Nazar Poligami

Nazar Poligami

By:  Annisa DM   Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating
21Chapters
128views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Seorang suami kaya bernama Pak Burhan yang memiliki nazar untuk poligami, jika sukses. Benar saja di puncak kejayaan,ia memberitahu istrinya bahwa ia akan poligami. Tak tanggung-tanggung ia menikah keesokan harinya. Pak Burhan dan Bu Fatimah memiliki dua orang anak bernama Farid dan Fitri. Fitri yang bertekad membuat Pak Farid dan Bu Melvi menderita, sukses menghancurkan pesta pernikahan mereka. Para tamu di pesta itu kabur dan membuat rugi mempelai pengantin. Apalagi yang akan terjadi selanjutnya? Yuk, ikuti ....

View More
Nazar Poligami Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Annisa DM
bukunya bagus
2024-03-23 10:32:04
0
21 Chapters
Nazar Pak Burhan
"Bu, Ayah sebenarnya punya nazar yang ingin ditunaikan," ucap Pak Burhan di pagi hari yang cerah.Ia sedang duduk santai di meja makan sembari menunggu teh. Istrinya sedang sibuk membuat teh manis kesukaannya. "Wah, nadzar apa, Yah? Kalau untuk kebaikan, nazar yang mendekatkan diri pada Allah tentu Ibu setuju." Bu Fatimah tersenyum. Tangannya mengaduk teh manis untuk sang suami. Rutinitas pagi yang selalu dilakukannya untuk lelaki yang sudah berusia kepala lima itu. Ia selalu mendukung segala hal baik yang dilakukan suaminya. Terlebih hal itu semakin mendekatkan suaminya pada Sang Pencipta. "Tentu, ini adalah sebuah kebaikan yang harus disegerakan. Ayah ingin membantu seseorang." Pak Burhan berkata dengan sumringah. "Memang Ayah nazar apa?" tanya Bu Fatimah sembari meletakan cangkir teh pada piring kecil untuk diserahkan pada suaminya. "Nazar jika Ayah sukses dan mapan akan berpoligami seperti sunnah Rasulullah. Gimana ? Baik kan?!" Pak Burhan berkata dengan begitu entengnya. P
Read more
Kabur dari Rumah
Melihat itu, Farid langsung menahan tangan ayahnya. Bagaimanapun ia tak ingin wanita di rumah itu disakiti. "Dasar anak durhaka!" pekik Pak Farid sembari berontak dari cengkraman tangan anak pertamanya. "Astaghfirullah, Yah, istighfar! Fitri anak kita." Bu Fatimah berusaha mengingatkan suaminya yang hampir kalap dan menampar anak perempuannya. Bahkan sampai mengatakan Fitri anak durhaka."Anak kamu ini, disekolahin tinggi-tinggi malah kurang ajar sama orang tua!" Pak Burhan menatap Fitri nyalang. Fitri sekarang sedang menempuh kuliah, baru semester dua. Perjalanan hidupnya masih sangat panjang. Tapi, sudah dirumitkan dengan masalah seperti ini. "Sudahlah, bagaimanapun tanggapan kalian! Ayah akan tetap menikah lagi, karena itu nadzar Ayah!" Pak Burhan berdiri dengan amarah tergambar jelas di wajahnya. "Nadzar apa nafsu?!" ejek Fitri yang masih tak mau kalah.Pak Burhan melotot, anak bungsunya ini sangat kurang ajar. Padahal biasanya ia sangat manis, meski memang wataknya keras kep
Read more
Pesta yang Kacau
Bang Karmin kemudian lanjut menuju meja prasmanan. Ada banyak makanan yang kelihatan enak di sana. Sepertinya hasil rewang keluarga Bu Melvi atau mungkin catering. Setelah itu, barulah Fitri naik dengan drama menyedihkan. Ia sudah meneteskan obat mata ke kedua matanya. Ia sengaja menahan kedip agar nanti bisa menangis pura-pura. Melihat Fitri naik, Pak Burhan dan Bu Melvi saling lirik. Tapi, tak mungkin mereka mengusirnya tanpa alasan. "Ayah ... !" panggil Fitri setengah berteriak sembari langsung memeluk Pak Burhan. "Fitri, ngapain kamu disini?" bisik Pak Burhan sembari berusaha mengurai pelukan anaknya. "Memangnya Fitri gak boleh, ya, menghadiri pesta Ayah?" tanya Fitri dengan wajah menyedihkan dan suara keras, sontak semua tamu melirik ke pelaminan.Pak Burhan menarik nafas panjang, ia kesal bukan main. "Kamu cepat pulang saja, ngapain juga ke sini? Jangan-jangan disuruh ibumu ya?" tuduhnya tanpa pikir panjang. Orkes dangdut yang ditampilkan seakan tak menarik lagi ketika men
