Seorang wanita berdiri di tempat persembunyiannya. Mengamati dari jarak aman. Berharap pria yang sedang duduk di depan ruang perawatan Aleena segera menyingkir.
Seolah semesta mendengarkan doanya, tak lama Kemudian pria itu bangkit dari duduknya, lalu pergi.Dengan cepat memakai jas Dokter yang tersampir di pundak. Tidak lupa memakai kaca mata dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.Melangkah dengan tenang. Sesekali membalas sapaan dan anggukan beberapa perawat dan Dokter yang berpapasan dengannya di lorong.Berhenti sejenak di depan ruang perawatan Aleena. Memutar gagang kunci dengan sangat pelan, mendorongnya ke dalam tanpa menimbulkan suara.Dari balik masker yang di kenakannya, wanita misterius itu menyeringai kecil begitu melihat target utamanya sedang tertidur lelap.Bersiap menyuntikkan sesuatu ke dalam botol infus yang tergantung di samping Aleena. Tiba-tiba terdengar suara gagang pintu yang di putar dan dorong dari luar.Apakah sudah waktunya pemeriksaan?Alex menatap ke arah Arfa dan Aleena yang terlihat masih tertidur lelap. Sementara wanita yang ia tengarai sebagai Dokter jaga itu berjalan memutari ranjang, mendekat ke arahnya.Sedikit merasa curiga, apalagi baru kali ini ada seorang Dokter yang melakukan kunjungan tanpa di dampingi perawat yang berjaga."Cairan infusnya tinggal sedikit lagi, nanti akan ada perawat yang menggantinya." Berkata dengan tenang, tangannya dengan cepat menyembunyikan sesuatu ke dalam kantong jas."Baik, Dokter," sahut Alex. Mencoba berfikir positif."Tidak ada keluhan bukan? Seperti pusing atau ... muntah?""Sepertinya tidak ada," jawab Alex, mulai yakin jika wanita itu adalah Dokter jaga."Syukurlah," sahutnya, sembari mengangguk samar. Wanita itu kemudian berkata, "Sebaiknya kau bangunkan suami pasien, suruh dia tidur di tempat lain. Pasien harus mendapat rasa nyaman saat beristirahat."Alex mengangguk. Mengamati penampilan Dokter yang sedang melangkah keluar, membuat Alex menautkan kedua alisnya. Heran.Sejak kapan Dokter memakai sepatu boots hak tinggi?"Shit! Arfa! Bangun!"Alex berteriak begitu mendapatkan kesadarannya kembali. Dan teriakan yang cukup keras itu membuat Arfa langsung tersentak bangun."Apa yang kau lakukan!" sentak Arfa, melihat Alex mencabut jarum infus di tangan Aleena."Jaga istrimu! Aku akan memanggil Dokter!"Sekarang, justru Alex yang terlihat seperti bos di sini. Memberi perintah kepada Arfa dengan tegas.Seolah baru tersadar dengan apa yang terjadi, Arfa segera meraih tubuh Aleena ke dalam pangkuannya, berusaha menyadarkan wanita itu dengan berbagai cara yang bisa ia lakukan.Alex segera berlari keluar, tapi sayang wanita yang menyamar sebagai Dokter itu sudah tidak nampak."Sial! Cepat sekali menghilangnya!" geram Alex.Setengah berlari menuju ruang Dokter jaga, Alex membagi konsentrasinya dengan menghubungi Karina.[Karina! Perintahkan orangmu untuk mendapatkan rekaman CCTV rumah sakit!] Langsung menyosor dengan kalimat perintah, begitu panggilannya tersambung.[Ada apa?] tanya Karina, heran.