“Kita harus cepat!”
Sembilan pria melesat cepat seakan terlihat seperti angin yang berhembus hingga membuat sosok mereka tidak terlihat jelas dengan kasat mata.
Tidak heran karena sembilan pria tersebut merupakan ksatria terpilih dengan julukan ksatria dewa.
“Ah! Tunggu aku!” pekik pria, yang berada pada urutan terakhir dari sembilan pria yang lain.
“Kamu lama sekali, Agni. Makanya aku bilang jangan terlalu lama memilih kendaraan yang ingin kamu naiki, Padahal biasanya juga kamu menaiki awan kendaraan yang disediakan oleh kerajaan langit, tapi hari ini kamu malah memilih untuk menggunakan tombakmu sebagai kendaraan. Benar-benar buang waktu saja,” ujar Asta Dewa, seorang pria dengan julukan penguasa langit.
Terlihat dirinya yang berada pada barisan paling terdepan dibandingkan dari delapan orang yang lain. Sikapnya yang berpikir sesuai dengan logika dan kebijaksanaannya itu membuat dirinya seperti seorang pemimpin di antara penguasa yang lain.
“Aku hanya ingin mencoba menggunakan tombak saktiku ini, memangnya apa salahnya,” balas Agni Bagaswara, sang penguasa api.
Dengan sikapnya yang blak blakan yang seperti itu, tidak heran dia akan selalu beradu mulut dengan seseorang yang mengomentari apa yang dilakukannya, meskipun orang itu adalah Asta sekaligus.
“Kamu tahu kalau kita harus melaporkan hal penting kepada Sang Hyang Mahaguru sekarang, bukan? Jadi kenapa kamu malah memilih kendaraan lamamu itu?” ejek Lodaya, sang penguasa binatang.
Agni mendelik pada Lodaya. “Apa?! Enak saja!”
“Sudah-sudah, kalian mau sampai bertengkar seperti itu? Ini bukan saatnya membuang waktu dengan bertengkar,” sahut Antari Kusuma, sang penguasa angin.
“Kalau kamu mah enak langsung terbang begitu saja dengan santainya menggunakan kemampuan anginmu itu,” ucap Baruna, sang penguasa laut yang menatap iri kepada si penguasa angin.
“Kalian tidak bisa diam, kah?” tanya Braja Dharma, sang penguasa petir yang merasa terganggu akan perdebatan tidak jelas dari para ksatria dewa yang lain.
“Hahh, aku ingin secepatnya sampai,” gumam Ananjaya, sang penguasa air yang terlihat tidak peduli dengan sekitarnya dan hanya ingin segera sampai ke kerajaan langit.
Antari Kusuma hanya mengedikkan bahunya saja dan menambah kemampuan anginnya itu sehingga membuat dirinya melesat mendahulu yang lainnya di belakang. Dia memang santai namun juga tidak ingin kalah.
“Hah, kalian berhentilah bersikap seperti anak kecil. Kita sedang menghadapi situasi serius namun bisa-bisanya kalian bertengkar di saat seperti ini? Jangan membuatku menjatuhkan kalian dari atas langit ini,” dingin Anantasena, sang penguasa kekuatan.
Kemampuan fisiknya tentu tidak diragukan lagi, sehingga semua orang langsung terdiam dan tidak berani mencari urusan dengan sang penguasa kekuatan tersebut.
Sedangkan Surya Diva Sekha, sang penguasa matahari, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja melihat adu mulut yang selalu terjadi di saat mereka dalam perjalanan untuk melaporkan hal penting kepada pemimpin para dewa, Sang Hyang Mahaguru.
“Setidaknya sekarang sudah jauh lebih tenang,” gumam Surya Diva Sekha.
Asta Dewa yang melihat keadaan sudah jauh lebih membaik setelah teguran keras dari Anantasena, langsung menghela nafas lega. “Percepat kecepatan kalian. Kita harus secepatnya menghadap Sang Hyang Mahaguru!”
“Baik!”