Read more
Pak Burhan Kelaparan
Sementara itu, Fitri dan Bang Karmin cekikikan. Mereka senang melihat para tamu berhamburan keluar pesta dengan umpatan-umpatan pedas dan wajah marah."Udah, Neng. Kita pulang ya?" tanya Bang Karmin setelah semua tamu di pesta pulang. "Iya, Bang!" jawab Fitri sumringah. Meskipun sempat sedih, tapi sekarang ia senang. Rencananya berhasil dan berjalan mulus. 'Ini baru awal, kita buat permainan selanjutnya, hingga kau menyesal menyakiti hati ibuku!' gumam Fitri dalam hati. Tekadnya sudah bulat. Jika bukan dirinya siapa lagi yang berani membalaskan sakit hati ibunya. Karma tidak harus selalu datang mandiri, bisa juga diundang. Bang Karmin kemudian melajukan motornya ke arah jalan pulang. Ia mengendarai dengan kecepatan sedang. "Bang, berhentinya di pangkalan ojek aja ya," ujar Fitri saat hampir sampai pangkalan ojek."Enggak sekalian sampai rumah aja, Neng?" tanya Bang Karmin heran."Gak usah, Bang!" cegah Fitri sedikit keras. Ia takut ketahuan ibunya kalau kabur dari rumah. Walaupu
Read more
Malam Pertama Gagal
"Ya sudah, kalau gak mau dibandingkan, ambil makanan. Cepat!" titah Pak Burhan dengan emosi. Ditambah dengan perutnya yang keroncongan. "Iya, iya!" Bu Melvi akhirnya menurut dengan berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya seperti anak kecil."Kenapa kamu? Masih pengantin baru udah cemberut aja!" Bu Tuti bertanya dengan wajah ketus."Tahu tuh, punya suami baru satu hari udah nyusahin!" ketus Bu Melvi pada ibunya. "Layani suami itu yang bener. Biar kalau dia senang, duitnya gak akan kemana," ujar Bu Tuti dengan santainya. Bu Melvi berdecih kesal dan langsung menuju ke dapur mengambil makanan. Ia menambahkan lauk sisa prasmanan yang masih menumpuk. Malas membuat lauk baru. "Melvi, itu lauk mau digimanain? Masih numpuk gitu!" tanya Bu Tuti saat anaknya hendak kembali ke kamarnya. "Bagi-bagi tetangga ajalah, Bu! Ribet banget. Biasanya kan makanan sisa prasmanan emang dibagiin." Bu Melvi kemudian masuk ke dalam kamar setelah menjawab. Sementara para saudara yang melihat kelakuan i
Read more
Pamer Suami Kaya
Matahari sudah mulai meninggi. Burung berkicau sejak pagi. Bu Melvi bangun lebih dulu dari Pak Burhan, yaitu pukul tujuh pagi."Ah, senangnya bisa bangun jam segini, biasanya sibuk bikin nasi kuning!" ujar Bu Melvi saat bangun tidur. Sebelum menikah dengan Pak Burhan dirinya memang berjualan nasi kuning. Masakannya enak dan cukup terkenal di kampung itu. Sehingga punya banyak pelanggan terutama bapak-bapak. "Mas, Mas!" Bu Melvi membangunkan Pak Burhan, tangannya mengguncang tubuh suaminya dengan kasar. "Ada apa, Dek? Masih pagi ini!" Pak Burhan masih sangat mengantuk. Efek semalam uring-uringan sebelum tidur hingga tengah malam. "Minta uang belanja dong, Mas. Aku mau ke warung cari sayuran buat makan," pinta Bu Melvi dengan suara yang dibuat-buat dan menggelayut manja di lengan suaminya.Melihat istrinya bersikap manja, Pak Burhan beranjak menuju ke belakang pintu. Ada celana panjangnya yang digantung di sana. Ia pun mengambil dompet kesayangannya yang cukup tebal. "Ini, cukup?"
