Share

Pengkhianat di Dekat Istana

Tunggulsaka merenungi kenyataan yang terjadi di kota kerajaan. Ternyata ada mata-mata yang tinggal di wilayah dekat istana. Hal itu tak pernah dia duga sebelumnya. Bahkan tidak pernah terlintas sedikit saja tentang adanya mata-mata yang ada di jantung Kota Kerajaan Karangtirta.

Keberadaan mata-mata di dekat Istana Kerajaan Karangtirta sangat membahayakan bagi kelangsungan kekuasaan Raja Tiyasa. Adanya mata-mata, maka gerak apa pun yang akan dilakukan pihak Kerajaan Karangtirta bisa diketahui para pemberontak.

Olengpati sebagai pimpinan perampok yang menjalin hubungan rahasia dengan para pemberontak sangat diuntungkan dengan mata-mata ini. Mereka bisa leluasa bergerak di luar sana untuk mengacau. Kalau pihak Kerajaan Karangtirta akan menumpas, Olengpati dan gerombolannya bisa menahan dan menghancurkannya.

Brengsek! Ternyata ada mata-mata bagi perampok dan pemberontak. Rutuk Tunggulsaka dalam hati. Kalau aku bisa menemukan, maka aku sendiri yang akan memenggal kepalanya! Hanya ada satu hukuman paling tepat untuk pengkhianat. Hukuman mati!

”Senapati Tunggulsaka tidak tak usah mencari-cari siapa mata-mata yang kutanam di kota Kerajaan Karangtirta! Karena sebentar lagi kalian semua akan kutumpas habis sampai tak tersisa!” sesumbar Olengpati merasa telah berada di atas angin.

Tunggulsaka tak menggubris ejekan Olengpati. Sebagai seorang senapati yang telah kenyang makan asam garam pertempuran, kata-kata menekan seperti itu sudah biasa dia dengar dari musuhnya. Kata-kata bualan itu hanya untuk menjatuhkan mental lawan.

Namun Olengpati salah menakut-nakuti orang. Senapati Tunggulsaka kebal terhadap kata-kata gertakan semacam itu. Bagi Tunggulsaka, sesumbar loo itu hanya angin lalu yang tidak perlu dimasukkan ke dalam hati.

Olengpati ini satu-satunya sisa Gerombolan Iblis Barong. Tunggulsaka membatin. Dulu aku pernah mendengar selentingan kabar tentang gerombolan itu . Gerombolanitu itu mempunyai hubungan akrab dengan seorang punggawa Kerajaan Karangtirta. Walau kabar itu masih kabar burung, tetapi dengan adanya pengakuan Olengpati tadi berarti kuat dugaan kabar itu benar.  Kemungkinan besar, ada punggawa Kerajaan Karangtirta yang menjalin hubungan rahasia dengan gerombolan Olengpati.

”Heh..., aku sekarang sudah tahu, siapa orang yang menjalin hubungan denganmu di kota Kerajaan Karangtirta,” kata Tunggulsaka dengan nada sinis dan senyum mengejek. ”Agaknya kalian telah menjalin hubungan sejak lama. Sejak Gerombolan Iblis Barong masih utuh. Karena hubungan kalian saling menguntungkan, maka kau meneruskan hubungan itu sampai sekarang. Walau keempat temanmu dalam Gerombolan Iblis Barong  telah menjadi tanah dan tinggal tulang  belulang!”

Tunggulsaka puas hatinya karena bisa mengungkapkan latar belakang Olengpati. Olengpati merasa tahu segalanya tentang Kerajaan Karangtirta. Tunggulsaka membalas dengan mengungkap latar belakang Olengpati, seolah-olah Tunggulsaka tahu segalanya tentang Olengpati!

Mata Olengpati terbelalak lebar. Tepatnya terbelalak lebar-lebar saking kagetnya. Dia kaget sekaligus marah. Kaget karena kemungkinan Tunggulsaka tepat dalam memberikan tebakan siapa orang yang bekerja sama dengan Olengpati selama ini. Kecerdasan otak senapati itu sungguh mengagumkan. Namun Olengpati merasa tersinggung dan marah karena Tunggulsaka menyebut keempat temannya yang sudah tewas itu  ‘telah menjadi tanah dan tinggal tulang belulang’.

Tunggulsaka tersenyum simpul melihat kekagetan Olengpati. Benar-benar Olengpati kaget. Bahkan sangat kaget. Saking kagetnya, dia tak sempat menyembunyikan kekagetannya. Dari perubahan wajah Olengpati bisa diketahui kalau pimpinan perampok tersinggung. Bahan bisa saja dia marah. Namun Olengpati berusaha menahan kemarahannya.

”Senapati Tunggulsaka..., memang benar kamu senapati berotak cerdas,” Olengpati berkata sambil memandangi wajah Tunggulsaka. “Sayang sekali, kecerdasan otakmu tidak berguna saat ini. Sekarang ini, kecerdasan otakmu tidak bisa menolongmu dari kematian. Kamu dan prajuritmu tak bakalan lolos dari tanganku!”

Tunggulsaka kembali tersenyum. Dia merasa heran dengan orang-orang semacam Olengpati ini. Kata-kata gertakannya yang itu-itu saja. Gaya bicaranya seperti itu-itu terus. Bagi yang biasa mendengar gertakan kelas coro seperti itu pasti akan tersenyum. Bahkan malah bisa tertawa-tawa.