Semua mempercepat kecepatan mereka menggunakan kemampuan mereka masing-masing. Hingga sampailah mereka pada gerbang perbatasan yang menjadi pintu utama mereka untuk masuk ke dalam kerajaan langit yang dipimpin oleh Sang Hyang Mahaguru.
Mereka melewati tangga yang menjulang tinggi, yang akan mengantarkan mereka pada sebuah bangunan kokoh yang sudah berdiri selama ribuan tahun lamanya di tempat itu. Bangunan yang menjulang tinggi ke atas langit hingga siapa pun tidak bisa mengukur jelas seberapa tinggi bangunan kokoh nan megah tersebut.
Dan di dalam bangunan yang disebut sebagai istana langit itu, terdapat seorang pria paruh baya dengan jenggot panjang yang tumbuh dari dagunya, sedang bersantai sambil menikmati makanan yang belum lama disajikan oleh pelayan kerjaan kepadanya.
“Akhirnya aku bisa menikmati makanan aku dengan santai tanpa adanya masalah yang muncul,” ucap Sang Hyang Mahaguru, menatap berbinar pada makanan yang tersaji di hadapannya.
Tangannya mengambil sumpit yang diletakkan dengan rapi di samping mangkuk nasi lalu segera saja dia mengambil lauk menggunakan sumpit tersebut karena perutnya sudah keroncongan ingin segera diisi dengan makanan yang tersaji di hadapannya itu.
“Saatnya makan,” ucapnya sembari membuka mulutnya lebar untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Brak!
“Sang Hyang Mahaguru!”
Tuk.
Pria yang dipanggil Sang Hyang Mahaguru, terdiam menatap lauk yang hampir masuk ke dalam mulutnya itu malah sekarang terbaring mengenaskan di atas lantai.
“Sembilan ksatria dewa datang menghadap Sang Hyang Mahaguru!” tukas penjaga kerajaan, setelah menghadap sang pemimpin.
Sang Hyang Mahaguru yang mendengar laporan tersebut, memutuskan meletakkan sumpitnya sambil masih meratapi nasib makanannya yang sudah terlihat tidak layak dimakan di atas lantai itu.
“Biarkan mereka masuk,” ucap Sang Hyang Mahaguru, dengan tatapan sedihnya karena jam makan siangnya harus diganggu kembali oleh masalah yang sepertinya sudah menunggu dirinya.
Ceklek!
Pintu terbuka kembali dengan lebarnya.
Terlihat sembilan pria dengan penampilan dan ciri khas berbeda-beda, melangkah masuk ke dalam aula pertemuan tersebut untuk menghadap sang pemimpin dewa yang sudah menunggu mereka.
“Kami semua menghadap Sang Hyang Mahaguru,” ujar Asta Dewa, mewakili para penguasa lain yang sudah berlutut hormat kepada Sang Hyang Mahaguru.
“Hm, ada urusan apa kalian sampai berkumpul seperti ini?” tanya Sang Hyang Mahaguru, yang sebenarnya ingin mengatakan ada urusan apa para sembilan dewa datang hingga menjatuhkan makanannya.
“Maaf kami mengganggu waktu Sang Hyang Mahaguru, Namun ada hal penting yang perlu kami sampaikan, hal ini menyangkut Raja Iblis,” ucap Asta Dewa, mendongak untuk menatap serius kepada Sang Hyang Mahaguru.
Aura di sekitar aula pertemuan kerajaan itu seketika berubah ketika Asta Dewa menyinggung musuh mereka di hadapan Sang Hyang Mahaguru.
“Masalah apa lagi yang diperbuat olehnya?” tanya Sang Hyang Mahaguru, yang kali ini memberikan kode kepada pelayan kerajaan untuk menyingkirkan sejenak makanan di hadapannya itu.
