Share

Jebakan Maut Gerombolan Olengpati

Tubuh prajurit yang lehernya tertembus anak panah runtuh ke bumi. Tergeletak dengan mata menatap ke langit. Semua prajurit yang melihat terbelakak kaget. Mereka terlihat panik. Mereka dalam hati terdalam khawatir nasib serupa menimpa mereka.

Tunggulsaka segera mendekati tubuh prajurit yang naas tersebut. Dia raba urat nadi di tangan kiri. Sudah tidak ada denyutan.

Dia sudah tak ada lagi. Kata Tunggulsaka dalam hati. Lalu dia tutup matanya. Istirahatlah dengan tenang di alam sana, Prajurit. Kami yang masih hidup akan meneruskan kridabaktimu mengabdi pada Kerajaan Karangtirta.

Kematian prajurit secara misterius ini membuat prajurit yang lain panik.

”Cepat sembunyi! Ayo, cepat sembunyi!” perintah Tunggulsaka.

Mereka segera bersembunyi di balik batu atau pohon. Mereka menyebar ke wilayah hutan. Namun sebagian prajurit masih terlihat bingung. Rasa panik membuat sebagian prajurit merasa bingung. Saking bingungnya, sebagian kesulitan mencari tempat sembunyi.

Wut! Wut! Wut!

Puluhan anak panah melesat sangat cepat dari kedalaman Hutan Rukem. Panah-panah itu seperti muncul dari kegelapan. Seperti tidak ada yang memanahkannya. Para pemanah tidak terlihat sama sekali.

Panah-panah tajam itu menembusi leher dan dada empat prajurit Karangtirta yang belum sempat bersembunyi. Mereka bertumbangan ke bumi dalam keadaan tak bernyawa lagi. Keempatnya jatuh bergelimpangan di semak belukar secara mengenaskan.

”Cabut senjata kalian!” teriak Tunggulsaka dengan suara keras dan menggelegar. Geram dan marah terdengar dari suara sang senapati. “Kita balas menyerang! Kalau perlu, mereka semua kita habiskan! Tebas mereka sampai tak tersisa!!!”

Para prajurit mencabut pedang masing-masing. Mereka siaga. Di balik persembunyian, mereka berjaga-jaga dari segala bahaya.

Suasana hutan yang lengang terasa mencekam. Hutan yang lengang terasa menyimpansegala mara bahaya yang mengancam jiwa para prajurit Karangtirta.

Sekarang posisi prajurit Karangtirta berada di tempat terbuka, sedangkan para pemanah di persembunyian. Keadaan seperti ini kalau berlangsung terus-menerus, bisa berakibat buruk. Prajurit bisa tumpas habis kalau tidak segera balas menyerang.

Tunggulsaka melesat ke atas. Tubuhnya nangkring di dahan pohon tinggi. Dari ketinggian, Tunggulsaka bisa melihat keluasan areal di hutan yang ada di bawahnya. Di kejauhan, di balik semak belukar Hutan Rukem, terlihat puluhan manusia berpakaian serba hitam. Tubuh mereka sangat tersembunyi, sehingga sulit dilihat dari arah yang datar. Mereka berpakaian hitam, menyatu dengan warna dedaunan yang hijau.

Manusia-manusia berpakaian serba hitam itu siap dengan busur dan anak panah. Mereka siap memanahkan senjata maut mereka ke arah prajurit Karangtirta. Mereka siap melepaskan anak anah kalau aak buah Senapati Tunggulsaka muncul dari persembunyian.

“Para pemanah tersembunyi ini harus dihabisi sekarang,” gumam Tunggulsaka lirih yang hanya bisa didengar diri sendiri. “Mereka biang utama kekacauan di Karangtirta. Kalau sekarang sebagian dari mereka dihabisi, maka pelan-pelan kekacauan akan surut. Atau setidaknya berkurang.”

Berdasarkan laporan telik sandi, gerombolan perampok yang dipimpin Olengpati berada di perbatasan. Tunggulsaka merasa yakin bahwa orang-orang yang memanahi anak buahnya adalah gerombolan perampok itu. Dari gerakan yang telah dilakukan, mereka ternyata bukan sekadar gerombolan perampok. Mereka sudah bisa bergerak layaknya prajurit saat melakukan penyerbuan ke daerah lawan. Mereka ternyata sudah seperti gerombolan pemberontak.

Dengan satu gerakkan cepat, Tunggulsaka mematahkan dahan pohon, lalu dilemparkan ke arah anak buah Olengpati yang ada di bawah sana. Para pemanah melihat ada bahaya menimpa. Mereka cepat-cepat berlompatan ke segala penjuru untuk menghindari timpaan dahan.

Para pemanah lolos dari timpaan dahan yang dilemparkan Tunggulsaka. Mereka langsung membalas dengan memanah secara bersamaan ke arah Tunggulsaka.