Read more
Menyusun Rencana
Menjelang siang, Bu Melvi dan Pak Burhan kembali ke rumah Bu Melvi. Lokasinya tak jauh dari grosir Pak Burhan. Sehingga dulu mereka sering bertemu. Baru saja masuk ke ruang tamu, mereka menemukan sebuah kertas. Tulisannya 'Aku pulang ke rumah bapak, Bu.' "Tuh, kan. Kubilang apa, dia pasti milih balik ke rumah bapaknya," gerutu Bu Melvi. Ia heran sendiri, anak perempuan satu-satunya seperti tidak pernah betah bersamanya. Padahal mantan suaminya pun tidak kaya, tapi anak itu selalu betah di sana. "Dek, kita kan sudah berduaan nih. Gimana kalau ... belah duren," ucap Pak Burhan sembari mengedipkan sebelah matanya.Ia benar-benar tak sabar untuk segera melakukan itu. Lagipula apalagi tujuannya menikah kalau bukan untuk menikmati kemolekan istri barunya yang masih fresh. Bu Melvi menghembuskan napas berat. Dirinya malah malas melakukannya. Tapi, mau tak mau sebagai istri kedua ia harus bisa memuaskan Pak Burhan. "Masih sing loh, Mas. Lihat tuh, matahari masih di atas." Tunjuk Bu Melv
Read more
Kenangan Pahit
Setelah seminggu di rumah Bu Melvi, Pak Burhan pulang ke rumah Bu Fatimah. Sepanjang perjalanan ia berdendang ria. "Oh, senangnya dalam hati kalau beristri dua ... nanana ...." Suara agak keras dengan senyum mengembang. Beberapa orang menatapnya sembari menggeleng. Ikut miris dengan kehidupan rumah tangganya. Padahal jika dilihat tak ada yang kurang dari Bu Fatimah. Tapi, tetap saja diduakan. Pak Burhan yang sedang bahagia tak memedulikan tatapan para warga. Saat ini terpenting ia bahagia. "Spada ... siang ... ada orang di rumah?" ujar Pak Burhan saat memasuki rumah dengan setengah berteriak."Yah, baru pulang. Kok, gak baca salam yang assalamualaikum?" sambut Bu Fatimah sambil mencium punggung tangan suaminya. Bibirnya tetap tersenyum menyambut sang suami. Meskipun sebenarnya di setiap malamnya kini ia menangis. Dirinya bukan malaikat, melainkan hanya manusia biasa yang memiliki perasaan."Iya dong. Pengantin baru. Kamu juga kan pernah dulu berduaan sama aku. Jadi, gak usah siri
Read more
Menyusun Rencana
Fitri terlonjak dan langsung duduk. Sejenak ia kepikiran dengan mimpi yang baru saja dialami. Netranya lalu melirik jam, rupanya sudah pukul lima sore dan ia belum sholat asar.Segera Fitri ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ia kembali bersandar pada Sang Kuasa. Mengadukan semua masalah yang sekarang sedang dialaminya. Selesai sholat, rasanya malas untuk keluar kamar. Apalagi jika melihat ayahnya yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari sebelumnya. Pernikahan kedua benar-benar mengubah Pak Burhan menjadi asing baginya. 'Ya Allah ... kenapa ini semua harus terjadi pada keluargaku?' Relung hatinya kembali mempertanyakan takdir yang telah terjadi. "Mau bagaimana lagi? Penghasilan toko berkurang drastis! Tahu sendiri kemarin aku pakai modal nikah juga. Lagian kamu jadi perempuan harusnya berguna sedikit! Cari duit kek!" Lirih, Fitri mendengar suara bentakan ayahnya. Kata-katanya begitu menyakitkan. Takut ibunya kenapa-napa, ia segera menuju ke dapur. Orang tuanya sedang ber
Read more
Aset Berkurang
Fitri dan Qintan membuat berbagai rencana. Dari yang serius sampai yang hanya bercanda. Sesekali mereka tertawa bersama. "Duh, makasih banyak ya, Mbak. Aku jadi terhibur nih," ujar Fitri dengan sumringah. Ia semakin merasa beruntung punya kakak ipar seperti Qintan. "Sama-sama, Fit. Tenang aja, Mbak bakal selalu dukung kamu kok!" seru Qintan dengan yakin. Setelah mengobrol kesana-kemari, malam semakin larut. Fitri dan Qintan pun sudah mengantuk. Mereka memutuskan untuk tidur malam itu. Dini hari, keduanya sudah bangun untuk salat subuh. Qintan segera membuat sarapan untuk keluarga kecilnya. "Fit, ayo sarapan dulu. Aku bangunin Mas Farid dulu, pulang subuh tadi." Qintan berlalu ke kamarnya setelah mengatakan itu. Fitri segera ke ruang makan yang ada di dapur. Ternyata kakak iparnya sudah menyediakan berbagai jenis makanan untuk sarapan. "Kak, Mbak aku pulang dulu ya. Ada jadwal kuliah soalnya," pamit Fitri seusai sarapan. "Hati-hati di jalan," pesan Qintan pada adik iparnya itu
Read more
DMCA.com Protection Status