“Kami menemukan informasi bahwa sang Raja Iblis sedang dalam perjalanan menuju ke istana langit saat ini. Raja Iblis juga membawa pasukan iblisnya yang jumlahnya tidak terhitung bersama dengannya untuk melakukan penyerangan terhadap kerajaan langit, Sang Hyang Mahaguru,” ujar Asta Dewa, menjelaskan seluruh informasi dari hasil penyelidikan para sembilan dewa kepada Sang Hyang Mahaguru.
Sang Hyang Mahaguru menyentuh jenggot panjangnya sambil dielusnya dengan perlahan. “Ternyata cepat juga dia ingin membalaskan dendam kepada kita. Tidak heran dari seorang Raja Iblis yang selalu ingin mencari masalah dengan kerajaan langit,” ujar Sang Hyang Mahaguru, tidak terlihat begitu terkejut akan kabar yang disampaikan oleh ksatria dewa tersebut.
“Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang, Sang Hyang Mahaguru? Kita tidak bisa berdiam saja di sini karena dalam waktu dekat mereka akan berkumpul di depan gerbang perbatasan kerajaan langit,” tanya Baruna, ikut angkat bicara.
“Memangnya apa lagi yang akan kita lakukan selain meladeni pertempuran yang ingin mereka lakukan kepada kita?” tanya Sang Hyang Mahaguru, menatap intens pada para ksatria dewa terpilih yang kemampuannya sudah tidak diragukan lagi.
Perkataan dari Sang Hyang Mahaguru itu membuat para ksatria dewa tersenyum puas. Mereka tentu sudah bersiap untuk memulai pertempuran dengan Raja Iblis tersebut.
Sang Hyang Mahaguru berdehem lalu menatap satu persatu kepada para ksatria dewa yang mendongak untuk menatap dirinya. “Pertempuran ini akan menyangkut nyawa kalian, jadi kalian harus bersiap untuk kehilangan nyawa apapun yang terjadi,” ucap Sang Hyang Mahaguru. “Namun tentu aku tidak ingin kalian kehilangan nyawa begitu saja. Jadi, memenangkan pertempuran ini dan hadapi Raja Iblis itu dengan seluruh kekuatan kalian!”
“Baik!” sahut kesembilan ksatria dewa dengan lantang.
-o0o-
“Semua persiapkan senjata kalian masing-masing! Raja Iblis akan segera sampai di gerabng perbatasan jadi pastikan kalian tidak lengah!”Perintah dari Asta Dewa disambut sorakan dari para prajurit kerajaan langit yang lain. Tentu mereka tidak mungkin meladeni banyaknya monster iblis dari pasukannya Raja Iblis yang akan datang untuk menyerang mereka hanya dengan kemampuan dari sembilan ksatria dewa saja.Maka dari itu Sang Hyang Mahaguru mengutus Asta Dewa untuk memimpin pertempuran dengan pasukan Raja Iblis dengan membawa para prajurit kerajaan langit yang sudah terampil, meskipun tidak akan bisa dibandingkan dengan kemampuan para ksatria dewa.“Kira-kira aku harus pakai senjata yang mana, ya?” gumam Braja Dharma, menatap pedang petir dan juga panah petir yang sudah dibuat olehnya menggunakan kemampuannya itu.“Apa saat-saat seperti ini masih ada waktu untuk kamu memilih senjata kamu itu?” tanya Anantasena, memijit pangkal hidungnya melihat kelakuan dari para sembilan ksatria dewa yang