Tunggulsaka menangkisi beberapa anak panah yang melesat ke arah dirinya. Panah-panah berpatahan dan jatuh di belukar.  Senapati itu langsung meluncur cepat menuju persembunyian para pemanah.

Pada saat tubuhnya meluncur, Tunggulsaka mencabut pedangnya. Pedang sangat tajam berkilat-kilat yang siap mencari mangsa.

Begitu kaki menapak di rerumputan, pedang Tunggulsaka berkelebat sangat cepat. Empat pemanah tersabet secara bersamaan oleh kelebatan pedang Tunggulsaka. Kilatan pedang menyabet kepala dan dada empat  gerombolan. Keemparnya tewas seketika. Sementara yang lain lari tunggang langgang masuk Hutan Rukem.

”Serbu...!” perintah Tunggulsaka kepada prajuritnya dengan semangat tinggi. Secara cepat seluruh prajurit Karangtirta mengejar gerombolan yang tadi secara licik memanah dari persembunyian. Mereka bersemangat tinggi ingin menghabisi. Mereka bernafsu untuk memburu.

Namun sesuatu yang tak diperhitungkan terjadi. Benar-benar telah terjadi.

Para gerombolan anak buah Olengpati tiba-tiba lenyap. Lenyap tak berbekas. Tidak ada bekas sedikit pun. Mereka laksana ditelan belantara yang kini kembali sunyi.

Tidak diketahui tempat persembunyiaan anak buah Olengpati. Para prajurit terus masuk hutan yang termasuk wilayah Kerajaan Parangbawana. Mereka merangsek, menasak rimba yang belum mereka kenal sebelumnya. Sambil memangkasi belukar, pandangan mata mereka mengedar. Saat itu mereka mengedarkan pandangan ke segala penjuru.

Broool!

Mendadak tanah yang diinjak dua orang prajurit ambrol. Keduanya terjebak lobang besar menganga. Di bawah sana terdapat puluhan tombak tegak ke langit tombak lancip yang sangat tajam ujungnya. Tubuh kedua prajurit tertembus tombak-tombak tajam. Mereka tewas seketika di dalam lobang jebakan!

Tiga prajurit yang lain secara tak sengaja menginjak perangkap. Mereka menginjak sesuatu yang menyebabkan ada puluhan tombak melesat dari empat penjuru mata angin. Tombak-tombak itu melesat ke arah tiga prajurit. Ketiganya tak sempat menghindar. Mereka bertiga tumbang ke bumi dalam keadaan tewas. Tombak-tombak tajam menembusi tubuh mereka.

Di tempat lain, yang tidak jauh dari tiga prajurit yang tewas ada beberapa prajurit  tertindih gelondongan-gelondongan kayu. Mereka tewas karena tergencet benda yang sangat berat. Rupanya Olengpati telah mempersiapkan jebakan-jebakan itu jauh-jauh hari sebelumnya. Olengpati menyambut kehadiran Tunggulsaka dan anak buahnya dengan pesta maut. Pesta termangsa senjata tak kasat mata sebelumnya.

”Mundur...!” perintah Tunggulsaka. “Mundur! Mundurrr…!!!”

Suara gelegar Tunggulsaka membahana memecah kesenyapan belantara. Suara gelegar yang penuh amarah dan tak berdaya.

Prajurit-prajurit yang selamat segera mengikuti perintah sang senapati. Mereka lari tunggang langgang menuju perbatasan. Namun langkah mereka terhenti oleh hadangan ratusan anak buah Olengpati yang bersenjata golok!

Olengpati dan gerombolannya kini mengepung Tunggulsaka dan sisa-sisa prajuritnya dari delapan penjuru mata angin. Mata para gerombolan ini tajam menghujam. Seperti mata binatang yang haus darah.

”Huahahaha...! Senapati Tunggulsaka..., ayo tangkaplah aku sekarang juga, huahahaha...!” ejek Olengpati dengan cingkaknya, merasa dirinya unggul dibanding lawan.

”Iblis laknat kerak neraka!” umpat Tunggulsaka kesal. Kesal pada diri sendiri. Lebih kesal lagi pada gerombolan lawan. “Pantas rakyat Kerajaan Karangtirta ketakutan terhadap gerombolanmu. Ternyata kamu suka menggunakan cara keji dan licik untuk memperdaya musuh-musuhmu.”

“Huahahaha..., biasa..., itu biasa kan? Untuk mengalahkan musuh-musuhku, aku menempuh segala macam cara. Menjebak dan menghabisinya! Bukan hanya itu..., aku juga memasang mata-mata di kota Kerajaan Karangtirta, huahahaha....”

Tunggulsaka terdiam beberapa saat. Pantas, selama ini aku dan prajuritku selalu gagal menumpas gerombolan Olengpati. Batin Tunggulsaka. Grombolan bisa bebas beraksi danpa bisa ditanggulangi. Ternyata iblis laknat ini ‘menanam’ orangnya di kota kerajaan. Siapa pengkhianat ini?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status