Share

Menyadap WA Suamiku

PART 2

Kurogohkan tangan ke dalam saku celana Mas Raka dengan jantung berdebar kencang. Terasa olehku sebuah benda berbentuk pipih yang pastinya adalah ponsel Mas Raka.

Kutarik cepat benda tersebut, kemudian menjatuhkan celana jeans Mas Raka begitu saja ke atas lantai. Kubawa benda itu duduk di tepian tempat tidur.

Aku pun mulai mencoba membuka layar ponsel dengan menggunakan password yang kuingat, yaitu tanggal lahir Kayla. Dan untung saja Mas Raka masih belum merubah passwordnya.

Setelah layar terbuka, dengan gerakan cepat tanganku bergerak menelusuri setiap aplikasi yang ada di dalam ponsel suamiku.

Mulai dari galeri W******p, Telegram, hingga beberapa aplikasi chat online yang terpasang di dalamnya.

Hampir tidak ada yang mencurigakan. Semua tampak normal-normal saja. Apakah aku yang terlalu berprasangka sehingga mencurigai Mas Raka yang tidak-tidak?

Tapi aku juga tidak mau bertindak gegabah dengan langsung percaya begitu saja hanya karena tidak menemukan hal-hal aneh dalam ponsel suamiku.

Bisa saja dia sengaja menghapus history chat ataupun merubah nama kontak seseorang yang spesial dengan nama lelaki supaya aku tidak mencurigai.

Beruntungnya, aku sedikit melek teknologi. s

Segera kuambil ponselku sendiri, kemudian aku membuka barcode W******p Mas Raka untuk menyadap aplikasi tersebut ke ponselku dengan cara yang sudah lama kuketahui dari seorang teman.

Setelahnya, aku pun meletakkan ponsel Mas Raka di atas nakas. Setidaknya aku bisa sedikit tenang, karena setelah ini aku bisa memantau apa saja aktivitas suamiku melalui sadapan W******p tadi.

Setelah kurang lebih dua puluh menit Mas Rakadi ke kamar mandi, akhirnya ia kembali ke kamar kami. Rambutnya tampak basah dengan beberapa titik air yang masih menempel di tubuhnya.

Mata suamiku Itu tampak mencari-cari sesuatu di sekitar kamar.

"Baju kotor Mas udah kamu kasih ke Mbak Ya, La?" tanyanya padaku.

"Hmm ... ya, Mas. Sudah tadi," jawabku sambil menyisir rambut di depan cermin meja rias.

"Hape Mas mana?" tanyanya.

Oh, rupanya benda itu yang dicari-carinya.

"Ada tuh, di nakas," jawabku sembari menunjuk nakas tempat tidur. Mas Raka langsung bergerak ke sana. Meraih benda tersebut.

Kulirik melalui ekor mataku, betapa Mas Raka tampak menghela napas lega setelah ia mengutak-atik ponselnya, kemudian meletakkan benda tersebut kembali di atas nakas.

"Koper Mas, biar nanti Mas aja yang bongkar, La," ucapnya tiba-tiba.

"He-em, aku juga capek banget. Tadinya mau langsung suruh Mbak Yah yang bongkar," jawabku sembari beranjak berdiri dari depan meja rias.

"Mas nggak bawain aku oleh-oleh?" pancingku kemudian.

"Eh, oleh-oleh? Hmm ... anu, maaf Sayang. Mas kemarin bener-bener padat jadwalnya di sana. Mana sempat keliling-keliling cari oleh-oleh?

Nanti aja ya, kita ke mall. Kamu boleh belanja sepuasnya di sana. Kebetulan Mas baru dapat bonus dari perusahaan." Ia beralasan.

Aku menatapnya lekat. Wajah Mas Raka terlihat menegang sambil menatapku. Sejurus kemudian, aku tiba-tiba tersenyum. Mas Raka tampak bingung.

"Nggak apa-apa kok, Mas. Ya sudah, aku mau kasih makan Kayla dulu, ya?" pamitku sebelum berjalan keluar. Tak lupa, kubawa serta ponselku.

Di luar, aku berusaha bersikap biasa di depan putriku. Kukatakan pada Mbak Yah, bahwa biar aku saja yang menyuapi Kayla.

Ragaku di sini, tetapi pikiranku kemana-mana. Berpusat pada Mas Raka serta dugaan-dugaan tentang apa yang sudah ia lakukan di luar sana. Di belakangku.

"Tring!"

Bunyi ponsel terdengar mengagetkanku. Nyaris saja aku menjatuhkan sendok yang sedang kugenggam untuk menyuapi Kayla.

"Sebentar ya, Nak," ujarku pada Kayla, kemudian memanggil Mbak Ya untuk memintanya melanjutkan pekerjaanku menyuapi Kayla.

Aku berjalan menuju halaman samping rumah. Kemudian membuka ponsel dengan tangan gemetar. Sebuah pesan masuk dalam aplikasi hijau.

Bukan milikku. Tapi milik Mas Raka yang telah tersalin dalam ponselku.

[Nakal, ih. Masa mau terus.]

Mataku nanar saat menatap layar. Membaca barisan kata dari nomor kontak bernama Arman.

Arman? Nama lelaki?

Masa lelaki mengirim pesan dengan nada seperti ini.

[Jangan telepon dulu sebelum Abang kasih kode.] Itu balasan Mas Raka.

Jantungku makin berdebar kencang.

[Takut ketahuan istri Abang, ya? Udah sih, akuin aja. Biar dia mundur dan aku jadi istri sah Abang. Hi hi hi.] Ketik kontak bernama Arman.

[Jangan ngaco, kamu. Hubungan kita tidak se-serius itu.] balas Mas Arman.

[Lalu se-serius apa dong, namanya? Dari sejak aku magang di kantor Abang, kan Abang yang duluan deketin. Pokoknya kalau aku sampai hamil, Abang harus tanggung jawab.]

Deg!

Serasa putus jantung ini kala membaca kalimat kontak bernama Arman yang kuyakini sebenarnya seorang wanita ini.

[Dah dulu, ya. Abang mau sama anak dulu. Kita lanjut besok di kantor.]

[Asik. Minta uang jajan, ya?] ketik balasan Arman.

[Kan kemarin udah.]

[Tapi kan kemarin Abang juga udah puas 'pakai' aku selama nemenin Abang dinas di Bali.]

Tak hanya jantung yang serasa mau putus. Tapi darah dalam tubuh ini pun rasanya seperti menggelegak panas. Aku nyaris meledak membaca pesan-pesan menjijikkan yang terbaca pada ponselku.

Jadi seminggu ini, Mas Raka tak sendirian pergi ke Bali, melainkan bersama seorang gundik yang menemaninya.

Aku menyandarkan punggung pada tembok rumah. Kedua kakiku terasa lemas hingga rasanya tak sanggup menopang tubuhku sendiri.

Ya Allah ... Mas Raka, tak kusangka kamu bisa berbuat segila ini di belakangku. Tunggu saja, Mas. Akan kubuat kamu membayar semuanya!

🍁🍁🍁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status