Duar!Suara ledakan besar itu membuat para prajurit dewa dan juga pasukan iblis yang lain menatap ke arah pertempuran pribadi antara Raja Iblis dengan kesembilan ksatria dewa itu.“Apa ... kita akan menang?” ucap salah seorang prajurit dewa, dengan luka di perutnya.Asap yang mengepul banyak itu tiba-tiba saja menghilang dan terlihatlah Raja Iblis yang masih melayang di udara dengan sayap yang berada di punggungnya.Sosok Raja Iblis pun agak berbeda dari sebelumnya, karena sekarang dia mengeluarkan kekuatan penuhnya untuk melawan para ksatria dewa yang mengepungnya tadi.“Kalian tidak akan bisa melawanku!” ujar Raja Iblis, menatap para ksatria dewa yang terpental cukup jauh akibat serangan dari Raja Iblis itu.Asta Dewa mendecih pelan sambil meludahi sedikit cairan merah di dalam mulutnya itu. “Ternyata benar kalau tadi dia belum mengeluarkan kekuatan penuhnya,” ucap Asta Dewa.Agni Bagaswara dan Lodaya sudah ikut bergabung bersama dengan para ksatria dewa lain yang terpental cukup ja
Setelah pertempuran mereka dengan raja iblis, ke 9 dewa yang juga masih luka dan lelah itu beristirahat. Sebenarnya luka yang mereka alami tidak begitu parah bahkan mereka bisa menyembuhkannya sendiri namun karena pertempuran yang sengit telah terjadi membuat mereka kehabisan tenaga.Terhitung sudah selama dua hari mereka terbaring di atas ranjang yang dilapisi emas. Asta Dewa tersadar terlebih dahulu, dihirupnya aroma teh yang menyejukkan indra penciumannya.“Hah! Akhirnya sudah selesai juga, kira-kira sudah berapa lama aku beristirahat?” Asta Dewa bergumam. Biasanya mereka jarang melakukan pertempuran yang sungguh menguras tenaga, namun kemarin keadaanya benar-benar membuat mereka kelelahan.Asta Dewa berjalan menuju kamar Lodaya dan Baruna. Terlihat mereka yang masih tertidur.“Hey kalian! Cepat bangun! Sudah berapa lama kedua mata itu terpejam?! Apa kalian tidak ingin menghadap kepada Shang Hyang Mahaguru?”Tidak mendapatkan sahutan dari keduanya, membuat Asta Dewa langsung menyir
Sebenarnya Shang Hyang Mahaguru sudah mengetahui jika ke-9 ksatria dewa saat itu sedang kepikiran tentang sumpah raja iblis yang diucapkan sebelum raja iblis itu gugur dalam pertempuran mereka kemarin.“Kami hanya takut jika dia kembali dan raja iblis memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kemarin. Shang Hyang Mahaguru juga mengetahui bukan tanda tanya jika kekuatan raja iblis kemarin tidak bisa dianggap enteng, jika nanti 1000 tahun lagi dia akan kembali —”“Tapi aku memiliki pertanyaan untuk Shang Hyang Mahaguru, apakah raja iblis akan benar-benar kembali dengan kurun waktu 1000 tahun?”“Tentu saja,” ucap Shang Hyang Mahaguru yang menanggapi pertanyaan dari Baruna.“Kau jangan memotong ucapanku terlebih dahulu, ada yang ingin aku tanyakan kepada Shang Hyang Mahaguru.”Lodaya terlihat geram dengan apa yang dilakukan oleh Baruna, dia masih merasa penasaran namun justru memotong ucapannya.“Apa yang membuat kalian penasaran saat ini? Apa karena raja iblis yang akan bangkit itu? It
A Few Moments Later (Seribu Tahun Kemudian)LANGIT MALAM tebarkan bintang dan rembulan di sudut mega. Warna cerahnya menggiurkan pasangan muda-mudi untuk taburkan kasih kemesraannya. Bahkan pasangan tua berhati muda pun tak segan-segan lepaskan rayu dan canda menggelitik di sela-sela hati mereka. Mendadak kabut berjingkat dari celah bongkahan tanah perbukitan. Kabut tipis itu merayap makin menebal, lalu membungkus setiap celah tanah berdaun rumput. Bukit mulai diselimuti kabut. Langit sedikit dipulas rona hitam awan. Rupanya tadi telah melesat cahaya hijau berekor. Cahaya hijau di langit itu bagaikan berudu terbang yang melintasi perbatasan langit bermega hitam. Warna hijaunya terang dan mencolok mata para penghuni bumi. Wuusshh...! Angin mulai menunjukkan keperkasaannya, hembusannya tiba-tiba saja menjadi cepat dan berat. Warna hijau cerah berekor panjang di langit bagai semakin dilemparkan dari sisi satu ke sisi lainnya. Gerakannya mengikuti lengkung langit hingga menuju perbatas
