Share

Bab 2 Nilai Jual

Suara kamera yang membidik objek terdengar mengisi ruangan. Seorang model berpose di depan kamera dengan berbagai gaya yang diarahkan oleh sang fotografer. Sorot lampu yang mengarah pada sang model menjadi elemen penting. Pencahayaan yang bagus akan membuat hasil foto yang sempurna.

“Iya bagus-bagus, tetap tahan!” Sang fotografer mengarahkan sang model untuk tetap pada posisinya ketika menemukan angle yang pas.

Sang model wanita terus berpose di depan kamera. Seolah dirinya adalah model paling cantik yang ada. Tangannya dengan gemulai bergerak ke sana ke mari sesuai arahan fotografer. Sesekali bergerak sesuai nalurinya sebagai seorang model.

 “Coba letakkan tangan di bibir,” ucap fotografer memberikan arahan.

Dengan sensual sang model melakukan apa yang diperintahkannya. Bibirnya yang dipoles lipstik merah begitu terlihat sangat menggoda. Pas sekali ketika jari-jari indahnya itu berada di atas bibir. Kuku-kuku lentik dengan cat kuku berwarna merah pun, tampak indah sekali.

“Bagus, tahan-tahan.” Fotografer membidik foto dengan hati-hati, agar dapat menghasilkan foto yang bagus. “Oke, selesai.” Akhirnya suara sang fotografer terdengar mengakhiri sesi foto hari ini.

Sang model tersenyum manis seraya menganggukkan kepalanya sedikit. Kemudian turun dari kursi yang didudukinya sedari tadi. Sedikit bernapas lega karena akhirnya pemotretan selesai.

 

“Coba lihat hasilnya bagus sekali,” ucap make up artis yang melihat foto di layar kamera sang fotografer.

Dengan malas sang model mendekat. Melihat hasil kerjanya yang baru saja dia kerjakan. Saat melihat foto di layar kamera sang fotografer, netranya menatap jengah. Malas sekali melihat penampakan jari jemarinya saja yang ada di layar kamera.

Danica Florencia-gadis dua puluh empat tahun itu baru saja melakukan pemotretan untuk produk jam tangan salah satu online shop yang menjual beberapa aneka jam tangan. Flo-sapaan akrab gadis yang kata pemilik agensi wajahnya pas-pasan itu, hanya melakukan pemotretan untuk bagian tangan saja. Tanpa memperlihatkan wajahnya sama sekali.

Sebulan yang lalu, Flo melamar ke salah satu agensi model yang menaungi model-model kelas bawah. Agensinya biasanya bekerja sama dengan beberapa brand lokal di Indonesia untuk membuat katalog-katalog produk.

“Wajah kamu itu pas-pasan. Tidak menjual sama sekali! Tinggi badan kamu juga kurang proporsional. Jadi kamu tidak bisa menjadi model di sini.”

Kalimat itu begitu menyakitkan bagi Flo. Padahal di kampusnya, dia termasuk salah satu gadis cantik. Sayangnya, di dunia permodalan, tidak. Entah apa yang salah dengan wajahnya. Apa mungkin dulu orang tuanya saat membuat Flo tidak berdoa dulu agar anaknya menjadi cantik atau mungkin ibunya tidak berdoa saat hamil Flo. Dan lagi untuk tinggi badannya, Flo juga bingung kenapa dia tidak bisa tinggi. Padahal tiap hari sewaktu sekolah, orang tuanya memberikan susu merk jerapah. Berharap dia akan setinggi jerapah.

Terlepas mana yang menjadi penyebabnya, yang terpenting di matanya, wajahnya masih cantik. Tinggi badannya sudah cukup, karena tidak kesulitan ketika tangannya meraih handle grib di dalam bus yang ditumpanginya tanpa berjinjit. Flo selalu membesarkan hatinya ketika orang menghinanya. Siapa lagi yang mau memuji, jika bukan dirinya sendiri.

Kembali pada nasib permodalan Flo, akhirnya dia tidak diterima. Dengan segala keikhlasan yang sudah ditanamnya sebelum berangkat Flo memilih berpamitan. Sekali pun disakiti karena wajah pas-pasaannya dia tetap bersikap sopan. Menjabat tangan untuk terakhir kalinya, sebelum keluar dari ruangan audisi ala-ala.

Sepertinya, nasib baik memang sedang berpihak padanya. Mungkin Tuhan melihat kegigihannya, hingga akhirnya para model senior dan beberapa orang yang entah Flo tidak tahu jabatannya apa, melihat tangannya.

“Tangan kamu bagus.”

Kalimat itu menjadi awal mula yang akhirnya mengantarkan Flo menjadi model. Katanya, jari jemarinya bisa menjadi nilai jual dari Flo. Dia hanya tinggal berpose memperlihatkan tangannya yang mulus dengan jari jemari yang lentik.

Beberapa produk yang sering menjadi ladang kerjanya adalah perhiasan dan jam tangan. Itu pun hanya tangannya saja yang difoto. Wajahnya tidak sama sekali difoto. Jadi, jika ditanya pekerjaan Flo apa? Sulit untuk Flo menjawab jika dia seorang model. Karena orang tidak akan percaya. Bagaimana bisa percaya jika wajahnya tidak pernah terpampang di katalog mana pun.

Satu lagi yang hampir saja dilupakan. Kata beberapa orang di agensi model tempatnya bernaung, bibir Flo sangat cantik. Saat dipoles dengan lipstik begitu tampak menggoda. Hingga akhirnya, belakangan ini, dia menjadi model untuk katalog lipstik. Ingat, hanya bibirnya saja yang difoto.

