Share

04. Who is He?

"Apa maksudmu, hah!" William membentak, dia berdiri di depan Amelyce layaknya pelindung.

"Menyingkir dari hadapannya!" jawab pria itu dingin penuh penekanan.

"Pengecut! Lewati aku dulu sia—!"

Ucapan William terpotong. William terpental cukup jauh, jatuh tersungkur di atas lantai, sebelum itu punggungnya lebih dulu terbentur meja panjang. Sedangkan yang lain hanya bisa diam membisu tak berani melerai takut terkena imbasnya juga.

Amelyce langsung bersimpuh di dekat William, sudut bibir pria itu terluka. Dia meringis menyentuh pundaknya, Amelyce yakin bagian itu sangat parah.

"Are you okay, Will?" Gadis itu bertanya lirih mencoba membantu William berdiri. Namun, pria itu menggeleng pelan seolah memberi tahu bahwa dia baik-baik saja dan itu membuat Amelyce semakin merasa bersalah.

Dia melirik adiknya, Peter.

Tubuh Peter bergetar dengan kepalan tangan di kedua sisi, tak ada gunanya menunggu pria penakut itu bertindak. Melihat William terjatuh saja, dia sama sekali tak membantu, apalagi sekadar memberi pelajaran pada pelakunya. Itu sangat tak mungkin.

"Peter! Ruang kesehatan!" Suara Amelyce meninggi, dengan cepat Peter berlari ke arah mereka. Membantu kakaknya berdiri.

"Sialan!" desis gadis itu.

Giginya bergemeletuk, dengan kilatan mata merah Amelyce berdiri dan mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah pria bermasker itu. 

"Oh fuck!" bentaknya. "Apa yang kau inginkan, hah!"

Amelyce dapat merasakan hawa mengerikan menguar di sekitarnya, atmosfir seolah memanas. Saat pria asing itu membuka masker, mata Amelyce melotot tak percaya. Lambungnya bergejolak. Dada Amelyce terasa sesak, pasokan udara seolah menyempit. 

Berbeda dengan mahasiswi yang lain, sepertinya mereka terperangah oleh pesonanya barusan.

"Kau!" sentak Amelyce. Dia bahkan mengerjapkan mata berulang kali, menyangkal bahwa ini tidak nyata.

"Emm....," gumamnya lalu pria itu tersenyum miring.

Tak cukup membuat Amelyce terkejut, tanpa dia duga pria asing itu menarik lengannya, menyeret jauh dari kerumunan. Entah dia ingin membawa Amelyce kemana, beberapa kali gadis itu nyaris terjatuh karena tak bisa menyeimbangkan langkah kakinya yang begitu cepat.

"Apa kau gila, hah! Kau ingin membawaku kemana!" bentak Amelyce sembari memukul kuat tangan pria itu agar melepaskannya.

Namun, dia seperti tak merasakan sakit sama sekali, tenaganya jauh lebih kuat. Gadis itu melihat ke belakang, di sana William tengah mengejar sambil berteriak memanggil nama Amelyce berulang kali.

"Berani sekali kau menyentuhku! Lepaskan atau—"

Kalimat Amelyce terputus. Dia terkejut saat tempat yang dipijak bukan lagi wilayah Harvard. Melainkan berada di atas gedung tertinggi, tepat di pinggirnya. Dari atas gedung Amelyce dapat mendengar banyak kendaraan berlalu lalang di bawah sana.

Bagaimana bisa secepat kilat Amelyce berada di sini. Tidak! Itu mustahil di lakukan oleh manusia.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya gadis itu serak. Dia menatap pria di hadapannya dengan wajah sendu.

Pria itu berdecih memalingkan wajah lalu membalas tatapan Amelyce dengan sorot tajam dan kelam. "Menurutmu?" jawabnya dingin.

Adrenalin gadis itu sudah mengalir deras di dalam sana, matanya sudah berair.

"Sial! Mengapa air mata ini harus terlihat. Sekali saja dia melepas pegangannya, aku akan terjatuh ke bawah sana dengan tubuh yang tak ingin kubayangkan," batin Amelyce. 

"Ku mohon, jangan bunuh aku," lirihnya. Cairan bening itu sudah menetes ke pipi Amelyce, disituasi seperti ini dia harus mengeluarkan air mata palsunya.

Tentu saja Amelyce gadis yang kuat, menangis bukanlah salah satu kebiasaannya.

Dapat Amelyce rasakan cekalannya semakin kuat. Apakah berhasil? Tapi, jauh dari lubuk hatinya yang terdalam, dia sangat takut jika pria itu memang benar ingin merenggut nyawanya sekarang.

"Sebenarnya apa maumu?" Amelyce bertanya lirih.

"Mauku, ya?" jawabnya ketus.

Sekuat tenaga Amelyce bertahan, tak ingin terlihat lemah di depannya. Dia menatap pria itu begitu dalam dan lekat. Gadis itu tersenyum miris.

"Apa kau tak memiliki hati nurani? Aku tak mengenalmu sama sekali, mengapa tiba-tiba kau ingin melakukan hal ini padaku?"