[Aku akan menjelaskannya nanti, cepatlah ke rumah sakit sekarang!] Mematikan sambungan telfon secara sepihak, terlihat sangat tidak sopan."Mana Dokter jaga!" Niatnya bertanya, tapi karena panik justru terdengar seperti sebuah bentakan.Bagaimana tidak panik? Jika kali ini terjadi apa-apa dengan mantan terkasih bosnya itu, bisa-bisa nyawanya yang jadi taruhan."Beliau ada di ruangannya, Tuan. Sebentar saya panggilkan."Tidak lama kemudian muncul seorang Dokter laki-laki bertubuh jangkung menghampiri Alex."Ada apa, Tu—"Tidak ada kesempatan bagi Dokter muda itu untuk melanjutkan pertanyaannya, Alex langsung saja menarik tangannya menuju ruang perawatan Aleena.Melihat kondisi Aleena yang tidak baik-baik saja, Dokter itu langsung memerintahkan beberapa perawat untuk memindahkannya ke ruang High Care Unit atau HCU untuk dilakukan tindakan.Berjalan mondar-mandir di depan ruang HCU, wajah Arfa terlihat begitu cemas. Berulang kali melirik arloji di pergelangan tangannya, lalu berpindah menatap pintu ruangan yang tidak kunjung terbuka."Apa kau tidak bisa diam sebentar saja? Kedua mataku sampai bosan melihat kau yang terus mondar-mandir sejak tadi," omel Alex."Aku mencemaskannya! Aku seperti pernah merasakan keadaan seperti ini!"Memijit pelipisnya dengan memejamkan kedua mata. Arfa mencoba mengingat sesuatu yang tiba-tiba melintas di dalam memori ingatannya.Apa dia mengingatnya?Suara roda brankar mengalihkan fokusnya. Arfa memutar leher, melihat ke arah beberapa perawat yang sedang mendorong emergency bed dengan seorang pasien wanita yang terbaring di atasnya, tidak sadarkan diri."Laura?" desis Arfa.Tidak sekalipun hati Arfa tergerak untuk menanyakan perihal keadaan istrinya kepada perawat-perawat itu. Justru rasa muak dan benci semakin membuncah di hatinya."Di mana suami pasien?""Entahlah. wanita ini datang dengan diantar oleh pembantu dan sopirnya. Ia ditemukan tidak sadarkan diri di dalam kamar dengan kondisi yang sangat memprihatinkan."Samar-samar Arfa dapat mendengar percakapan di antara beberapa perawat itu."Kasihan sekali, padahal Ia sedang hamil muda."Arfa tersenyum sinis mendengar ucapan dari salah satu perawat."Kasihan?" ulang Arfa. Tersenyum mengejek."Mungkin suaminya tidak punya hati, sampai tega membiarkan istrinya seperti ini."Arfa seketika menegakkan tubuhnya, menatap nyalang ke arah beberapa perawat yang semakin menjauh dari tempatnya berada.Ingin sekali Arfa langsung berteriak, mengumpat perawat itu atau menyumpal mulutnya dengan kaos kaki tua.Jika yang berkata adalah seorang laki-laki, mungkin Arfa sudah sejak tadi merobek mulutnya."Mengapa wanita itu tidak mati saja sekalian." geram Arfa."Aku akan dengan senang hati melakukannya untukmu, kalau kau mau" timpal Alex.Tunggu!Mata yang sejak tadi melihat ke bawah, langsung terbelalak. Alex seperti mendapat sebuah jackpot!Sepatu itu?"Hei! Berhenti!"""Aku ada urusan lain. Tetap di sini dan jangan kemana-mana! Jaga Aleena baik-baik!"Arfa melongok mendengar perintah Alex. Anak buahnya itu sudah berani memerintahnya, seakan dialah bos nya di sini."Kau!"Alex main nyelonong begitu saja, tidak perduli kedua mata Arfa yang mendelik dengan telunjuk mengarah ke wajahnya."Tuan Arfa!"Seorang Dokter muncul dari balik pintu menyerukan namanya."Nyonya Aleena sudah sadarkan diri, sebentar lagi pasien akan kami pindahkan ke ruang perawatan," terang sang Dokter."Bolehkan aku melihatnya sekarang?" "Sebentar lagi pasien akan kami pindahkan, Tuan Arfa silahkan menunggu di sini," jawab Dokter dengan ramah.Tidak lama kemudian pintu ruang HCU kembali terbuka, cukup lebar, memperlihatkan beberapa perawat yang sedang mendorong emergency bed keluar dari ruangan tersebut. Perasaan lega menyelimuti hati Arfa, melihat Aleena yang sudah sadarkan diri dan sedang menatap ke arahnya sembari tersenyum."Tuan Arfa, kita pindahkan Nyonya Aleena sekarang."
