Tetap tidak ada sahutan dari Mahasura, yang terus menerus dipanggil oleh kakek ini.
Mungkin saja Mahasura memang tidak berada di tempat yang dilrewati kakek ini, tapi mungkin juga Mahasura sengaja tidak membalas panggilan kakek ini.
Terik matahari tidak menghalangi langkah kakek yang masih kuat di masa usianya ini. Bahkan dengan penuh semangat, kakek ini terus mendorong gerobak sayurnya tanpa henti.
Tidak terlihat juga rasa lelah yang menghinggapi kakek ini.
Hanya saja Mahasura yang sedang dipanggil oleh kakek ini tidak kelihatan batang hidungnya.
"Kemana ya anak itu ... kerjanya menghilang dan tidur melulu!" gerutu kakek ini.
"Ki Seno mencari Mahasura?" tanya salah satu pemuda setempat bernama Satria yang kebetulan lewat di depan kakek bernama Ki Seno ini.
"Kamu lihat Mahasura?" tanya Ki Seno.
"Tadi aku lihat dia lagi tiduran di gubuk kecil dekat pasar, Ki!" jawab Satria.
"Terima kasih ya Nak!" kata Ki Seno sambil mendorong gerobak sayurnya lagi menuju tempat yang dikatakan Satria.
Ki Seno sudah sejak kecil merawat Mahasura. Orang tua Mahasura sudah tiada sejak Mahasura kecil. Ki Seno yang merawat Mahasura, berharap kelak Mahasura akan seperti orang tuanya. namun harapan Ki Seno menjadi buyar sejak Mahasura mulai sering bermalas-malasan, tanpa membantunya sama sekali.
Kakek ini tidak mengetahui penyebab Mahasura mulai sering bermalas-malasan, padahal sewaktu kecil, Mahasura sangat cerdas dan rajin.
"Kemana ya anak itu? Kenapa kerjanya bermalas-malasan terus sepanjang hari," gumam Ki Seno sambil matanya melihat ke kiri dan kanan, berharap menemukan Mahasura.
Pemuda yang sedang dicari Ki Seno ini akhirnya terlihat sedang tidur dengan lelapnya padahal cuaca cukup terik dan panas. tapi situasi itu tidak menganggu Mahasura sama sekali untuk berpetualang di alam mimpi.
"Mahasura Arya!!!"
Teriakan Ki Seno membuat Mahasura langsung terlompat dari tidurnya dengan perasaan terkejut yang luar biasa, yang membuatnya terjatuh dari atas kios kosong.
"Kenapa Kek? Kok ganggu tidur Arya sih?" tanya Mahasura kesal dan tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Kenapa kamu tidak menbantu kakek membawa sayur mayur ini ke pasar, malahan kamu tiduran dan bermalas-malasan di sini!" kata Ki Seno menegur Mahasura.
"Aku lagi kumpulin tenaga kek ... kalau sudah penuh pasti aku akan membantu kakek mendorong gerobak sayur ini!' kata pemuda berumur 17 tahun ini memberikan alasan yang masuk akal bagi kakeknya.
"Tenaga dari mana! Kalau kerjanya tidur terus, mana ada tenaganya! Sekali sekali bantu kakek membawa sayur ini ke pasar untuk dijual!' ujar Ki Seno.
"Aku tidak cocok untuk jadi pedagang sayur kek ... aku punya keinginan untuk kerja di istana dan mendapatkan harta yang banyak!" ujar Mahasura.
"Siapa yang mau mempekerjakan pemuda malas sepertimu! Bersikap rajin sedikit biar ada yang berminat memberimu pekerjaan, jadi kamu tidak perlu membantu kakek berjualan sayur lagi!" ucap Ki Seno yang mulai kesal terhadap kemalasan Mahasura.
"Aku bukannya tidak mau membantu kakek berjualan sayur ... aku hanya tidak ingin menjadi pedagang sayur selamanya, Kek!" ujar Mahasura.
