Share

Bab 3: Rekan

Malam itu suasana di bar lumayan ramai. Para penduduk desa akhirnya bisa bersantai sesudah bekerja keras seharian. Baik itu penebang kayu, pandai besi, atau pemotong kayu. Si Bartender sibuk menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas, dan para penduduk desa tertawa di sela canda gurau.

Diantara para penduduk desa yang sedang minum-minum itu, ada seseorang yang terlihat berbeda dari orang lain. Seorang beastman setengah manusia-setengah kucing, atau tabaxi sebutan dalam bahasa lokalnya, sedang memainkan sebuah gitar kecil dengan 10 senar.

Matahari Pagi namanya, baju tunik warna birunya membawa sebuah ciri khas yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang monk. Biarpun begitu, dia tetap memainkan gitar kecilnya dengan lihai, bagaikan seorang bard. Para penduduk desa di sekitarnya pun ikut menyanyi di tengah-tengah alunan gitarnya.

Begitu Matahari selesai dengan lagunya, semua orang di sekitarnya langsung bertepuk tangan. Mereka semua menikmati alunan lagu sang Tabaxi. Matahari Pagi tersenyum senang saat tahu mereka semua menyukai penampilannya. Di saat itu, seorang pria dragonborn berjalan memasuki bar, sisik perunggunya memantulkan cahaya obor ketika dia berjalan melalui pintu masuk.

Sewaktu dia melihat rekannya masuk, Matahari Pagi mengembalikan gitar kecil itu kepada pemiliknya lalu berjalan ke bartender.

“Aku pesan susu segelas,” ujarnya kepada bartender.

Si dragonborn juga menghampiri bartender lalu memesan minuman, “Berikan beta Sun’s Glory.”

sang bartender mengambil dua gelas besar lalu membuatkan minum pesanan mereka.

“Kenapa kau memainkan lagu seperti tadi? Kau sudah seperti bard saja?”

“Ah tidak apa-apa kan Delthras? Lagipula semua orang sedang butuh hiburan supaya bisa rileks, nya,” Matahari Pagi menjawab pertanyaan Delthras.

“Tidak apa-apa kok, beta cuma tidak menyangka kamu ternyata sepandai itu memainkan gitarnya. Beta bisa mendengar kemeriahan kalian sejak dari luar bar.”

“Nyaa, lagipula aku juga lagi agak bosan dan kebetulan orang yang main sebelumnya nggak jago, jadi aku merasa ingin meramaikan suasana aja.”

pada saat itu si Bartender sudah selesai membuatkan minuman mereka dan menyodorkannya pada mereka berdua.

“Omong-omong Matahari, ilmu bela dirimu beda dari monk lain yang beta tahu. Kenapa bisa begitu?” tanya Delthras sebelum menyesap minumannya.

“Karena yang aku dengar memang cabang ilmunya tidak terlalu banyak, nya, jadi perguruan yang cara bertarungnya mirip denganku memang sedikit. Lagipula, perguruanku sendiri tempatnya terpencil. Tempatnya di samping gunung berapi, jadi tempatnya panas. Enaknya cuma di sana ada pemandian air panasnya sih,” jawab Matahari Pagi sebelum kemudian meminum susunya.

“Begitu, jadi perguruanmu itu tidak pernah kedatangan pengunjung?”

“Nggak juga, kadang-kadang kami kedatangan pedagang dari ras Azer, mereka itu kan memang sudah pasti tahan sama panasnya gunung berapi, nya.”

“Hoo, jadi kamu itu satu-satunya yang pergi keluar dari perguruanmu itu untuk jadi petualang ya?”

Mataharu Pagi meminum seteguk gelas susu sebelum menjawab, “Nya? Kamu lupa ya? Kan aku sudah pernah cerita kalau aku pergi ini buat mencari guruku. Guruku yang pertama kali pergi dari perguruan.”

“Ah iya… beta ingat sekarang, kamu pernah cerita soal gurumu yang membawa pergi kitab penting dari perguruanmu, kalau tidak salah kamu bilang kitabnya ada hubungannya dengan naga,” balas Delthras dengan suara berat yang terkesan bersalah.