Tidak ada yang menarik dari hasil foto yang baru saja dilakukan, membuat Flo akhirnya memilih meninggalkan tempat pemotretan. Meraih tasnya dan berjalan keluar.

 

“Flo, jangan lupa lusa pemotretan lagi,” teriak salah satu orang dari agensinya.

 

“Iya,” jawab Flo seraya mengayunkan langkahnya terus keluar.

Di luar ruangan Flo sudah disambut dengan terik matahari yang menyengat. Sejenak Flo membayangkan jika bekerja di dalam ruangan itu lebih nikmat, karena ada pendingin ruangan yang akan membuat kita seraya dalam alam mimpi. Namun, saat keluar ruangan, Flo tersadar dari mimpinya. Hidup memang keras. Apalagi di kota besar. Belum lagi ke mana-mana harus menaiki kendaraan umum. Gajinya dari pemotretan tidaklah banyak, jadi dia harus banyak-banyak berhemat.

Flo menuju ke halte bus. Kali ini, dia ingin segera pulang karena sudah tidak ada kegiatan lagi hari ini. Paling tidak, dia bisa mengistirahatkan tubuhnya sejenak, sebelum esok mulai beraktivitas lagi.

Di kos-kosan ukuran tiga kali empat meter dengan kamar mandi di dalam menjadi tempat Flo bernaung. Sudah sebulan lebih dia tinggal di tempat kosnya. Kos yang terdapat di gang sempit didapatnya dari seorang teman yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta. Yang akhirnya menjadi tempat tinggalnya kini.

Flo merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang berukuran single bad. Netranya memandangi langit-langit kamar. “Jika seperti ini bagaimana aku bisa masuk ke K Management,” gumamnya disertai embusan napas berat.

Flo memejamkan netranya. Mengingat bagaimana bisa dia sampai di tempat ini dan menjalani semua kehidupan yang berat ini.

Air mata tak berhenti mengalir di pipi mulus Flo yang baru saja ditinggal pergi selama-lamanya oleh sang kakak. Memeluk makam yang dipenuhi bunga mawar, isak tangisnya terdengar begitu menyayat hati.

Beberapa tetangga berusaha untuk memintanya berhenti menangis. Mengatakan jika tidak baik menangis di makam. Menghambat jalan menuju ke nirwana. Namun, gadis itu tampak tak memedulikan sama sekali. Rasa kehilangannya membuatnya terus menangis.

Bagaimana tidak menangis jika kakak satu-satunya yang dia miliki meninggalkannya sendirian. Kini tidak ada lagi tempatnya bersandar lagi. Karena hidupnya tinggal sebatang kara.

Makam yang mulai sepi ditinggal pelayat. Tinggallah Flo sendirian. Masih memeluk erat makam, seolah dia memeluk pemilik makam itu.

“Aku ingin ikut denganmu saja, Kak,” ucap Flo yang masih terus menangis. Wajahnya yang basah membuat beberapa bunga mawar yang menempel di wajahnya, sedikit menutupi wajah cantiknya.

“Sudahlah, Flo,” ucap seorang teman menenangkan Flo. “Ayo, pulang!”

Rasanya Flo masih belum bisa meninggalkan kakaknya, tetapi tidak mungkin dia berada di makam, mengingat malam sudah mulai menyapa. Dengan berat hati, akhirnya Flo memutuskan untuk pulang.

Di rumah peninggalan orang tuanya, Flo meratapi kesedihannya. Beruntung tetangga sekaligus temannya mau menemaninya. Karena kini rumahnya sepi. Setahun ini, sang kakaklah yang menempati rumah peninggalan orang tuanya. Kakaknya yang dulu bekerja di K Management memutuskan untuk meninggalkan pekerjaanya dan kembali ke kampung halamannya-di Solo.

Flo yang memang kuliah di salah satu universitas di Malang, tidak tinggal dengan kakaknya. Jadi selama setahun ini dia tidak tahu keadaan sang kakak. Selama ini, dia melihat kakaknya baik-baik saja, saat melakukan sambungan video. Kakaknya tampak semringah dan bahagia. Menceritakan jika dia senang sekali di rumah.

Namun, siapa sangka jika ternyata kakaknya menyimpan luka yang Flo tidak tahu. Hingga akhirnya sang kakak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan meminum obat tidur.

“Selama ini Kak Devika tidak pernah keluar rumah. Dia selalu di dalam rumah. Hanya keluar saat mencari makan saja.”

Cerita dari temannya itu membuat Flo yakin jika terjadi sesuatu dengan kakaknya. Sang kakak hanya meninggalkan sepucuk surat yang tertulis jika dia sangat merindukan Flo. Meminta maaf karena telah memilih jalan berdosa yaitu bunuh diri. Dalam surat tidak dijelaskan kenapa semua terjadi. Membuat Flo bertanya-tanya apa yang terjadi dengan kakaknya.

Flo membuka matanya. Ingatan tentang kematian sang kakak memang menyisakan luka. Namun, tekadnya hanya satu, mencari tahu bagaimana kakaknya bisa depresi sampai setahun lebih jarang keluar rumah.

Tempat yang menjadi tujuannya adalah K Management. Salah satu agensi model terkenal di Indonesia. K Management sudah menghasilkan beberapa model top yang sudah go internasional, hingga sangat sulit untuk Flo masuk ke sana. Oleh karena itu, Flo sengaja menapaki tangga kesuksesannya dengan melamar menjadi model di sebuah agensi model biasa. Berharap kelak bisa sampai di K Management. Untuk mencari tahu apa yang menyebabkan kakaknya depresi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status