Share

Pendekar Kera Sakti
Pendekar Kera Sakti
Author: KSATRIA PENGEMBARA

1. Shang Hyang Mahaguru

“Kita harus cepat!”

Sembilan pria melesat cepat seakan terlihat seperti angin yang berhembus hingga membuat sosok mereka tidak terlihat jelas dengan kasat mata.

Tidak heran karena sembilan pria tersebut merupakan ksatria terpilih dengan julukan ksatria dewa.

“Ah! Tunggu aku!” pekik pria, yang berada pada urutan terakhir dari sembilan pria yang lain.

“Kamu lama sekali, Agni. Makanya aku bilang jangan terlalu lama memilih kendaraan yang ingin kamu naiki, Padahal biasanya juga kamu menaiki awan kendaraan yang disediakan oleh kerajaan langit, tapi hari ini kamu malah memilih untuk menggunakan tombakmu sebagai kendaraan. Benar-benar buang waktu saja,” ujar Asta Dewa, seorang pria dengan julukan penguasa langit.

Terlihat dirinya yang berada pada barisan paling terdepan dibandingkan dari delapan orang yang lain. Sikapnya yang berpikir sesuai dengan logika dan kebijaksanaannya itu membuat dirinya seperti seorang pemimpin di antara penguasa yang lain.

“Aku hanya ingin mencoba menggunakan tombak saktiku ini, memangnya apa salahnya,” balas Agni Bagaswara, sang penguasa api.

Dengan sikapnya yang blak blakan yang seperti itu, tidak heran dia akan selalu beradu mulut dengan seseorang yang mengomentari apa yang dilakukannya, meskipun orang itu adalah Asta sekaligus.

“Kamu tahu kalau kita harus melaporkan hal penting kepada Sang Hyang Mahaguru sekarang, bukan? Jadi kenapa kamu malah memilih kendaraan lamamu itu?” ejek Lodaya, sang penguasa binatang.

Agni mendelik pada Lodaya. “Apa?! Enak saja!”

“Sudah-sudah, kalian mau sampai bertengkar seperti itu? Ini bukan saatnya membuang waktu dengan bertengkar,” sahut Antari Kusuma, sang penguasa angin.

“Kalau kamu mah enak langsung terbang begitu saja dengan santainya menggunakan kemampuan anginmu itu,” ucap Baruna, sang penguasa laut yang menatap iri kepada si penguasa angin.

“Kalian tidak bisa diam, kah?” tanya Braja Dharma, sang penguasa petir yang merasa terganggu akan perdebatan tidak jelas dari para ksatria dewa yang lain.

“Hahh, aku ingin secepatnya sampai,” gumam Ananjaya, sang penguasa air yang terlihat tidak peduli dengan sekitarnya dan hanya ingin segera sampai ke kerajaan langit.

Antari Kusuma hanya mengedikkan bahunya saja dan menambah kemampuan anginnya itu sehingga membuat dirinya melesat mendahulu yang lainnya di belakang. Dia memang santai namun juga tidak ingin kalah.

“Hah, kalian berhentilah bersikap seperti anak kecil. Kita sedang menghadapi situasi serius namun bisa-bisanya kalian bertengkar di saat seperti ini? Jangan membuatku menjatuhkan kalian dari atas langit ini,” dingin Anantasena, sang penguasa kekuatan.

Kemampuan fisiknya tentu tidak diragukan lagi, sehingga semua orang langsung terdiam dan tidak berani mencari urusan dengan sang penguasa kekuatan tersebut.

Sedangkan Surya Diva Sekha, sang penguasa matahari, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja melihat adu mulut yang selalu terjadi di saat mereka dalam perjalanan untuk melaporkan hal penting kepada pemimpin para dewa, Sang Hyang Mahaguru.

“Setidaknya sekarang sudah jauh lebih tenang,” gumam Surya Diva Sekha.

Asta Dewa yang melihat keadaan sudah jauh lebih membaik setelah teguran keras dari Anantasena, langsung menghela nafas lega. “Percepat kecepatan kalian. Kita harus secepatnya menghadap Sang Hyang Mahaguru!”

“Baik!”

Semua mempercepat kecepatan mereka menggunakan kemampuan mereka masing-masing. Hingga sampailah mereka pada gerbang perbatasan yang menjadi pintu utama mereka untuk masuk ke dalam kerajaan langit yang dipimpin oleh Sang Hyang Mahaguru.

Mereka melewati tangga yang menjulang tinggi, yang akan mengantarkan mereka pada sebuah bangunan kokoh yang sudah berdiri selama ribuan tahun lamanya di tempat itu. Bangunan yang menjulang tinggi ke atas langit hingga siapa pun tidak bisa mengukur jelas seberapa tinggi bangunan kokoh nan megah tersebut.

Dan di dalam bangunan yang disebut sebagai istana langit itu, terdapat seorang pria paruh baya dengan jenggot panjang yang tumbuh dari dagunya, sedang bersantai sambil menikmati makanan yang belum lama disajikan oleh pelayan kerjaan kepadanya.