"Dia istriku!"Bagai tersengat aliran listrik ribuan voltase, tubuh Nyonya Miranda seketika menegang. Kilat amarah terlihat di kedua matanya. Menatap nyalang ke arah dua insan yang sedang berpelukan."Lalu di mana Laura!" "Aku tidak tahu!" Arfa benar-benar menunjukkan rasa tidak senang dan ketidakpeduliannya terhadap wanita itu.Namun, jawaban itulah yang justru memancing kemarahan Nyonya Miranda melesat berada pada puncaknya.Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Arfa, namun tidak berarti apa-apa bagi pria itu. Jangankan hanya sebuah tamparan, nyawa pun akan siap Ia berikan untuk wanita yang sangat dicintainya.Alena yang semakin ketakutan menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Arfa. Tubuh wanita itu gemetar kedua tangannya mencengkeram dengan kuat lengan Arfa."Sssttt, tenanglah sayang. Semua akan baik-baik saja." Mengusap punggung Alena dengan lembut, berharap agar wanita itu sedikit mendapatkan ketenangan."Ternyata wanita jalang Ini yang telah membuatmu menyia-nyiakan
Tubuh Alex menjulang di depan pintu. Menghalangi Laura yang ingin masuk dalam ruang perawatan Aleena."Aku mohon, izinkan aku masuk. Aku hanya ingin bertemu Aleena dan meminta maaf kepadanya," mohon Laura dengan suara lemah.Wajah pucat, bibir kering, rambut diikat dengan asal seperti tidak terurus. Kesedihan tergambar begitu jelas di wajah wanita itu. Sorot mata putus asa seolah tidak ada harapan lagi dalam kehidupannya.Dan siapapun, pasti akan menaruh iba melihatnya.Siapapun?Alex tersenyum samar. Melipat kedua tangannya di dada. Pria itu lalu berkata, " Aku tidak bermaksud menghalangimu, aku hanya kuatir kau justru akan jatuh pingsan di dalam. Apalagi kau terlihat sangat lemah.""Kau tidak perlu kuatir. Biarpun aku harus mati bersimpuh di hadapan Aleena, itu tidak masalah yang penting aku sudah meminta maaf kepadanya. Aku hanya sedang berusaha menerima semua ini dengan ikhlas," tutur Laura.Wanita itu menunduk, menyembunyikan air mata yang sudah beranak sungai di wajahnya.Alex m
Arfa mengacak rambutnya, frustasi. Berbagai cara telah ia lakukan untuk membujuk Aleena yang sedang merajuk. Cemburu lebih tepatnya.Salah siapa?Aleena sendiri yang memintanya untuk bersikap baik kepada Laura. Setengah memaksa juga."Sayang, aku tidak sungguh-sungguh melakukannya. Kau sendiri yang mendorongku dari belakang untuk menangkapny."Aleena melengos. Masih tidak sudi melihat Arfa."Terlihat sekali kalau Mas Arfa sangat mencemaskan keadaanya! Aku tidak suka," kata Aleena.Arfa tersenyum. Akhirnya wanita itu mau bersuara juga setelah sejak tadi hanya diam membisu."Aku menyukainya," desis Arfa."Apa!" sosor Aleena dengan mata melotot.Arfa terkekeh. Ternyata wanitanya galak juga kalau sedang cemburu."Aku menyukainya—rasa cemburumu, sayang."Berbisik di telinga Aleena. Menjilat leher wanita itu, sangat erotis."Nggak usah merayu!" ketus Aleena.Memalingkan wajahnya yang merona, malu."Kenapa wajah kamu merona, sayang, aku semakin ingin memakanmu," goda Arfa."Iisshh. Apaan sih