"Tanyakan itu pada dirimu sendiri, bodoh! Apa kau membuatku memiliki belas kasih! Cih, lebih baik kau mati!"

"Apa kau tahu?" Amelyce meneguk saliva kasar, dan menjawab pedih, "Tak apa jika kau ingin mendorongku. Tapi kumohon setelah ini jangan bunuh orang-orang yang kusayang."

Amelyce masih mempertahankan wajah sedih. Oh, ayolah sepertinya gadis itu memang tak waras, bagaimana bisa dia masih sempat bermain peran di penghujung nyawa.

"Tergantung."

Apa katanya, dasar pria psikopat. Sebelum itu Amelyce harus memastikan seberapa jauh tubuhnya akan terjatuh. Kepalanya melihat ke dasar bawah sana.

"Ya ampun, gedung ini ... benar-benar tinggi, mengerikan."

Amelyce menghembuskan nafas kasar. Dia sudah muak dengan semua ini. Gadis itu menunduk lalu tersenyum miring dengan rambut tergerai ke depan, ini sangat melelahkan, pikirnya. Tak lama Amelyce tertawa keras lalu mendongak cepat menatap pria itu sengit dan tajam.

"Cepat lakukan yang kau mau! Sedikit cepat lebih baik. Lambat akan menyesal," ungkapnya lelah.

Kelopak mata Amelyce sudah terpejam rapat, dia sudah siap jika akan mati mengenaskan nantinya.

Keringat dingin sudah mengucur deras. Tangan dan kaki Amelyce bergetar, dia berharap semoga pria di depannya tak menyadari. Dia meneguk air liurnya kasar.

"Oh Tuhan, mengapa lama sekali?" Amelyce mulai bermonolog.

Dia penasaran, apa yang membuatnya mengundur-ngundur waktu. Apa wajah menyedihkannya tadi membuat hati pria itu tersentuh. Lebih baik Amelyce memastikan.

Gadis itu membuka kelopak mata perlahan, dia tersentak saat tubuhnya tiba-tiba ditarik ke depan dan terjatuh di atas badan pria tadi, Amelyce menindih. Lengan kekar pria itu melingkar dipinggangnya.

Amelyce mendongak, memastikan apakah memang dia yang menariknya barusan? Apa dia berubah pikiran. Baru kali ini Amelyce dapat melihat wajahnya sedekat ini, rahang yang tegas, alis tak terlalu tebal, sungguh seperti karakter kartun yang keluar dalam wujud sempurna.

Tapi, ada satu hal yang membuat gadis itu terpaku dengan berbagai pertanyaan yang muncul di benaknya. Dileher pria itu terdapat tanda seperti lukisan berbentuk akar bercampur petir, persis seperti apa yang dia lihat waktu di atas meja kamarnya.

"Apa ini ada hubungannya," batin Amelyce mulai menduga.

Masih hanyut memandangnya, Amelyce tak sadar jika pria itu sudah membuka mata. Seketika netra mereka bertemu, bola mata peraknya begitu indah dan menakjubkan namun bersamaan itu Amelyce dapat melihat kekosongan disana layaknya tak ada kehidupan.

"Sial!"

Amelyce tersadar dari situasi itu, dia berusaha bangkit, pelukan pria itu begitu kuat. Lebih parahnya dia masih menyorot Amelyce dengan tatapan tajam seolah dirinya makanan hewan buas.

"Ck, selain lemah, rupanya kau juga gadis yang sombong," gumamnya sangat pelan. Namun, masih bisa tertangkap jelas oleh telinga Amelyce.

Gadis itu tersenyum miring. "Ya, kau benar. Lepas!" sentaknya.

"Kau berhutang nyawa padaku kali ini."

Dijarak sedekat itu, gatal sekali tangan Amelyce ingin meninju wajahnya. Sayangnya pergerakan gadis itu terkunci. Dia memang bisa membangkitkan singa tidur. Amelyce berdecak kesal, "Apa kau gila!"

"Ck, harusnya kau berterima kasih."

"Aku rasa kau tak pantas menerima ucapan itu! Sekarang lep—"

"Aakhhh...."

Belum selesai kalimat Amelyce, dia sudah mendorongnya ke samping hingga badan gadis itu terbentur ke lantai keras.

"Dasar sialan!" Amelyce mengumpat. Kedua tangannya mengepal dengan posisi duduk.

Pria itu sudah berdiri dihadapan Amelyce, helai rambutnya bertebrangan mengikuti arah angin lalu dia menunduk sedikit melihat gadis itu dengan tatapan remeh.

"Mengapa kau menundanya, hah!" teriak Ameyce kesal.

Satu alis pria itu terangkat dengan kening mengerut. Dia tertawa renyah.

"Karena aku masih membutuhkanmu," jawabnya dingin lalu menghilang begitu saja saat mata Amelyce berkedip sekali.

Sekujur tubuh gadis itu melemas. Apa dia hantu atau memiliki sihir dan semacamnya. Mengapa sosok itu selalu hilang tak kasat mata. Namun, yang paling mengusik benak Amelyce adalah kalimatnya barusan.

"Membutuhkanku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status