"Apa bedanya kalau kamu saja sekarang kerjanya bermalas-malasan dan tidur di mana saja! Kakek sudah menyerah dengan kelakuanmu ini, Mahasura!" seru Ki Seno yang mulai gerah dengan kelakuan Mahasura yang tidak pernah berubah.
"Sudah aku bilang Kek, kalau aku tidak sedang bermalas-malasan. Aku sedang mencari inspirasi untuk masa depanku yang lebih baik Kek! Kan nanti juga kakek yang senang kalau aku sukses, jadi kakek tidak perlu mendorong-dorong gerobak sayur lagi Kek!" ujar Mahasura memberikan alasannya.
"Kakek senang dengan pekerjaan kakek sekarang! Kalau kamu sukses, itu untuk dirimu sendiri saja, Mahasura!" ujar Ki Seno. "Kakek hanya mencemaskan masa depanmu! Itu yang selalu kakek pikirkan karena tanggung jawab kakek agar kamu sukses, Mahasura!"
"Aku pasti sukses, Kek! Tidak perlu mencemaskan diriku!" kata Mahasura tanpa niat sekalipun untuk segera membantu kakeknya.
"Kakek tidak mungkin membiarkanmu begitu saja, Mahasura! Kalau kamu peduli sam kakek, sesekali bantu kakek memetik sayuran dan bawa ke pasar untuk kita jual!"
"Ya sudah Kek, lain kali Arya bantu ... Arya tidur lagi ya ...!" ujar Mahasura tanpa rasa bersalah, dan tidak peduli sama sekali dengan nasehat Ki Seno.
"Sudah hampir dewasa tapi masih malas-malasan ... mau jadi apa kamu nanti Mahasura!" kata Ki Seno geleng-geleng kepala melihat Mahasura yang tertidur kembali.
"Aku ingin jadi pendekar, Kek!" jawab Mahasura tanpa sadar sebelum tertidur kembali.
Ki Seno tidak ingin mengusik Mahasura lagi, karena menurutnya percuma menasehati anak itu sekarang.
Mahasura sama sekali tidak menuruti nasehat dari Ki Seno, padahal Ki Seno sangat menyayanginya.
Ki Seno benar-benar menyerah terhadap Mahasura yang selalu saja menjawab tegurannya dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.seperti sekarang. Ki Seno selalu mengajarkan hal-hal yang benar, yang membuat Mahasura sangat patuh dan rajin sejak kecil. Namun menginjak usia remaja, Mahasura mulai sering membangkang dengan tidak mau membantu Ki Seno lagi. Bahkan terkesan Mahasura tidak menghormatinya sama sekali, yang telah merawat anak itu hingga seperti sekarang. Ada saja alasan pemuda pemalas ini untuk menghindari pekerjaan yang disuruh oleh Ki Seno kepadanya. Mahasura lebih suka tidur-tiduran dan bermalas-malasan untuk mendapatkan mimpi yang indah baginya. Namun, Mahasura mulai kena batunya dengan mengalami mimpi yang buruk dan berulang-ulang, bahkan dia bisa menyambung mimpinya yang terputus, entah karena terbangun oleh teriakan Ki Seno atau mengalami kejadian buruk yang membuatnya ketakutan sehingga terbangun dari tidurnya. Mahasura yang tertidur lelap setelah ditinggalkan K
"MAHASURA!!!" Teriakan kencang dari kakeknya, Ki Seno lagi-lagi membuatnya meninggalkan mimpi anehnya ini. "Kakek kenapa sih, teriak-teriak terus?" tanya Mahasura. "Kamu itu, dari tadi tidur terus ... kakek sudah selesai menjajakan dagangan sayur, kamu masih saja tidur di tempat yang sama!" gerutu Ki Seno. "Aku sedang cari inspirasi Kek! Biar bisa jadi pemuda yang berguna seperti keinginan kakek!" kata Mahasura membela diri. 'Tapi bukan dengan cara tidur terus kan?" tanya Ki Seno yang mulai sewot dengan cucunya ini. "Aku sedang bermimpi yang aneh Kek ... aku lanjutin dahulu ya, nanti aku pulang Kek!" kata Mahasura yang kembali tertidur dengan cepatnya. Ki Seno hanya mengusap dada saja melihat kemalasan dari cucunya ini. "Kamu beda sekali dengan ayahmu yang seorang pendekar sakti, serta ibumu yang seorang Dewi kultivator," gumam Ki Seno sambil meninggalkan Mahasura. Siapa sebenarnya pendekar yang dimaksud oleh Ki Seno? Pemuda pemalas yang ditinggalkan Ki Seno, tertidur dengan