Sepanjang perjalanan pulang menuju ke apartemen, Arfa terus saja menekuk wajahnya. Bibir mengerucut, seperti ibu-ibu yang kurang uang belanja."Mas Arfa," panggil Aleena dengan lembut.Arfa tidak menggubris. Tangan bersedekap, pandangan lurus menatap ke depan."Apa, Mas Arfaa marah?" tanya Alena, tersenyum geli.Arfa melengos. Memiringkan tubuhnya ke arah jendela. Sudah seperti anak kecil yang sedang merajuk karena tidak dibelikan mainan incarannya.Membuat Aleena semakin gemas dan berniat untuk menggodanya.Perlahan, dengan gerakan erotis Aleena membelai dada bidang milik Arfa dari arah belakang. Menyisir setiap jengkal pahatan menggoda yang terbungkus kemeja berwarna hitam."Jangan coba-coba menggodaku," Ketus Arfa, berusaha menyingkirkan tangan Aleena di tubuhnya.Alerna tertawa. Gerakan tangannya semakin bertambah liar turun ke bawah."Mas Arfa terlihat sangat menggemaskan kalau sedang merajuk. Seperti bayi yang ingin menyusu pada ibunya." Alena menekan kata 'Menyusu' pada kalimat
Arfa menutup pintu menggunakan satu kakinya. Pria itu benar-benar terlihat tidak sabar."Kita sudah sampai, sayang. Bersiaplah menerima serangan balasan dariku," bisik Arfa.Pria itu membaringkan tubuh Aleena di atas tempat tidur besar miliknya. Dan langsung saja mengungkung tubuh wanita itu di bawahnya.Bersiap ingin melancarkan aksinya ketika tiba-tiba saja Aleena berseru, "Aaah, lega rasanya sudah keluar dari rumah sakit!"Wanita itu menggeliat, merentangkan kedua tangannya ke atas seperti habis bangun tidur, lalu tersenyum lebar ke arah Arfa yang sedang menatap lapar ke arahnya."Jangan mencari alasan untuk menghindari ku lagi, sayang," kata Arfa penuh penekanan."Aku hanya ingin mandi terlebih dahulu, Mas Arfa. Aku ingin bercinta denganmu dalam keadaan segar dan harum," kilah Aleena.Arfa tersenyum smirk. Tangan pria itu terulur, mengusap bibir Aleena dengan lembut. Perlahan Arfa mendekatkan wajahnya lalu berkata dengan setengah berbisik, "Bagiku kau tetap wangi dan segar, biarpu
"Tetap di tempatmu! Atau aku tidak akan ikut ke kantor!" ancam Aleena.Arfa menghentikan langkahnya. Niatnya ingin kembali menyentuh tubuh Aleena jadi urung, apalagi melihat wanita itu melotot ke arahnya dengan bibir mengerucut."Aku hanya ingin membantumu memakai baju, sayang," kilah Arfa, sedang kedua matanya menatap tidak berkedip ke arah Aleena yang hanya menggunakan handuk di tubuhnya."No! Aku bisa memakainya sendiri!" sahut Aleena dengan cepat.Membantu memakai baju? Tentu saja itu hanya akal-akalan Arfa. Ujung-ujungnya pria itu pasti tidak akan melepaskannya lagi.Tidak boleh lengah pokonya. Soalnya pria itu sedang dalam mode siap tempur.Arfa terkekeh pelan. Pria itu memilih duduk di sebuah sofa bulat yang ada di ruang ganti tersebut. Melipat satu kakinya sambil bersedekap. "Baiklah, kalau begitu aku hanya akan menemanimu memakai pakaian."Aleena memutar bola mata ke atas. Arfa nya kali ini benar-benar seperti singa liar yang sedang kelaparan.Menemani? Atau menikmati pemanda
Arfa hanya terkekeh mendengar Aleena yang terus mengoceh sejak tadi. Sudah seperti burung betet yang tidak berhenti berkicau.Semakin digoda, wanita itu semakin bertambah galak saja.Dan bagaimana Aleena tidak akan kesal, Arfa benar-benar mengerjainya habis-habisan di atas meja. Memasuki tubuhnya hingga berulang kali sampai wanita itu benar-benar lemas tidak bertenaga.Namun begitu tetap saja Aleena menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri, membantu Arfa berpakaian memakaikan dasi, dan menyisir rambutnya."Sudah selesai! Sana kerja lagi!" Usir Aleena. Buru-buru mendorong tubuh Arfa, agar keluar dari kamar setelah selesai membantu pria itu bersiap."Kau mengusirku sayang," protes Arfa.Pria itu menahan tubuhnya tepat di tengah-tengah pintu, membuat Aleena kesusahan untuk menyuruhnya segera keluar."Jika tidak aku usir, Mas Arfa tidak akan tahu diri!" ketus Aleena.Arfa tergelak. "Bukankah aku harus membantumu berpakaian?" kilahnya.Aleena langsung melotot. Sedangkan pria itu justru