawat yang berdiri di depannya.


Perawat rumah sakit itu terdiam, tetapi pandangannya terus tertuju pada Camilia yang matanya mulai berkaca-kaca.


"Ayo, ikuti langkah saya!" seru sang perawat rumah sakit itu, setelah merenung sejenak. Camilia lantas mengikuti langkah perawat itu melewati lorong panjang rumah sakit. Tak berapa lama, keduanya tiba di sebuah pintu.


Perawat rumah sakit itu bergegas memutar handel pintu. Dia mengantar Camilia hingga keluar dari rumah sakit melalui pintu belakang.


"Terima kasih, anda telah membantu saya, Suster! Terima kasih banyak!" ucap Camilia sebelum berlalu.


"Terimalah ini untuk bekal selama di jalan!" Perawat itu menyodorkan sejumlah uang yang diraihnya dari dalam saku ke tangan Camilia.


"Terima kasih, Suster. Anda begitu baik mau menolong saya. Saya tidak akan melupakan bantuan anda. Terima kasih banyak, Suster!" ucapnya sembari membungkukkan badan tanda berterima kasih. Batin Camilia merasa beruntung bertemu dengan seorang perawat yang mau membantunya.


"Cepatlah berangkat! Saya juga akan kembali ke ruangan saya," seru perawat itu. 


Camilia mengangguk dan bergegas berlalu, sedangkan perawat rumah sakit itupun bergegas menuju ruangannya lagi.


***


Rumah Tuan Alfonso


Nyonya Besar merasa terkejut mendengar pengakuan Nona Alice jika pengasuhnya telah menghilang sejak pagi. Wanita tua itu kemudian memanggil asisten rumah tangga dan hendak menanyainya.


"Anna! Anna!" Nyonya Merry berteriak memanggil begitu tiba di depan ruangan dapur.


"Iya, Nyonya." Asisten rumah tangga itu kemudian datang tergopoh-gopoh menemui sang Nyonya Besar.


"Camilia pergi ke mana?" tanya Nyonya Merry.


"Saya tidak tahu, Nyonya. Sejak Nyonya berangkat ke rumah sakit tadi pagi, saya juga tidak melihatnya," sahut sang asisten rumah tangga itu.


"Apa tidak mengatakan pergi ke mana kepadamu?" selidik wanita tua itu.


"Tidak, Nyonya."


"Ya sudah, kembalilah lagi ke dapur!" perintah Nyonya Besar. 


Asisten rumah tangga itu mengangguk, kemudian bergegas kembali menuju ruang dapur. Nyonya Merry pun kembali menuju kamarnya sembari memikirkan keberadaan Camilia yang entah ke mana.


Nyonya Agatha yang menemui Tuan Reinhard di paviliun lain ingin mendengar kabar tentang Camilia.


"Apa? Dia tidak menggugurkan kandungannya?" gertak Nyonya Agatha dengan nada bertanya.


"Saya telah memerintahkan seseorang untuk mencarinya, Nyonya. Saya juga memastikan jika dia tidak akan bisa menghubungi Nyonya Merry dan Tuan Alfonso," sahut Tuan Reinhard.


Nyonya Agatha yang mendengar pernyataan asisten suaminya itu kemudian terdiam sejenak. Ucapan sang peramal yang mengatakan akan ada keturunan laki-laki dari wanita lain selalu terngiang-ngiang di telinganya. Wanita cantik dengan tampilan yang sangat modis itu tampak frustrasi.


"Mustahil. Hal ini sangat mustahil," gumam Nyonya Agatha. Nyonya Muda itu lantas berjalan menuju sofa sambil memegangi gelas berisi minuman beralkohol. Namun, baru beberapa langkah, dia terhuyung dan hampir saja tersungkur.


"Anda tidak kenapa-napa, Nyonya? Apakah anda baik-baik saja?" tanya Tuan Reinhard yang sigap meraih tubuh istri atasannya tersebut.


Nyonya Agatha menatap sinis ke arah asisten suaminya itu. Kemudian dia secepat kilat menyingkirkan tangan Tuan Reinhard yang tidak sengaja masih memegang lengannya. Namun, sesaat kemudian ucapan peramal itu berdengung lagi di telinganya. Kali ini, yang teringat adalah ucapan jika dia akan memperoleh keturunan laki-laki juga dengan lelaki selain suaminya.


"Apakah Nyonya baik-baik saja?" tanya Tuan Reinhard yang melihat Nyonya Muda itu berpegangan di kursi sambil termenung menatapnya lekat. Sesaat kemudian Nyonya Agatha yang membungkuk mencoba bangkit dengan uluran tangan asisten suaminya itu.


"Lepaskan!" pekik Nyonya Agatha sambil menyingkirkan kasar tangan Tuan Reinhard yang berusaha menolongnya. Lelaki itu kemudian mundur beberapa langkah. Sedangkan Nyonya Agatha kembali mengambil minuman dan menenggaknya.


