Share

Menjadi Cleaning Service

PART 7

Aku dan Mirna berdiri saling berhadapan. Dasar jalang kecil, berani-beraninya ia mencaci maki aku seperti tadi.

Bukan Nirmala namanya kalau diam saja saat dihina. Biarpun lawannya seorang bocah kegatalan seperti si Mirna ini.

"Dasar pelacur jalang! Kamu bangga, dapat bekas orang, ya? Kamu sadar nggak, kalau kamu cuma dimanfaatkan laki-laki buaya ini?  Dia tidak mungkin menikahimu, dia cuma mau menikmati tubuhmu saja.

Jangan bangga dulu kamu, apalagi buru-buru tersanjung oleh semua kalimat gombalannya dia. Hanya dibayar recehan, tapi dipakai sepuasnya."

Kuhantam harga diri bocah SMA itu. Itu juga kalau dia masih punya. Mirna melirik Mas Raka tajam. Seakan berharap sebuah penyangkalan dari laki-laki itu.

"Nirmala! Jaga bicara kamu. Kamu punya bukti apa kalau kami sudah tidur bersama? Hati-hati, ya. Aku bisa tuntut kamu atas pencemaran nama baik, lho!" Mas Raka menyela ucapanku.

"Ck ck, kamu nantangin aku buat nunjukin bukti, Mas? Sebentar," jawabku kalem.

Aku kemudian merogohkan tangan ke dalam tas jinjing yang kubawa. Mengeluarkan kembali ponsel yang tadi sempat kugunakan untuk mengambil gambar mereka.

"Ini, Mas. Baca!"

Kusodorkan layar ponsel ke arah Mas Raka. Ia hendak meraih benda tersebut, namun dengan cepat kutepis tangannya dengan kasar.

"Cukup kamu baca aja, jangan coba-coba kamu ambil handphone aku!" tukasku garang.

Mas Raka hanya bisa diam dengan bola mata yang bergerak liar membaca pesan demi pesan antara dia dengan Mirna yang dinamainya 'Arman'.

"Mau ngelak apalagi kamu sekarang? Oh iya, aku masih punya satu bukti lagi," kataku, kembali merogoh tas setelah menyimpan ponsel dalam saku celana.

Kukeluarkan sebuah bungkusan dalam kantong yang berisi celana dalam berenda warna merah di dalamnya. Terdengar hela napas terkejut dari mulut Mas Raka.

Mengesampingkan rasa jijik, kukeluarkan benda tersebut dan langsung kulemparkan tepat mengenai wajah Mas Raka. Laki-laki itu gelagapan.

"Itu kan, benda yang kamu cari-cari setelah aku berangkat bekerja? Sengaja kuambil setelah kamu menyembunyikannya dalam laci, Mas! Dasar laki-laki menjijikkan!" seruku murka.

"Apa Bapak masih akan mempertahankan seseorang dengan bad attitude seperti ini, untuk bekerja di kantor Bapak?" Aku beralih pada Pak Brahma yang menyaksikan semuanya tanpa kedip.

Bisa jadi dia shock karena disuguhi sesuatu yang tak pernah terlintas sebelumnya dalam pikiran. Lelaki itu kemudian menatapku, tapi bibirnya sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun.

Bisa jadi bingung harus mengatakan apa karena ini memang masalah rumah tangga yang berawal dari pekerjaan.

"Bu Nirmala, harap tenang dulu. Saya pribadi, jujur sangat malu dan menyayangkan kejadian ini. Tapi sayang sekali, untuk melakukan pemecatan, kami sudah telanjur teken kontrak.

Jika pihak perusahaan melanggar kebijakan yang telah disepakati, maka kami harus membayar denda yang cukup besar kepada Pak Raka Prasetya."

"Tapi Pak, sudah jelas suami saya melanggar__" Aku langsung menyambar karena tak percaya pada apa yang sedang kudengar dari mulut Pak Brahma.

"Tunggu dulu, Bu Nirmala. Tolong biarkan saya selesai bicara," potong Pak Brahma tenang, membuatku merasa malu dengan sikapku yang tak sabaran.

"Maafkan saya, Pak," ucapku pelan. Lelaki berwajah kharismatik itu tersenyum memaklumi.

"Untuk pemecatan, kami tidak bisa melakukannya begitu saja. Kecuali Pak Raka melakukan tindak pidana yang merugikan perusahaan. Seperti korupsi, misalnya." Pak Brahma melanjutkan.

Aku menahan napas dalam ketegangan. Menyiapkan diri ini dihantam rasa kecewa yang diakibatkan oleh ucapan atasan Mas Raka.

