Share

Bab 4. PERTEMUAN MENGGETARKAN

"Bidadarimu belum datang?" tanya Samuel.

Bastian menggeleng.

"Btw, kau bertemu dia dimana sebelumnya?"

"Dua lantai dibawahku!"

"Jangan bilang dia wanita yang berkeliaran memakai kemejamu?"

"Darimana kau tahu?"

"Aku sedang bersama Aydan saat kau meneleponnya."

Bastian mengumpat pelan.

"Apa kalian sudahhh...?"

Pertanyaan Samuel menggantung di udara.

"Kepo."

"Ayolah, ini bukan sekedar kepo, kalau kau sudahhh....ya aku mundur, kalau kalian tidak ada hubungan apa-apa aku akan mengejarnya."

"Buang rencanamu," sergah Bastian.

"Laksanakan perintah, Bos."

Sambil bersiul Samuel memberi hormat lalu meninggalkan ruangan sahabat sekaligus atasannya.

**

Bastian sedang berada di kantornya yang mewah dan dengan bosan dia melempar bola ke keranjang yang memang dipasangnya untuk sekedar relaksasi saat rehat dari pekerjaan yang bertumpuk tidak ada habisnya.

Hari ini sudah 3 hari berlalu sejak pertemuannya dengan wanita penyihir.

Harus diakuinya wanita itu memang memikat bukan hanya karena kecantikannya akan tetapi juga karena karakternya, yang memenuhi otaknya adalah wanita itu tidak tertarik sedikitpun padanya, juga yang paling menyegarkan tidak bergenit-genit seperti para wanita lain disekitarnya.

Dalam hati Bastian berharap agar hari ini wanita itu datang, dia merasa gairah yang tidak biasa terbit di hatinya, seperti dia akan maju bertanding dengan lawan yang sebanding, dia ingin waktu cepat berlalu.

Akan tetapi hingga siang pun tidak ada tanda-tanda wanita itu akan datang.

Ketika waktu telah menunjukkan pukul 14.00 WIB, intercom di mejanya berdering dan terdengar suara sekretarisnya bahwa ada seorang wanita yang ingin bertemu dengannya.

"Suruh masuk!"

"Baik, Mr Navarell."

Pintu terbuka perlahan.

Deggg...

Bastian yakin jantungnya berdetak hingga mendorong rusuknya saat mata indah yang menghantui mimpinya balas menatapnya, tapi kali ini ada yang berbeda, tidak ada sorot cemas, panik dan ketakutan hanya ada sorot...

kesedihan(?)

"Selamat siang Mr Navarell, saya harap kita bisa segera menyelesaikan pembicaraan kita," kata wanita penyihir itu dengan suara lirih.

"Kita bahkan belum mulai, kenalkan Bastian Navarell." jawab Bastian sambil mengulurkan tangannya.

"Almira Mayangsari."

Almira yang terlihat lebih dahulu menarik tangannya.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan? Aku menawarkan ganti rugi, orangmu bilang tidak usah, aku memaksanya tapi dia tetap tidak mau, lalu tiba-tiba kau datang dan menahan id cardku_"

Belum selesai Almira berbicara tiba-tiba ponselnya berdering, dan seketika Almira terlihat resah.

"Maaf, saya angkat telepon sebentar."

Tanpa menunggu balasan dari Bastian, Almira berjalan menjauhi meja Bastian dan mendekati jendela, sambil memandang lalu lintas di bawah dia menjawab ponselnya.

"Hallo Sayang, sudah tidak apa-apa? Mommy masih di kantor, nanti Mommy cepat pulang ya."

"...."

"Iya, Nanti Mommy pesan dulu di toko, biar mereka kirim daddy buat Binta, tapi Binta harus makan yang banyak biar cepat sehat, dag anak Mommy, love you."

Almira mengakhiri pembicaraannya.

Bastian bisa mendengar percakapan Almira walaupun diucapkan dengan pelan.

Awalnya Bastian merasa menyesal karena ternyata Almira telah memiliki seorang anak tapi kemudian dia merasa senang karena ternyata tidak ada "Daddy" di rumah mereka.

Ada apa dengan dirinya? Bastian sendiri heran, dia sedang ingin terbebas dari sebuah perkawinan yang tidak bahagia terus kenapa dia tertarik mendengar pembicaraan Almira barusan?

Sekarang dia tahu apa yang membuat Almira hari ini berbeda dengan saat mereka pertama kali bertemu.

"Anakmu sakit?" Tanya Bastian pelan.

Dia melihat Almira kaget.

'Mungkin dia tidak mengira aku akan menanyakan hal ini,' batin Bastian.

Almira mengangguk, seakan sedang menahan emosinya.

Bastian sangat tertarik dengan penampakan emosi yang silih berganti di wajah Almira, sesaat seakan ingin menangis, sesaat kemudian terlihat sangat cemas, berikutnya seakan kosong tidak tahu harus berbuat apa .

"Kenapa tidak pulang saja?" saran Bastian.

"Kita punya janji," jawab Almira.

"Pulanglah, kita agendakan ulang pertemuan kita. Ini id Cardmu."

Dengan ragu-ragu Almira berdiri dan mengambil id card-nya kemudian memandang wajah Bastian, masih terlihat aura terkejut di wajahnya melihat Bastian bisa memahami kesulitannya saat ini.

"Thank you, permisi."

Kemudian Almira berjalan menuju pintu, saat dia sudah memegang knop pintu terdengar suara Bastian.

"Jangan lupa mampir toko, cari pesanan anakmu," lanjut Bastian sambil merasakan ada yang berdesir di hatinya.