"MAHASURA!!!" Teriakan yang sangat didambakannya akhirnya membuat Mahasura terbangun dari tidur dan mimpi buruknya. Suara kakeknya yang biasa membangunkannya kalau dia tertidur, tapi masih belum jelas baginya. Tapi anehnya dia tidak berada di Kios pasar tempat dia tidur sebelumnya, yang membuat pemuda pemalas ini bingung dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. "Aku ada di mana ya?" gumamnya. "Seingatku terakhir aku terjatuh ke dalam laut, kenapa sekarang aku berada di sini?" Mahasura berada di sebuah pulau yang indah dengan pantai yang terbentang di hadapannya, tapi pulau ini hanya satu-satunya pulau yang ada. Sepanjang mata memandang, hanya terlihat lautan dan batas lautan yag terbentang luas. "Apa aku masih bermimpi?" gumamnya. "Kenapa aku bisa berada di pulau yang indah ini? Siapa yang tadi memanggilku? Seperti suara kakek ..." "MAHASURA!!!: Lagi-lagi Mahasura mendengar namanya dipanggil dengan kencang. Suara teriakan ini mirip suara kakeknya tapi dia tidak melihat wujud
Huuuaah .... Huaaaah ... Huuuaah! Mahasura mulai merasakan dirinya sulit bernafas di pulau yang indah ini. Mendadak pulau ini tidak ada udara sama sekali yang membuat dirinya terengah-engah berusaha menghirup udara untuk bernafas. "Aneh! Kenapa udara di sini rasanya sedikit sekali!" ujar Mahasura. "Kenapa aku sulit sekali bernafas di pulau ini?" Bleeep .... Bleeep .... Bleep Seluruh mulut dan hidungnya seperti kemasukan air yang membuatnya tidak bisa bernafas. "Aneh sekali! Aku sedang berada di daratan, kenapa rasanya sedang tenggelam di dalam air?" pikir Mahasura yang seperti bernafas di dalam air. "Anak muda! Bangun, anak muda!" Terdengar olehnya suara paman pemilik kapal yang ditumpanginya. Mahasura memuntahkan air laut yang tertelan olehnya saat tenggelam ke dalam laut. Matanya perlahan terbuka dan melihat paman nelayan sedang berusaha menyadarkannya dan mengeluarkan air laut yang tertelan olehnya. "Aku masih berada di atas kapal nelayan?" gumamnya tidak percaya. "Apa y
Mahasura Arya, pemuda pemalas yang kerjanya tidur-tiduran terus, kali ini kena batunya dengan mengalami mimpi terus menerus yang membawanya ke tempat yang sama terus menerus, yang mulai membuatnya ketakutan. Mahasura seakan tidak bisa terbangun dari mimpinya yang sangat lama sepanjang hidupnya. Bahkan dia mengalami mimpi di dalam mimpi yang membuatnya sulit untuk kembali ke dunia nyata tempatnya bermalas-malasan dan tidur seharian. Anehnya, pemuda pemalas ini terus kembali lagi ke pulau misterius yang disinggahinya dalam mimpi saat dirinya tercebur ke dalam laut dari atas kapal nelayan. "Apa saat ini aku tertidur di dalam kapal nelayan, atau aku tertidur di dalam kios pasar?" gumam Mahasura mencoba memikirkan kejadian yang menimpanya. Mahasura Arya sudah beberapa kali mencoba agar bisa terbangun dari mimpi buruk ini, tapi dia selalu terbangun di alam mimpi sebelumnya yang kemudian membuatnya bermimpi kembali. Seluruh kejadian mengarahkannya ke Pulau Misterius ini. ARYA ... Su
