Share

Chapter 9: Melawan para monster

Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.

“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”

Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir adalah sisi selatan dan timur. Menyisir sisi selatan dulu lebih baik karena mereka baru saja mendapat serangan goblin dari selatan.

Lifnes menoleh ke pria tua yang ada di dekat mereka, “saya ingin bertanya Tuan Calyn, apa Anda pernah tahu tentang sarang monster yang ada di sekitar sini?”

“Di selatan sini memang pernah ada sarang goblin, tapi harusnya jarak jauh dari sini. Oh ya, kami juga pernah melihat ada sekumpulan orc di barat daya, mungkin kalian juga perlu waspada dengan itu,” jawab Calyn, yang mantan kepala Suku Leheath.

“Apa pernah ada hobgoblin di daerah sini?” tanya Arekh.

Calyn menggeleng, “untungnya tidak. Kalau sampai ada monster itu, kami pasti membutuhkan bantuan pasukan kerajaan.”

“Itu benar,” sahut Arekh, “hobgoblin memang lebih cerdas, lebih kuat, dan mereka juga mampu membuat strategi perang militer seperti makhluk cerdas lainnya. Aku lebih khawatir dengan mereka daripada goblin atau bahkan orc.”

Delthras memandang ke selatan kemudian bertanya, “apa ada sesuatu selain monster atau goblin yang harus kita waspadai di selatan?”

Lifnes yang menjawab pertanyaan itu, “kalau kita berjalan terus ke selatan kita akan sampai di Gunung Garlea, tempat kerajaan para dwarf. Tapi, kerajaan mereka letaknya di bawah tanah dan mereka tidak mengklaim teritori di atas tanah, jadi aku tidak tahu sampai mana batas wilayah mereka.”

“Aku nggak tahu apa-apa soal daerah ini, nya. Berapa jauh kita harus menyisir daerah di selatan?”

“Kira-kira selama dua hari jalan kaki. Monster kuat yang ada dalam jarak dua hari perjalanan dari desa adalah ancaman untuk desa,” jawab Arekh.

“Lama sekali, nya. Gimana dengan pertahanan desa selagi kita gak ada, nya?”

“Itu akan ditangani oleh para penjaga desa. Percayalah pada mereka, Matahari,” jawab Arekh lagi.

Jumlah prajurit penjaga desa memang sedikit, itu yang membuat Matahari Pagi sedikit khawatir. Tapi seharusnya mereka bisa mengatasi ancaman dari monster yang lemah.

“Dan juga jangan lupa kalau para pria Suku Leheath adalah petarung yang tangguh sebelum masa damai ini,” ujar Calyn. Dia terlihat percaya diri dengan kemampuan sukunya dalam bertarung.

Tak lama kemudian, persiapan pun sudah selesai. Arekh, Lifnes, Delthras, dan Matahari Pagi berjalan menyusuri selatan desa. Cuaca hari ini lumayan bagus, cerah berawan sehingga nyaman untuk menjadi hari mereka memulai perjalanan.

Hanya sekitar dua jam berjalan ke selatan, mereka melihat ada dua goblin sedang berpratroli di padang rumput. Arekh yakin mereka pasti dari kelompok goblin yang sama dengan yang kemarin, ditugaskan untuk mencari tahu kenapa 6 goblin tidak kembali ke kelompok mereka.

Tidak butuh waktu lama bagi Arekh dan yang lainnya untuk menghabisi kedua goblin itu. Setelah itu, mereka pun kembali berjalan ke selatan.

Beberapa jam setelah itu, mereka beristirahat makan siang di bawah pohon di tepi sungai. Pada saat itu ada empat orang manusia yang mendekati mereka. Ternyata mereka adalah scout dari suku nomaden lain yang masih mengisi padang rumput selatan ini.

Setelah berbincang sedikit dengan mereka, Arekh dan yang lain tahu bahwa suku nomaden ini juga diserang oleh sekelompok goblin dua hari yang lalu, dan mereka bertugas untuk mencari sarang goblin itu. Setelah berbincang dan bertukar makanan, scout dari suku nomaden itu lalu melanjutkan tugas mereka.

Arekh dan yang lainnya juga melanjutkan menyisir daerah selatan. Tidak ada sesuatu yang berbahaya selama beberapa jam sesudah makan siang, tapi ketika matahari mulai bergeser ke ufuk barat, mereka berempat kembali melihat sekumpulan goblin. Kali ini 5 goblin di padang rumput.

Dengan kemampuan bertarung Arekh dan Matahari Pagi, juga sihir Delthras dan Lifnes, kelima goblin itu bisa dihabisi dengan cepat. Darah goblin langsung mengotori rumput di padang ini.

Setelah berjalan ke selatan sedikit lebih jauh lagi, Arekh memutuskan bahwa ini waktu yang tepat untuk mereka beristirahat. Delthras mengumpulkan ranting kayu dan membuat api unggun, sementara Arekh memasak untuk mereka. Delthras mengingatkan Arekh kalau dia punya sihir untuk membuat makanan jadi lezat, tapi Arekh bilang bahwa rasa makanan yang sebenarnya itu Cuma bisa dirasakan dari bumbu-bumbu asli.

Setelah makan malam dan menentukan giliran jaga, mereka berempat pun tidur untuk malam ini.

Keesokan harinya, sesudah menyantap sarapan buatan Arekh, mereka kembali pergi ke selatan.

