Share

Bab 4

Binar sebenarnya berbohong saat mengatakan pada Dhimas hanya akan pergi sebentar untuk interview pekerjaan. Tempat yang ditujunya membutuhkan paling tidak satu setengah jam perjalanan jika dia menggunakan transportasi umum seperti bus. Jika dengan kereta api, akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Itu sebabnya Binar memutuskan memesan taksi. Selain karena belum begitu paham lokasi kantor perusahaan tersebut, Binar juga tak ingin telat tiba di sana. Apalagi email menyebutkan bahwa dirinya harus sudah tiba minimal 30 menit sebelum interview dimulai.

Sebenarnya Binar merasa sayang harus mengeluarkan biaya cukup mahal untuk menyewa taksi dengan jarak sejauh itu. Tapi Binar benar-benar tak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa diterima di perusahaan yang satu itu.

Vibes Property merupakan salah satu dari anak perusahaan Three Vibes Holdings yang mencuat pesat dalam waktu kurang dari 10 tahun sejak dipegang oleh pewaris tunggal dari keluarga Adhitama.

Dari jaman kakek buyutnya–sang perintis–perusahaan itu memang selalu menjadi primadona bagi para pencari kerja. Selain gaji yang tinggi, fasilitas serta tunjangan yang diberikan pada para pekerjanya juga bukan kaleng-kaleng. Itulah kenapa Binar tak ingin gagal mendapatkan pekerjaan yang dilamarnya kali ini. Dia yakin masalah finansial yang sedang membelit rumah tangganya pasti akan segera selesai jika bisa diterima di perusahaan bonafit itu.

*****

Satu jam perjalanan, taksi akhirnya berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit di pusat kota. Usai membayar ongkos, Binar pun segera mengambil langkah tergesa menuju lobby.

Langkah Binar terhenti tepat di depan pintu lobby. Nyalinya tiba-tiba ciut saat melihat dari dekat gedung dan segala yang ada di dalamnya dari balik dinding kaca. Lalu lalang pekerja dengan pakaian formal dan rapi dan langkah-langkah kaki mereka yang tak terlihat santai, mendadak membuatnya tak percaya diri. Apalagi banyak dari para karyawan itu yang penampilannya terlihat sangat berkelas. Hampir-hampir dia mengurungkan niat untuk masuk ke dalam, jika saja tak ingat niat awalnya pergi ke tempat itu.

Setelah menarik nafas panjang, Binar memantapkan hati untuk melangkah masuk. Seorang resepsionis cantik menyambutnya dengan ramah saat wanita itu memberitahu bahwa dirinya telah menerima email untuk wawancara kerja di perusahaan tersebut. Tak berapa lama kemudian, si resepsionis bersetelan blazer dan rok span mini itu pun memanggil seorang petugas keamanan untuk menunjukkan jalan pada Binar menuju ruang interview.

"Silahkan naik ke lantai 5, nanti Mbak belok ke kanan lurus saja. Ruangannya ada di ujung," jelas si petugas keamanan setelah pintu lift di depan Binar terbuka.

Wanita itu mengangguk sambil berucap terima kasih. Dalam hati, Binar merasa senang dengan profesionalitas para karyawan di kantor itu. Setidaknya, tak ada bayangan buruk atas pekerjaan impiannya nanti.

Tiba di tempat yang dimaksud, Binar disambut dengan pemandangan beberapa perempuan muda yang sedang duduk berjajar di kursi tunggu depan ruangan bertuliskan 'General Room'. Melihat penampilan para pesaingnya, rasa tak percaya diri kembali menyergap Binar. Wajah-wajah fresh dan glowing, postur tubuh ramping tinggi semampai, pakaian-pakaian kerja bagus yang mereka kenakan sepertinya lebih pantas diterima di perusahaan itu dibanding dirinya.

Binar sendiri bahkan sudah lupa kapan terakhir kali meluangkan waktu untuk merawat diri. Sejak menikah, dunianya hanya sebatas anak dan suaminya. Lowongan di perusahaan Vibes itu pun tak sengaja dibacanya di internet saat dirinya bertekad untuk mencari pekerjaan setelah beberapa tahun resign dari pekerjaannya di sebuah perusahaan retail besar sebagai staf accounting.

"Sudah mulai, Kak?" tanyanya basa-basi pada seorang wanita berkulit putih, berpostur tinggi langsing dengan kaki jenjang di sebelah tempat duduknya.

"Belum," jawab singkat wanita yang ditaksirnya masih berusia sekitar dua puluh tahunan itu. Binar pun kembali menekuri pangkuan, lalu melirik arloji di tangannya sebentar. Dia pikir masih ada cukup waktu untuk merapikan sedikit dandanannya.

Binar bangkit, lalu berjalan ke arah penunjuk toilet. Sembari melangkah, dua tangannya terlihat sibuk memasukkan ponsel ke dalam tas kerjanya. Akibat dua aktivitas bersamaan itu, Binar menjadi tak fokus dan menyebabkan langkahnya mulai tak beraturan.

BRAKK!

Binar jatuh terduduk di lantai. Rupanya dia baru saja menabrak seseorang yang muncul tiba-tiba dengan cepat dari ujung koridor. Saat tersadar, seorang petugas keamanan sedang membantunya untuk berdiri.

"Anda tidak apa-apa, Mbak?" tanya lelaki berbadan tegap itu. Binar menggeleng dan menyempatkan diri untuk menoleh ke arah belakang dimana seseorang dengan begitu cuek meninggalkan dirinya yang jatuh setelah tertabrak olehnya. Binar sempat tak percaya dengan penglihatannya saat pria dengan setelan jas warna abu gelap itu ternyata juga sedang menoleh ke arahnya sambil berbicara dengan seseorang di ponselnya. Seperti Binar, pria itu pun juga terlihat tak berkedip untuk beberapa saat lamanya.

"A-bii!" pekik Binar pelan.

Dia yakin bibir pria yang berdiri jarak beberapa meter darinya itu juga sedang mengucapkan namanya. Tapi tak seperti suaranya yang keras, suara pria itu sama sekali tak terdengar. Hanya terlihat bibirnya yang bergerak menyebut nama ‘Binar’.

Namun kejadian itu tak berlangsung lama, karena kemudian pria itu berbalik badan dan melangkah dengan tergesa sambil melanjutkan obrolannya di telepon, meninggalkan Binar yang masih terpaku di tempatnya semula. Hingga kemudian, dia tersadar saat sang petugas keamanan mengulurkan map resumenya yang ikut terjatuh di lantai bersamanya.

"Te-rima ka-sih, Pak," ucapnya.

Wanita itu kemudian bermaksud menoleh kembali ke arah pria yang dia yakin sangat dikenalnya itu. Namun rupanya, si pria itu sudah tidak ada lagi di sana. Dia telah meninggalkan tempat itu, disusul oleh petugas keamanan yang tadi sempat menolongnya.

Abidzar? Benarkah pria tadi Abidzar?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status