“Akhirnya aku bisa menikmati makanan aku dengan santai tanpa adanya masalah yang muncul,” ucap Sang Hyang Mahaguru, menatap berbinar pada makanan yang tersaji  di hadapannya.

Tangannya mengambil sumpit yang diletakkan dengan rapi di samping mangkuk nasi lalu segera saja dia mengambil lauk menggunakan sumpit tersebut karena perutnya sudah keroncongan ingin segera diisi dengan makanan yang tersaji di hadapannya itu.

“Saatnya makan,” ucapnya sembari membuka mulutnya lebar untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Brak!

“Sang Hyang Mahaguru!”

Tuk.

Pria yang dipanggil Sang Hyang Mahaguru, terdiam menatap lauk yang hampir masuk ke dalam mulutnya itu malah sekarang terbaring mengenaskan di atas lantai.

“Sembilan ksatria dewa datang menghadap Sang Hyang Mahaguru!” tukas penjaga kerajaan, setelah menghadap sang pemimpin.

Sang Hyang Mahaguru yang mendengar laporan tersebut, memutuskan meletakkan sumpitnya sambil masih meratapi nasib makanannya yang sudah terlihat tidak layak dimakan di atas  lantai itu.

“Biarkan mereka masuk,” ucap Sang Hyang Mahaguru, dengan tatapan sedihnya karena jam makan siangnya harus diganggu kembali oleh masalah yang sepertinya sudah menunggu  dirinya.

Ceklek!

Pintu terbuka kembali dengan lebarnya.

Terlihat sembilan pria dengan penampilan dan ciri khas berbeda-beda, melangkah masuk ke dalam aula pertemuan tersebut untuk menghadap sang pemimpin dewa yang sudah menunggu mereka.

“Kami semua menghadap Sang Hyang Mahaguru,” ujar Asta Dewa, mewakili para penguasa lain yang sudah berlutut hormat kepada Sang Hyang Mahaguru.

“Hm, ada urusan apa kalian sampai berkumpul seperti ini?” tanya Sang Hyang Mahaguru, yang sebenarnya ingin mengatakan ada urusan apa para sembilan dewa datang hingga menjatuhkan makanannya.

“Maaf kami mengganggu waktu Sang Hyang Mahaguru, Namun ada hal penting yang perlu kami sampaikan, hal ini menyangkut Raja Iblis,” ucap Asta Dewa, mendongak untuk menatap serius kepada Sang Hyang Mahaguru.

Aura di sekitar aula pertemuan kerajaan itu  seketika berubah ketika Asta Dewa menyinggung musuh mereka di hadapan Sang Hyang Mahaguru.

“Masalah apa lagi yang diperbuat olehnya?” tanya Sang Hyang Mahaguru, yang kali ini memberikan kode kepada pelayan kerajaan untuk menyingkirkan sejenak makanan di hadapannya itu.

“Kami menemukan informasi bahwa sang Raja Iblis sedang dalam perjalanan menuju ke istana langit saat ini. Raja Iblis juga membawa pasukan iblisnya yang jumlahnya tidak terhitung bersama dengannya untuk melakukan penyerangan terhadap kerajaan langit, Sang Hyang Mahaguru,” ujar Asta Dewa, menjelaskan seluruh informasi dari hasil penyelidikan para sembilan dewa kepada Sang Hyang Mahaguru.

Sang Hyang Mahaguru menyentuh jenggot panjangnya sambil dielusnya dengan perlahan. “Ternyata cepat juga dia ingin membalaskan dendam kepada kita. Tidak heran  dari seorang Raja Iblis yang selalu ingin mencari masalah dengan kerajaan langit,” ujar Sang Hyang Mahaguru, tidak terlihat begitu terkejut akan kabar yang disampaikan oleh ksatria dewa tersebut.

“Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang, Sang Hyang Mahaguru? Kita tidak bisa berdiam saja di sini karena dalam waktu dekat mereka akan berkumpul di depan gerbang perbatasan  kerajaan langit,” tanya Baruna, ikut angkat bicara.

“Memangnya apa lagi yang akan kita lakukan selain meladeni pertempuran yang ingin mereka lakukan kepada kita?” tanya Sang Hyang Mahaguru, menatap intens pada para ksatria dewa terpilih yang kemampuannya sudah tidak diragukan lagi.

Perkataan dari Sang Hyang Mahaguru itu membuat para ksatria dewa tersenyum puas. Mereka tentu sudah bersiap untuk memulai pertempuran dengan Raja Iblis tersebut.

Sang Hyang Mahaguru berdehem lalu menatap satu persatu kepada para ksatria dewa yang mendongak untuk menatap dirinya. “Pertempuran ini akan menyangkut nyawa kalian, jadi kalian harus bersiap untuk kehilangan nyawa apapun yang terjadi,” ucap Sang Hyang Mahaguru. “Namun tentu aku tidak ingin kalian kehilangan nyawa begitu saja. Jadi, memenangkan pertempuran ini dan hadapi Raja Iblis itu dengan seluruh kekuatan kalian!”

“Baik!” sahut kesembilan ksatria dewa dengan lantang.

-o0o-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status