Share

CHAPTER 6. KEMBALI LAGI

Ratna menatap wajah putrinya. Mata berhias bulu lentik itu masih terpejam. “Kiya.” Ratna segera menggenggam tangan putrinya saat melihat mata putrinya mengerjap.

Dita menoleh menatap ibunya setelah mata itu terbuka lebar dan kesadarannya kembali sepenuhnya. “Kiya baik-baik saja, Bu. Kiya hanya kecapean,” imbuhnya berusaha meyakinkan sang ibu yang menatap khawatir padanya.

Ratna hanya mengganggu bersamaan dengan air mata yang menetes. “Jangan buat ibu khawatir, Nak. Istirahatlah kalau kamu merasa badanmu sudah lelah.” Ratna mengusap kepala putrinya dan mendapat anggukan dai wanita itu.

Ratna tahu jika putrinya sedang berdusta. Pun dengan Kiya yang tahu jika ibunya pasti tahu alasan sebenarnya kenapa dia bisa pingsan. Namun, keduanya memilih untuk tidak membahas apa pun. Ratna tidak ingin putrinya semakin sedih dan membuat Kiya kembali mengingat hal menyedihkan itu lagi. Karena itu dia memilih mengiyakan alasan putrinya dan menyimpannya dengan rapat.

“Kamu istirahat saja, ya. Untuk beberapa hari kedepan biar ibu saja yang mengantar pesanan kateringnya.” Kiya mengangguk karena ia juga butuh waktu untuk sendiri dan menenangkan diri. Tidak. Lebih tepatnya dia ingin menghindari Amar.

***

Suara deru kendaraan dan hiruk pikuk suasana kota kembali menyambut Kenzie dan kedua temannya. Mereka harus menyudahi masa liburan yang menenangkan. Kembali pada rutinitas kerja yang membuat mereka harus siap kembali bergelut dengan kemacetan jalanan ibu kota.

Kenzie memasukkan motor sport miliknya saat satpam yang berjaga di rumahnya membuka pagar besi yang menjulang tinggi.

Wanita paruh baya berwajah teduh adalah yang pertama kali menyambutnya. Wanita itu mengulas senyum lebar sembari menghampiri putranya. Kenzie membalas senyum itu dan mencium punggung tangan sang mama.

“Sepertinya ada sesuatu yang membuat anak mama betah berlama-lama liburan di sana,” terka wanita berjilbab lebar tersebut.

“Mama selalu saja sok tahu,” balas Kenzie. Ia menenteng ransel yang berisi pakaian miliknya ke dalam rumah. Sang mama masih terus mengikuti dan siap mendengarkan cerita putranya tentang liburan pria itu.

“Kenzie mandi dulu, ya, Ma. Gerah banget,” ujarnya yang menghentikan langkah di ujung tangga.

“Ya sudah. Habis itu kamu istirahat saja dulu, pasti capek,” balas sang mama. Ia mengusap lengan putranya dan tersenyum lembut seperti biasa. Ia hanya menatapi punggung putranya yang sedang meniti anak tangga.

Kenzie tidak langsung mandi. Ia merebahkan tubuhnya sebentar di atas pembaringan.

Perjalanan selama 6 jam menggunakan motor cukup membuatnya lelah. Namun, keinginan untuk kembali ke desa wisata yang terletak di salah satu kawasan provinsi Jawa Barat itu begitu besar. Bukan karena destinasi wisata dan ketenteraman tempatnya saja, melainkan seorang wanita yang cukup mengusik pikiran dan membuatnya dihinggapi rasa penasaran akan sosok wanita dingin tersebut.

Lengkungan di kedua sudut bibir Kenzie semakin lebar saat ia kembali mengingat pertemuannya dengan wanita itu. Namun, ada satu hal yang sangat mengusik dan ia merasa harus mencari jawaban dari berbagai pertanyaan dalam benak. Kenzie bangkit dan ia melangkah menuju kamar mandi dengan penuh semangat. Sebuah rencana sudah tersusun dalam benak.

Setelah mandi badannya terasa jauh lebih segar. Kenzie memilih untuk membaringkan tubuhnya di kasur dan menatap langit-langit kamar. Bayangannya menerawang jauh entah ke mana. Rasa lelah berhasil membuat pria berparas teduh itu terlelap dan masuk ke alam bawah sadar.

Tubuh Kenzie merasa jauh lebih baik setelah tidur dengan cukup. Kenzie berkutat dengan layar laptop di depannya. Mengurus beberapa pekerjaan yang sempat ia tinggalkan beberapa hari. Sebenarnya ia tidak perlu khawatir karena ada asistennya yang bisa mengurusi semuanya.