Tidak lama kemudian mereka sudah bertemu dengan dua ekor harimau. Sebenarnya bertemu dengan hewan liar biasa, dan bukannya monster ini bukan hal yang diantisipasi oleh Arekh, tpi mereka tetap melawan kedua harimau itu.

Tidak lama setelah pertarungan dimulai, kedua harimau itu sadar mereka melawan mangsa yang kuat, dan lebih memilih untuk melarikan diri. Arekh memutuskan untuk tidak mengejar mereka.

Sewaktu mereka melanjutkan perjalanan ke selatan, cuaca terlihat semakin memburuk. Awan gelap berkumpul di langit, menandakan bahwa hujan akan turun hari ini. Selain itu, daerah tempat mereka berada juga mulai berubah, kini mereka sampai di perbukitan bukan lagi dataran rumput yang rata.

Mendadak, Delthras menyadari ada sesuatu di depan mereka, sesuatu seperti sebuah batu besar. Akan tetapi, sesudah dilihat lebih detil, itu bukanlah batu besar melainkan satu ogre yang sedang tertidur.

“Apa kita perlu melawannya?” tanya Delthras.

“Monster ini juga berpotensi menyerang desa, kita harus membereskannya sekarang sebelum dia menyerang desa,” jawab Arekh.

Mendadak, ogre itu bangun. Raksasa humanoid buruk rupa setinggi lebih dari empat meter itu menjulang tinggi di depan Arekh dan yang lainnya. Tangan kanannya mengenggam sebuah pentungan kayu besar yang menjadi senjatanya.

“Siapa? Kalian ganggu tidurku?” raung ogre itu dengan suara keras.

“Kelihatannya pertarungannya gak bisa dihindari, nya.”

“Kalian jadi makanankuuuu!” ogre itu meraung lebih keras lagi sebelum mengangkat pentungannya yang besar.

Arekh menghindar ke samping kemudian mengayunkan halberd-nya ke pinggang raksasa itu.

Matahari Pagi bergerak lincah, dia melompat ke depan ogre lalu menghajar dadanya dengan tiga pukulan berturut-turut.

Tubuh  Delthras berpendar cahaya biru sesaat sebelum dia merapal sihirnya.

“Magic Missile!” seru Delthras sambil menembakkan empat buah anak panah sihir berwarna biru. Semuanya mengenai ogre dengan telak.

Lifnes berdoa kepada dewi yang dia percayai saat merapal sihirnya.

“Sacred Flame!” ujar Lifnes, kemudian sebuah api suci berwarna putih terang berkobar di atas ogre. Api itu langsung jatuh ke bawah dan mengenai ogre dengan telak.

Ogre itu kemudian jatuh dengan keras ke tanah, tidak bernyawa lagi.

Setelah itu mereka berempat kembali menyisir daerah ke selatan.

Mereka berempat memutuskan untuk berhenti ketika matahari mulai terbenam, dan seperti kemarin, mereka berniat menyalakan api unggun. Hanya saja kali ini hujan deras turun dari langit ketika mereka akan menyalakan api.

“Rasanya nasib kita lagi kurang beruntung,” ujar Delthras.

“Bukan itu saja, tapi kelihatannya keberuntungan kita semakin menipis,” sahut Arekh.

Delthras baru saja akan bertanya, tapi dia sudah melihat jawaban dari pertanyaannya itu: Empat ekor monster yang tidak natural, tubuh mereka terlihat seperti gabungan antara jackal dan manusia. Selain itu, masing-masing juga membawa sebilah scimitar.

Lifnes terlihat mengenali monster itu, “mereka adalah hewan liar yang terkotori oleh kekuatan setan... jackalwere.”

Di bawah terpaan air hujan, Matahari Pagi mengeluh, “haah... padahal aku mau istirahat, nya.”

Tapi keempat jackalwere itu langsung berlari ke arah mereka berempat. Pertarungan tidak terhindarkan!

Suara metal terdengar nyaring saat halberd Arekh beradu dengan scimitar satu jackalwere. Dengan cekatan Arekh mengayunkan halberd-nya ke tangan kanan jackalwere itu, serangan itu mampu membuat musuhnya menjatuhkan senjatanya, tapi tidak terlihat ada luka sedikitpun di tangan jackalwere.

“Sial, mereka tipe yang tahan serangan fisik,” ujar Arekh.

Delthras menyahut, “kalau begitu bagaimana kalau serangan sihir?”

Sekali lagi, tubuh Delthras berpendar biru saat dia merapal sihir.

“Magic Missile!” serunya dan empat buah anak panah sihir kembali menyerang salah satu jackalwere. Monster itu terlihat terluka akibat serangan sihir.

“Mereka bisa dilukai dengan serangan sihir!” seru Delthras.

“Kalau begitu gampang dong, nya. Tapak Cahaya!” seru Matahari Pagi sambil melepaskan sebuah bola cahaya putih dari tangannya. Tembakan tenaga dalam itu mengenai salah satu jackalwere, dan sama seperti dengan Delthras, serangan Matahari Pagi berhasil melukainya.

Pertarungan berlangsung selama sekitar 3 atau 5 menit. Mereka berempat kecuali Arekh punya cara untuk melukai para jackalwere dengan sihir, jadi Arekh lebih bertugas untuk membuat musuh mereka sibuk dan melindungi Delthras dan Lifnes. Setelah itu, keempat jackalwere pun jatuh tumbang di tanah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status