Ketika dia membungkuk hendak mengambil Jimat Hati Iblis yang masih berada dalam genggaman tangan kiri Rawana Baka. Tiba-tiba tidak disangka-sangka kaki kanan orang yang diduga telah menemui ajal itu melesat ke arah dada si kakek.Bukkkk!“Uggghhh!”Sang Utusan Para Dewa menjerit keras. Tubuhnya terpental tiga tombak, terbanting jatuh punggung pada sebuah batu besar dan dari mulutnya menyembur darah kental!"Mengapa aku bertindak lengah! Belum mati jahanam itu rupanya!” keluh si kakek. Memandang ke depan dilihatnya Rawana Baka terbungkuk-bungkuk berusaha bangkit berdiri.Walau dadanya serasa hancur si kakek cepat bangun. Tangan kirinya digerakkan. Tongkat api kembali berubah menjadi cambuk menyala. ”Kali ini harus kuputus lehernya! Harus kutanggalkan kepalanya!”Si kakek berkomat kamit sambil putar pergelangan tangan kirinya. Cambuk api bergetar, meliuk-liuk laksana sosok ular hidup. Begitu dia menyentak maka cambuk api itu melesat ganas ke udara, mengeluarkan suara menggidikkan disert
Gunung Asmoro terlihat berdiri dengan angkernya malam itu, sebuah gerobak yang ditarik kuda berbulu putih belang coklat itu berhenti di depan bangunan besar yang mirip candi diatas puncak gunung asmoro. Saat itu di penghujung malam menjelang pagi. Perempuan tua yang duduk di samping pemuda sais gerobak melompat turun. Gerakannya gesit dan enteng. Di pinggangnya tergantung satu bungkusan besar. Di depan pintu bangunan dia hentikan langkah, memandang pada lelaki yang keluar menyambutnya.Perempuan tua itu ludahkan gumpalan sirih dan tembakau di dalam mulutnya lalu bertanya."Apa aku datang terlambat Yudha?""Belum mak. Keadaannya gawat sekali. Aku khawatir”Perempuan tua itu tidak menunggu sampai lelaki bernama Yudha menyelesaikan ucapannya. Dengan cepat dia masuk ke dalam bangunan, langsung menuju ke sebuah kamar dari dalam mana terdengar suara erangan berkepanjangan.Di ambang pintu kamar si nenek mendadak hentikan langkah. "Yudha! Kegilaan apa yang aku lihat ini! Siapa yang mengikat
Pada saat sang jabang bayi hendak nongol dari rahim sang ibu, hujan deras disertai dengan amukan badai cukup dahsyat. Lebih dari tiga puluh pohon tumbang, puluhan batu menggelinding dari ketinggian, kilatan cahaya petir ikut menghujani gunung itu. Badai mengamuk hanya di puncak gunung, sedangkan di kaki Gunung Asmoro hanya terjadi angin kencang biasa-biasa saja. Bahkan hujannya tak terlalu lebat.Kabutpun hadir membungkus puncak Gunung Asmoro. Tebal sekali, seperti selimut domba. Puncak Gunung Asmoro bagai lenyap ditelan langit. Kilatan cahaya biru menggelegar menyambar-nyambar puncak gunung itu."Oaaa...! Oaaa.. ! Oaaa. !"Akhirnya, suara tangis bayi itu pun terdengar melengking tinggi. Seakan ingin mengalahkan deru badai dan ledakan guntur di sana-sini. Tangis sang bayi menggetarkan dinding-dinding batu, seolah-olah bangunan candi itu akan runtuh karena getaran suara si jabang bayi. Bahkan dari puncak hingga kaki gunung terjadi getaran hebat, sepertinya gunung itu akan meletus atau