“Iya, nya. Itu karena ribuan tahun yang lalu gunung berapi di samping perguruanku itu memang sarang naga emas lho, nya. Tapi sudah lebih dari seribu tahun berlalu sejak naga emas itu mati,” Matahari Pagi meminum susunya di akhir kalimat.

“Naga emas ya? Itu pasti juga yang jadi alasan kenapa ilmu beladirimu unik, naga emas sendiri adalah ras yang langka, apa ada pengaruh naga emas itu ke ilmu beladirimu?”

Matahari mengangguk, “Iya, filosofi naga emas sendiri adalah untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan, itu juga yang menjadi filosofi utama di perguruanku. Yah selain jurus-jurusnya sih, nya.”

“Hmm, beta jadi mulai paham kenapa sekarang kamu mencari gurumu.”

“Kamu sendiri bagaimana, nya? Kamu belum pernah cerita kenapa kamu jadi petualang.”

“Heh, beta ini bukan orang dengan sebuah misi sepertimu, atau paling tidak aku masih mencarinya,” Delthras menyisip minumannya sebelum melanjutkan, “hanya saja beta dilahirkan dengan sebuah pertanda. Begitu beta lahir, semua air di rumah langsung membeku, dan susu seketika jadi basi. Ibu beta berkata itu terjadi bersamaan dengan tangisan beta. Dan gara-gara itu, orang tua beta percaya b eta punya sebuah takdir besar di dunia ini, biarpun beta belum tahu apa.”

“Hee, jadi itu juga asal kekuatan sihirmu yang tidak ada aturan seperti itu?”

Delthras menggeleng, “Bukan, beta punya kemampuan sihir ini bukan dari lahir. Tapi sewaktu beta kecil, ada seorang archfey yang secara tidak sengaja melintas dekat desa beta dan beta terkena cipratan energi sihir murninya. Itu sebabnya beta punya kekuatan sihir.”

“Hee, kebetulan banget tuh, nya.”

“Memang kelihatannya seperti itu, tapi menurut beta ini adalah sebuah pertanda. Tanda bahwa beta bisa berbuat sesuatu yang lebih di dunia ini, karena itulah beta menjadi petualang dan berbuat kebaikan di mana pun beta berada.”

“Jadi itu sebabnya kenapa sihirmu liar begitu, nya? Tapi efeknya acak ya, kadang berguna kadang merugikan.”

Delthras tertawa sebelum menjawab pertanyaan Matahari, “Kadang-kadang ada efek yang lucu lho. Sebelum beta bergabung dengan kalian, sihir beta bisa membuat beta tumbuh jenggot dari bulu burung. Beta sampai bersin gara-gara itu. Atau beta sempat melayang setinggi 12 centi sesudah melakukan spell.”

“Ahahahaha, aku jadi ingat sewaktu matamu jadi menyala merah sesudah melakukan spell. Rasanya kamu jadi seperti dragonborn yang jahat, nya.”

“Ya, yang itu memang lucu. Tapi, beta kadang masih kepikiran soal waktu sihir beta jadi berbahaya buat kalian.”

“Ah tenang aja, sihir fireball-mu waktu itu kan tidak kena ke aku. Aku jago menghindar, nya.”

Delthras tersenyum sebelum kemudian meminum habis minumannya. Ia lalu memesan satu gelas minuman lagi kepada bartender.

Di tengah-tengah percakapan mereka berdua, para penduduk desa sedang menyanyi di tengah bar. Atau paling tidak, berusaha menyanyi. Sebagian dari mereka sudah mabuk, sementara yang masih sadar berusaha sebaik mungkin memainkan gitar.

“Ah, mereka payah mainnya nya. Sini, biar aku yang mainkan gitarnya.”

Matahari Pagi beranjak dari kursinya dan mengambil gitar kecil dari tangan salah satu penduduk. Nada-nada indah terdengar ketika jarinya berdansa di senar gitar. Penduduk desa mulai bernyanyi dengan gembira di tengah melodi gitar Matahari.

Sementara itu Delthras merapalkan sihir minor illusion untuk menampilkan seorang penari perempuan di bar. Penari itu memang hanya ilusi, tapi tariannya terlihat seolah nyata. Suara dari para penduduk desa semakin riuh seiring dengan tarian si Penari Ilusi.

Di malam itu, suasana di bar Leheath menjadi sangat ramai dan gembira.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status