"Cukup, Nyonya! Jangan lakukan itu lagi! Anda telah minum terlalu banyak!" seru Tuan Reinhard sambil mendekati dan berusaha mengambil alih gelas yang ada di genggaman Nyonya Agatha. Namun, tidak berhasil. Nyonya Muda itu mulai mabuk minuman beralkohol.


"Apa kamu peduli denganku?" tanya Nyonya Agatha, kemudian menenggak minumannya lagi.


"Hentikan, Agatha!" teriak Tuan Reinhard lagi membuat Nyonya Agatha terkejut dan langsung terduduk di sofa.


"Jangan sebut namaku! Aku adalah istri atasanmu," ancam Nyonya Agatha.


"Maafkan saya, Nyonya!" pinta Tuan Reinhard, kemudian mengambil gelas di meja saat Nyonya Agatha lengah. Lelaki itu lantas membalikkan badan dan hendak melangkah keluar paviliun.


"Apakah suamiku begitu menakutkan menurut dirimu?" tanya istri atasannya itu, saat Tuan Reinhard baru berjalan beberapa langkah dan terpaksa berhenti.


"Kalian berdua dibesarkan bersama-sama layaknya saudara. Kemudian setelah tumbuh dewasa, melihat orang yang kamu cintai bersama orang lain ... apakah kamu tidak sakit hati?" tanya Nyonya Agatha membuat Tuan Reinhard merasa kebingungan.


"Maaf! Saya tidak mengerti dengan yang Nyonya maksud," sahut lelaki yang menjabat asisten pribadi Tuan Alfonso itu.


"Apakah kamu akan terus-menerus hidup di bawah tekanannya? Apakah kamu benar-benar tidak mengerti arti sebuah penghinaan?" tanya Nyonya Agatha lagi.


"Saya benar-benar tidak mengerti akan hal itu, Nyonya." 


"Apakah kamu tidak sakit hati melihat diriku yang kamu cintai berlindung dan bersembunyi di balik badan atasanmu? Apakah kamu tidak frustrasi selama hidupmu?" cecar Nyonya Muda itu.


"Silahkan beristirahat, Nyonya!" balas Tuan Reinhard sambil menunduk hormat, seolah-olah tak peduli dengan pertanyaan Nyonya Agatha.


"Jawab pertanyaanku! Apakah kamu tidak frustrasi? Apakah kamu tidak punya harga diri? Apakah kamu tidak mengerti dengan sebuah penghinaan yang diberikan untukmu?" Nyonya Agatha masih saja mengejar jawaban atas pertanyaan yang sama dari asisten pribadi suaminya itu.


"Sejak awal, saya memang tidak memiliki harga diri. Saya tidak mengecam karena frustrasi, bahkan saya tidak peduli dengan arti penghinaan," tegas Tuan Reinhard kemudian, membuat Nyonya Agatha tak habis pikir.


"Menjijikkan!" tukas Nyonya Agatha.


"Bagaimana saya akan melawan orang yang telah menolong saya. Sejak kecil, saya sudah tidak mempunyai orangtua. Meskipun, orang saya cintai lebih memilih bersanding dengannya, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Kecuali ... hanya pasrah dan menerima. Maaf, saya tidak bisa berbuat lebih untuk anda, Nyonya! Hanya sebatas inilah yang bisa saya lakukan," terang Tuan Reinhard. Sesaat kemudian asisten pribadi Tuan Alfonso itu benar-benar membalikkan badan dan melangkah lagi hendak keluar paviliun.


Nyonya Agatha berusaha bangkit dari duduknya dan bergegas mengejar langkah Tuan Reinhard. Nyonya Muda itu kemudian memeluk dari belakang asisten suaminya itu.


"Tinggallah bersamaku! Aku ingin tinggal dan hidup bersamamu," bisik Nyonya Agatha membuat Tuan Reinhard tersentak dan sigap menyingkirkan tangan Nyonya muda yang melingkar di pinggangnya. Namun, Nyonya Agatha tetap melakukannya lagi, memeluk erat pinggang asisten suaminya itu.


"Bagaimana kamu cemburu dengan wanita yang bisa memberikan keturunan laki-laki bagi suamimu, sedangkan sampai 7 turunan kamu tidak akan mendapatkannya? Kamu bisa memperoleh keturunan laki-laki jika benar-benar menginginkannya, tetapi dari lelaki lain, selain suamimu." Nyonya Agatha yang masih memeluk Tuan Reinhard tiba-tiba teringat dengan ucapan sang peramal lagi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dhafinarvinoaltaf
cerita dak masuk akal..iya. kali perawat ny hamil Alfonso enggk tau..masak iya emakny dak ngasih tau ke anakny klau prwatny hamil..malas cukup sklian baca novel ini..dak logika n enggk nyambung
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status