Share

Bab 5 Atur Jadwal Pemeriksaan Untukku

Selebriti itu langsung mundur karena ketakutan. "Pak Brian, jangan marah. Aku keluar sekarang."

Setelah selebriti itu keluar, para wanita lain di dalam ruangan juga keluar satu per satu, tinggal sekumpulan pria.

Simon agak menyesal dengan candaan malam ini.

Sebenarnya dulu dia juga pernah bercanda seperti ini.

Hanya saja dulu Nova sangat penurut. Jangankan meninggalkan Brian, dia bahkan tidak memiliki pikiran seperti ini.

Akan tetapi, hari ini ....

"Kak, bagaimana kalau panggil Bu Nova kembali? Bilang saja, hanya bercanda! Bu Nova bekerja dengan baik di perusahaan kita, nggak mungkin benar-benar mau resign. Mungkin karena hari ini terlalu lelah, sehingga agak emosi."

Brian menyunggingkan senyuman dingin.

"Aku nggak kekurangan manajer seperti ini. Kalau Pak Stephen mau, bawa pergi saja."

Stephen terkekeh, lalu tiba-tiba tidak berani menjawab tuturan Brian.

Jika sekarang dia masih belum menyadari hubungan antara Brian dan Nova, dia adalah orang bodoh.

"Hanya bercanda, siapa yang berani merebut karyawan Pak Brian?"

Kata-kata ini sama sekali tidak berhasil menghibur Brian, malah membuat wajahnya semakin muram.

Ya, memang tiada yang berani merebut karyawan Brian.

Akan tetapi, ada seseorang yang sudah tidak berniat tinggal di sini lagi.

...

Nova keluar dari klub, lalu menaiki taksi ke rumah orang tuanya.

Sejak ibunya masuk rumah sakit pada 3 tahun yang lalu, Nova sudah jarang pulang ke sini.

Ayah angkatnya, Gary Jacklin bersifat pemarah, sering mabuk-mabukan, lalu memarahi dan memukuli mereka berdua.

Nova tidak hanya sekali menasihati ibunya untuk bercerai dengannya.

Namun, ibunya tak kunjung tega.

Sampai 3 tahun yang lalu, saat ibunya pergi menjemput ayah angkatnya dan bertengkar dengan ayah angkatnya di tengah jalan dan didorong oleh ayah angkatnya karena marah.

Sejak saat itu, Gary semakin merajalela dan sering tidak pulang rumah berturut-turut. Meskipun pulang juga dalam kondisi mabuk.

Nova pikir malam ini Gary juga tidak akan pulang rumah.

Tidak sangka, dia tidak hanya berada di rumah, bahkan membawa wanita pulang.

Saat berdiri di depan pintu, dia mendengar suara ayah angkatnya dan wanita lain di dalamnya.

Tangan Nova yang memegang kunci sangat tegang.

Tiba-tiba, dia merasa mual.

Dia berusaha menahan muntah dan berbalik ke lantai bawah.

Tiba di lantai bawah, barulah terasa agak reda.

Dia keluar dari perumahan dengan tergesa-gesa, lalu menginap di hotel terdekat.

Setelah mandi, Nabila mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada sahabatnya.

"Besok kerja nggak? Bantu aku atur waktu untuk pemeriksaan."

Nabila Hutangi membalas dengan segera.

"Kamu kurang sehat?"

Nova ragu-ragu sejenak.

"Sepertinya aku hamil."

Nabila langsung meneleponnya.

"Waduh, duh! Nova! Kenapa denganmu? Sudah pacaran?"

Nova terdiam sambil mendongak beberapa saat ke plafon. "Nggak."

Nabila menegurnya, "Nggak? Kalau begitu, kenapa kamu bisa hamil? Jangan kamu bilang hamil karena bermain-main di luar, hiks, hiks, hiks .... Nova, kamu sudah berubah, kamu bukan gadis baik yang aku kenal lagi."

Nova tertawa dengan tidak berdaya. "Sudahlah, jangan norak. Serius, bantu atur jadwal pemeriksaan untukku."

Nabila berkata, "Nggak, apa sebenarnya yang terjadi padamu?"

Nova berpikir sejenak. "Bisa dikatakan teman ranjang dalam jangka panjang."

"Kalau begitu, apa dia tahu?"

"Aku nggak berencana kasih tahu dia."

"Nova, kamu jangan bodoh dan memikul semuanya sendirian. Hamil ada hal besar, kalau pria itu sudah menghamilimu, dia mesti bertanggung jawab!"

Nova terdiam sejenak. "Aku sudah berencana berpisah dengannya."

Nabila memendam amarah di dada beberapa lama, akhirnya tidak sabar memarahinya.

"Dasar bajingan, aku mengutuk dia nggak punya keturunan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status