“Jadi kamu akan kembali lagi ke desa itu?” tanya Raditya pada putranya. Mereka baru saja selesai menyantap makan malam dan sedang berkumpul di ruang keluarga.

“Iya, Pa. Aku punya rencana untuk membeli sebuah lahan kosong yang ada di dekat perkampungan warga. Aku ingin membuat sebuah penginapan di sana,” ujar Kenzie.

“Kenapa tiba-tiba kamu ingin membuat penginapan di sana? Lalu bagaimana dengan rencana membuka kafe di Bandung?” tanya sang papa yang menatap curiga pada putranya.

“Aku melihat peluang cukup besar di desa itu, Pa. Aku juga mendapat informasi dari warga setempat. Jika pengunjung sedang membludak, tak jarang rumah warga menjadi sasaran untuk mereka menginap. Banyak warga juga yang menyewakan rumah mereka untuk dijadikan homestay. Lokasi yang aku pilih juga cukup strategis. Tidak terlalu jauh dari pantai dan air terjun utama di desa itu. View yang disuguhkan juga cukup menarik.”

Kenzie menyerahkan ponsel miliknya. Ia menunjukkan lokasi yang dimaksud pada sang papa. Radit terlihat mengamati dengan seksama. Kenzie juga menunjukkan berbagai model penginapan yang ada di desa tersebut.

“Papa rasa lebih menarik kalau kamu buat bangunan ini seperti rumah panggung,” saran Radit dan mendapat anggukan cepat dari Kenzie.

“Kita sepemikiran, Pa. Aku juga mau membuat sebuah kolam ikan dan juga beberapa gajezo yang menghadap langsung ke arah sawah-sawah yang ada di sana. Aku ingin membuat penginapan yang mengusung tema tradisional.” Kenzie menyampaikan idenya dengan antusias.

Berhasil. Batin Kenzie. Ia berhasil meyakinkan sang papa tentang keinginannya.

Ayah dan anak itu mulai terlibat pembicaraan serius tetapi santai. Kenzie menyampaikan semua ide pada sang papa dan Radit mendengarkan dengan seksama. Tak jarang pria paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah pada usianya itu memberikan beberapa saran pada putranya.

Meskipun Kenzie termasuk putra dari pengusaha ternama di negeri ini, tetapi pria itu tidak ingin mengandalkan jabatannya sebagai seorang CEO di perusahaan sang papa. Kenzie juga mempunyai beberapa usaha kafe dan restoran miliknya sendiri. Kedua temannya bekerja di sana sebagai manajer dan juga barista di kafe miliknya.

***

Satu minggu setelah kepulangannya dari desa wisata tersebut, Kenzie memutuskan untuk pergi lagi ke sana. Kali ini ia pergi bersama asisten pribadinya. Pria yang usianya terpaut dua tahun lebih tua dari Kenzie tersebut merupakan anak dari asisten pribadi sang papa yang sudah mengabdi pada keluarga Raditya selama puluhan tahun. Hal itulah yang membuat Kenzie dan pria bernama Hamish itu sangat dekat. Mereka akan menjadi sahabat jika di luar pekerjaan.

Mobil SUV melaju memecah jalanan kota yang padat. Mobil itu mulai memasuki jalan tol yang mengarah pada kota selanjutnya. Bermodal GPS, Hamish terus melajukan kendaraan roda empat tersebut. Perjalanan menggunakan motor dan mobil jelas mempunyai rute yang berbeda.

“Seharusnya kita tidak akan berkutat dengan kemacetan, Pak. Ini bukan hari libur dan pasti pengunjung yang datang ke tempat itu juga tidak akan sebanyak akhir pekan,” imbuh Hamish memecah keheningan di dalam mobil.

“Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, Ham. Kita tidak sedang dalam perjalanan bisnis,” protes Kenzie.

“Maksudmu? Bukankah perjalanan ini untuk rencana pembangunan penginapan di tempat wisata itu?” Hamish melirik sebentar pria yang duduk di bangku sebelahnya, sebelum kembali fokus pada jalanan di depan sana.

“Ya, memang. Proyek kali ini bukanlah seperti perjalanan bisnis atau proyek yang cukup serius. Ah, sudahlah. Kau anggap saja kita sedang bekerja sekalian liburan,” pungkas Kenzie. Ia sedang malas berdebat dengan pria super teliti seperti Hamish, walaupun ia tahu asistennya itu sudah menyadari sesuatu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lucky Dorkas
sebetulnya apa sih masalah kiya sampai putus asa, apa yg terjadi pd mlm itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status