MAHASURA! Terdengar olehnya suara kakeknya yang sangat dinantikannya sedari tadi. Mahasura Arya terrbangun di atas kios pasar saat dipanggil kakeknya untuk pulang karena hari sudah malam. "Kakek! Senang sekali mendengar suara Kakek!" seru Mahasura yang terbangun dan berada di alam nyata yang dikenalnya. "Tidak biasanya kamu senang melihat kakek!" ujar Ki Seno. "Kamu pasti mimpi buruk ya, makanya senang melihat kakek karena sudah dibangunin!" "Apa kata kakek saja! Yuk Kek, kita pulang!" kata Mahasura sambil mendorong gerobak sayur kakeknya. Tapi Mahasura terkejut, begitu dia meninggalkan area pasar tempat kakeknya berdagang sayur dan buah, tampak di depannya hutan yang gelap lagi. "Ternyata aku belum terbangun sama sekali! Atau ini kejadian yang nyata, sedangkan tadi bertemu kakek adalah mimpiku?" Mahasura mulai bimbang terhadap mimpi yang dijalaninya ini nyata atau tidak. Kakeknya sudah tidak ada di sampingnya. Bahkan gerobak sayur yang tadi didorongnya juga lenyap dari hada
Penduduk Kota Naga Langit hanya mengenal kakek penjual sayur ini sebagai Ki Seno.Tidak banyak yang tahu nama asli dari Ki Seno, bahkan mungkin tidak ada satupun penduduk Kota Naga Langit yang mengetahui nama aslinya.Senopati Aryawiguna adalah nama asli dari Ki Seno, yang tidak pernah digunakannya lagi.Nama ini sempat menguncangkan dunia persilatan Benua Selatan yang lebih dikenal dengan Pendekar Penguasa Api.Bahkan Ki Seno memiliki Fire Devil, sebutan Iblis Api yang bersatu dengan tubuhnya.Pertarungan terakhir Ki Seno adalah melawan Pendekar Pedang Dewa Naga di atas pegunungan Awan Surga, yang terjadi sebelum menghilangnya Pendekar Pedang Dewa Naga ini.Banyak yang tidak tahu tentang pertarungan antara dua pendekar besar ini.Dunia Persilatan hanya mencatat pertarungan terakhir Pendekar Pedang Dewa Naga dengan Pendekar Lembah Iblis.Ki Seno memiliki ilmu kehidupan abadi seperti Immortal di dunia kultivator, sehingga kakek sakti ini masih hidup sampai sekarang."Ravindra! Kamu mem
"Kamu sedang mengandung?" tanya Senopati yang sedang dilanda kebingungan."Istriku sedang mengandung, Senopati! aku harap kamu bisa menunda keinginanmu menghabisi Adhisti sampai bayi kami lahir!" seru Ravindra."Kalian ini suami istri?" tanya Senopati lagi."Memangnya kenapa kalau kami ini suami istri?" tanya Ravindra.Senopati tampak terkejut melihat kejadian yang sangat tidak diduganya.Pendekar Pedang Dewa Naga dan Pendekar Lembah Iblis ternyata sekarang adalah pasangan suami istri. Pantas saja Pendekar Pedang Dewa Naga tidak pernah muncul lagi setelah pertarungan dengan Pendekar Lembah Iblis."Kapan kejadiannya?" tanya Senopati."Setelah aku tahu kalau Adhisti tidak sejahat yang dikabarkan pendekar persilatan! Semua itu hanya rumor belaka yang ingin menjatuhkan nama Pendekar lembah Iblis!" sahut Ravindra."Terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku!" kata Senopati sambil memberi salam kepada Adhisti."Aku tahu Pendekar Penguasa Api adalah pendekar hebat, yang mengutamakan kebenaran,