Wajah Almira merona dan semakin merah saat dia tahu apa yang dimaksud oleh Bastian, pasti dia tahu Bastian bisa menangkap potongan pembicaraannya dengan Binta dan bahwa Binta menginginkan dia mencari "Daddy" di toko.

**

Bastian menatap pintu yang tertutup di belakang Almira, dia masih menahan senyum membayangkan anak Almira yang pasti masih kecil menginginkan seorang "Daddy".

Seharusnya dengan wajah Almira yang cantik dan tubuh molek, otak yang pintar pasti banyak yang antri untuk menjadi seorang "Daddy" bagi anaknya, mungkin Almira yang terlalu selektif memilih karena pernah gagal sehingga sangat berhati-hati dalam memilih pasangan karena tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.

Bastian tidak tahu apa yang merasukinya, tapi dia segera memanggil Samuel ke ruangannya.

"Penyihir yang secantik bidadari itu benar-benar tidak jadi datang?" Tanya Samuel saat baru mencapai pintu.

"Datang dan sudah pulang."

"Wow cepat sekali, jangan bilang kalian melanjutkan pertikaian tak kasat mata tentang tabrakan beruntun itu!" Tuduh Samuel.

Bastian hanya diam saja dan kembali mengambil bola dan siap melempar ke keranjang, itu tanda kebosanan kembali menghampirinya.

"Oke pembicaraan tentang tabrakan kita tutup dulu, sekarang ngapain panggil aku ke sini?" Samuel sudah paham karakter teman baiknya ini kalau diam berarti pembicaraan stop, alihkan.

"Aku ingin kamu mencari tahu tentang wanita itu, namanya Almira Mayangsari, rumahnya, anaknya, tinggal dengan siapa saja, selengkap-lengkapnya jangan ada yang terlewat!" perintah Bastian.

"Aku tidak setuju, Bast!" kata Samuel dengan suara agak keras.

"Maksudmu?" Bastian menatap mata Samuel dengan heran.

"Dari awal kan kamu bilang kalau nggak usah ramai, kita bisa bicarakan baik-baik, kalau memang tadi tidak ada solusi yang didapatkan, besok aku akan telepon asuransi mencari tahu harus bagaimana-bagaimana , jangan ambil cara yang gegabah Bast, nggak biasanya kamu begini."

Samuel menarik nafas, setelah panjang lebar mengemukakan pendapatnya, kemudian dia memandang wajah tampan sahabatnya dan melihat senyum miring di bibirnya.

"Berapa puluh tahun kita berteman? Kamu pikir aku akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginanku? Bahkan menyakiti wanita? Jangankan hanya untuk memperbaiki mobilku, untuk menggantinya dengan yang baru saja aku lebih dari mampu Sam."

"Kalau begitu kenapa dia datang dan langsung pulang? Dan kenapa kamu menyuruh aku untuk menyelidikinya?" tanya Samuel sambil menatap sahabatnya.

Setelah raut keheranan kemudian nampak pemahaman yang baru di wajah Samuel.

"Oh my God , kamu tertarik pada bidadari jelita itu kan? Memang dari awal aku bisa merasakan ada yang aneh dengan perilakumu sejak kau bertemu dengannya, Bast."

"Sudah sana selidiki dan pakai agent yang bisa dipercaya, aku ingin data yang akurat dan secepatnya!"

"Bast, perceraianmu belum final, kamu tidak bisa memulai hubungan baru, itu akan membuat kita harus banyak mengalah dalam tawar menawar nanti."

"Samuel, hanya karena Miranda pilihanku __walaupun itu pilihan yang tergesa-gesa dan salah__bukan berarti dia bisa meminta seenaknya, dia akan dapatkan haknya tidak lebih tidak kurang!"

"Dan jangan biarkan dia mengulur-ulur waktu lagi, aku sudah bosan, bereskan segera!" tambah Bastian dengan wajah geram mengingat istrinya, Miranda yang lumayan cantik karena berbagai operasi plastik dan ternyata sangat liar, sayangnya semua diketahuinya saat mereka sudah terikat dalam sebuah perkawinan yang sah secara negara tapi tidak sah secara agama, mereka tidak pernah melakukan pemberkatan nikah.

Untungnya, istrinya tidak ingin mengandung saat itu, masih menyayangkan body-nya yang sudah menghabiskan miliaran uang Bastian, dengan alasan masih ingin berdua tanpa diribetkan urusan anak.

Sejak Bastian tahu ada orang lain selain dirinya, dia pun tidak lagi menyentuh istrinya, dia tidur di kamar lain, dia tidak ingin pergi ke tempat yang sudah banyak dikunjungi pria.

Syukurlah dia sudah tahu sejak sebelum mereka memiliki anak, dia tidak bisa membayangkan istrinya cemas saat anak mereka sakit, paling dia akan menyerahkan pada suster atau asisten rumah tangga dan mengecek sesekali saja.

Kemudian dia ingat wajah Almira yang sangat sedih bahkan nyaris putus asa hanya karena anaknya sakit, terdengar begitu resah saat menjawab panggilan telpon anaknya, dan kembali Bastian mengelus dadanya merasakan sesuatu berdesir di sana.

Samuel yang melihat wajah sahabatnya, diam-diam berjanji akan mengurus perceraian Bastian secepatnya dan menyuruh orang untuk mencari tahu tentang Almira Mayangsari, dia belum pernah melihat sahabatnya menerawang seperti saat ini, bahkan tidak juga saat dia di awal perkawinannya dengan Miranda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status