”Aku sudah tahu watakmu Olengpati. Selama hidupmu, kamu tak pernah bertarung secara jantan!” ejek Tunggulsaka. “Kamu bisanya hanya menggertak lawan dengan kata-kata yang mengancam. Hanya itu yang bisa kamu lakukan supaya kamu terlihat hebat di depan teman-teman atau anak buahmu.”

Tunggulsaka berjalan pelan mendekati Olengpati. Olengpati mundur beberapa langkah. Olengpati seperti waspada, mungkin juga takut kalau tiba-tiba diserang oleh Senapati Tunggulsaka. Olengpati tahu bahwa Tunggulsaka merupakan senapati andalan Kerajaan Karangtirta. Tunggulsaka dikenal sebagai senapati yang pilih tanding. Selain ilmu silatnya tinggi, juga ahli memainkan berbagai macam senjata. Pedang adalah senjata yang paling dia kuasai, sehingga ketika Tunggulsaka bertarung menggunakan pedang, senjata harus lebih waspada kalau tidak mau celaka.

“Hahaha…, ketahuan kan sekarang!” kata Tunggulsaka menyertai tawa ejekannya. “Beranimu hanya keroyokan dengan mengandalkan anak buah yang berjumlah banyak. Dengan nyalimu yang kecil kalau bertarung satu lawan satu dan jiwamu yang kerdil itu, mana mungkin mampu mengalahkan kami?”

Tubuh Olengpati bergetar menahan marah yang meluap-luap. Ejekan yang dilontarkan Tunggulsaka sangat manjur untuk memancing kemarahan Olengpati. Tunggulsaka tidak peduli ejekannya tadi sesuai dengan kenyataan atau tidak. Yang penting, tujuan utamanya untuk memancing rasa marah dari Olengpati, telah berhasil.

Akibat ejekan itu, Olengpati tidak bisa menahan kemarahan. Orang yang berada dalam kemarahan, nantinya tidak akan bisa bertarung secara baik. Dia pasti akan menyerang tanpa menggunakan pemikiran yang bersih. Ketika seseorang marah, akalnya kurang bisa berfungsi dengan baik.

Nah, saat seorang petarung dikuasai kemarahan, maka serangannya akan asal-asalan dan tidak terarah. Bila lawannya berada dalam keadaan seperti itu, Tunggulsaka  berharap dapat memperolah keuntungan. Keuntungan yang diharapkan Tunggulsaka yaitu bisa keluar dari situasi yang menyulitkan dirinya sebagai senapati dan para prajuritnya yang masih tersisa.

“Tunggulsaka! Kamu jangan asal ngomong!” bentak Olengpati dengan suara bergetar. “Jelek-jelek begini aku pernah menjadi anggota andalan Gerombolan Iblis Barong! Kalau aku seorang pengecut, mana mungkin aku bisa bertahan hidup? Kamu berani menghinaku sama saja cari mati. Bangsat elek! Rupanya kamu ingin segera menemui ajalmu.”

Olengpati mengedarkan pandangan ke seluruh anak buahnya, ”Serbuuu...!”

Olengpati mencabut golok andalannya. Golok Wojogeni! Golok sakti yang terbuat dari baja yang menebarkan hawa panas ketika dicabut dari sarungnya. Dia bersama ratusan anak buahnya segera merangsek ke depan untuk menghabisi lawan!

Tunggulsaka dan anak buahnya menghadapi serangan lawan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Namun karena kalah banyak, beberapa prajurit Karangtirta tewas dikeroyok anak buah Olengpati. Mereka tewas secara mengenaskan akibat tusukan golok-golok gerombolan Olengpati.

Iblis laknat padha gegojekan,” umpat Tunggulsaka di dalam gumaman lirih. “Mereka berperang menggunakan cara ampyak-ampyak awur-awur. Mereka bertarung seperti tidak mengenal aturan. Mengeroyok lawan dengan biadab asalkan bisa menang!”

Melihat kematian para prajuritnya, senapati Karangtirta itu segera mencari akal. Dia saat ini sedang berhadapan dengan Olengpati. Kalau diukur dalam kepandaian memainkan senjata, Tunggulsaka merasa mampu mengalahkan lawan. Namun kalau diukur dalam jumlah anak buah, Olengpati lebih unggul.

Secara cepat Tunggulsaka bersalto melompati tubuh Olengpati. Kedua kaki Tunggulsaka menapak tepat di belakang Olengpati. Dengan gerak cepat pula, pedang Tunggulsaka tersebut menempel di leher Olengpati. Pedang menyilang di depan leher Olengpati. Tubuh Tunggulsaka berada di belakang pimpinan perampok itu. Gerakan kecil saja dari pedang di tangan Tunggulsaka bisa berakibat sangat buruk  bagi Olengpati!

”Suruh anak buahmu mundur dan meninggalkan hutan ini!” perintah Tunggulsaka dengan nada lirih dan dingin. ”Kalau tidak mau menyuruh mereka mundur, kepalamu akan berada di telapak kakimu! Setelah itu, seluruh anggota gerombolan perampok itu akan kutumpas dengan pedangku, sendirian!”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status