"Tapi saya kan tidak melakukan itu, jadi Pak Brahma tidak bisa dong, memenuhi tuntutan istri saya untuk memecat saya. Ingat Pak Brahma, selama ini saya berperan cukup penting untuk memajukan perusahaan."

Mas Raka yang merasa sedang di atas angin, berbicara dengan nada jumawa.

"Betul, Pak Raka. Secara langsung, Anda memang tidak merugikan perusahaan yang telah susah payah dibangun oleh saya ini.

Akan tetapi, jelas perbuatan yang Anda lakukan bersama anak magang ini telah mencoreng nama baik perusahaan.

Dan akan menjadi contoh buruk bagi karyawan lain jika saya tidak memberikan sanksi tegas pada Pak Raka."

Ucapan Pak Brahma memeberiku sedikit harapan, bahwasanya keadilan masih dapat ditegakkan untukku hari ini.

"Hu-hukuman apa, Pak?" tanya Mas Raka dengan sedikit tergagap.

"Pak Raka, atas perbuatan Bapak yang tidak terpuji, maka mulai hari ini, jabatan Bapak saya turunkan. Tidak lagi menduduki jabatan sebagai general manager, tapi Anda saya tempatkan di bagian cleaning service."

"Cleaning service?!" seru Mas Raka seperti disambar gledek.

Mampus!

Aku menoleh ke belakang, di mana Mirna juga menampakkan keterkejutan yang sama dengan Mas Raka. Wajah gadis itu tampak pias.

Entah terkejut atas keputusan Pak Brahma yang ekstreme, atau karena kecewa jabatan mentereng Mas Raka telah dicopot oleh Pak Brahma, sehingga tentu saja pendapatan Mas Raka turun drastis setelah ini.

"Kenapa harus cleaning service, Pak? Ijazah saya S2, lho. Ini sama saja pelecehan terhadap karir saya!" Mas Raka terlihat panik.

Namun hebatnya, Pak Brahma tetap terlihat santai dan tenang dalam menghadapi protes lelaki tak tahu diri itu.

"Ini adalah keputusan paling bijak yang bisa saya ambil. Jika Pak Raka keberatan, silakan saja mengajukan pengunduran diri," ujar lelaki itu kemudian.

Puas sekali rasanya aku melihat wajah shock Mas Raka saat ini. Ternyata, Pak Brahma cukup bijak dalam memandang kasus rumah tanggaku bersama Mas Raka.

Ia tidak serta merta menyalahkan Mas Raka atas perbuatannya, tapi memberikan hukuman setimpal untuk menekan mental laki-laki itu.

Mas Raka yang punya ego dan gengsi tinggi, sudah pasti menolak jika ditempatkan di bagian cleaning service. Apa kata dunia? Jadi, Pak Brahma bisa mengeluarkan Mas Raka dari perusahaan tanpa perlu membayar uang kompensasi.

Cukup cerdas.

Kembali aku menoleh pada Mirna yang tampaknya sudah mati beku di belakang.

"Hei kamu, berikutnya giliran kamu. Bersiaplah," ujarku pada gadis itu, sembari menyunggingkan senyum termanis penuh sarkas padanya.

Diskusi pun berakhir. Permohonan Mas Raka yang mengiba, sama sekali tak membuat Pak Brahma merubah keputusannya.

Bahkan ketika Mas Raka menyembah di depanku untuk dimaafkan supaya Pak Brahma menarik lagi ucapannya pun sama sekali tak berguna.

"Tak ada gunanya kamu meminta maaf, Mas. Malam ini juga, kamu angkat kaki dari rumah. Dan jangan pernah berharap kamu bisa menemui Kayla.

Aku nggak sudi anakku mendapat contoh buruk dari tingkah liarmu bersama pelacur itu! Perceraian kita segera aku urus.

Dan kamu, Mirna. Mulai detik ini laki-laki ini resmi menjadi milik kamu sepenuhnya. Kuserahkan laki-laki rongsokan ini buat kamu dengan ikhlas. Nikmatilah kehancuran kalian.

Untuk Pak Brahma, saya ucapkan terima kasih banyak atas keputusan Bapak yang adil. Memang sudah seharusnya Bapak membersihkan perusahaan Bapak dari orang-orang seperti mereka."

Pak Brahma mengangguk pelan. Senyum tipis terkembang di bibir lelaki itu. Setelahnya, aku pun pamit dari ruangan tersebut.

Saat melintasi Mirna, sengaja kusenggol pundak gadis itu hingga ia oleng ke samping.

"Dasar setan tua! Semoga kau dan anakmu mati saja!" desisnya yang membuat darahku langsung tersirap ke kepala seketika.

Berani-beraninya ia menyebut nama Kayla-ku dengan mulutnya yang kotor itu. Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung berbalik dan menjambak rambutnya sekuat tenaga.

🍁🍁🍁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status