“Apa yang harus aku katakan nanti?” tanya Flo di dalam perjalanan.Kafa melirik sebentar Flo. Membagi konsentrasinya pada jalanan. “Tidak perlu bicara apa-apa.”“Jadi kamu minta aku diam saja begitu?” tanya Flo memastikan. Netranya masih tak beralih pada Kafa yang masih asyik dengan kemudinya.Iya.” Kali ini Kafa tidak menoleh atau melirik. Pandangannya lurus ke depan. Fokus pada jalanan di hadapannya. Dia ingin segera sampai di Kafa Management. Gala sudah mengirim pesan, jika wartawan sudah datang ke kantornya.“Aku jadi patung di sana?” tanya Flo kembali.“Tidak juga.”“Lalu?” tanya Flo dengan mengerutkan dahinya.“Kalau patung itu tidak bergerak sama sekali, sedangkan kamu hanya tidak bicara sama sekali.”Jawaban Kafa benar-benar membuat Flo kesal. Merasa sama aja keberadaannya. Karena intinya, dia akan menjadi pajangan saja saat konferensi pers. Namun, kalau pun ditanya wartawan, dia tidak tahu harus menjawa
Flo yang kesal, menatap malas pada Kafa. Dia tidak akan bisa membayangkan menikah dengan supermodel aneh seperti Kafa. Sudah dipastikan, mereka akan bertengkar terus. Namun, kini dia tidak dia harus bertahan. Karena hanya dengan cara itulah dia akan bisa masuk ke Kafa Management.Masuk ke ruangan, Flo langsung duduk di sofa empuk berbahan kulit di ruangan Kafa. Ada Gala yang duduk di depannya berhadapan dengannya. Pria itu tampak dingin sekali. Dibanding dengan Kafa, mungkin dia lebih banyak diam.Kafa mengambil sesuatu di mejanya dan kembali dengan sebuah berkas di tangannya. “Ini,” ucap Kafa seraya meletakkan berkas di atas meja tepat di depan Flo.Dahi Flo berkerut diiringi dengan matanya yang menyipit ketika melihat berkas yang diberikan oleh Kafa. “Apa ini?”“Surat perjanjian pernikahan.” Kafa mendudukkan tubuhnya di sebelah Gala. Sambil menatap Flo yang berada di depannyaFlo terkejut. Netranya langsung membulat ketika mendengar apa
Pagi-pagi sekali Kafa bangun. Sang mama yang menghubunginya, membuat tidur nyenyaknya terganggu. Kirei meminta Kafa untuk menjemput Flo karena hari ini mereka akan memesan gaun pengantin.Tadinya, Kafa ingin meminta Flo langsung ke butik saja. Sayang, dia tidak memiliki nomor telepon Flo untuk meminta gadis itu datang ke kantornya. Kafa merutuki dirinya yang tidak meminta nomor telepon Flo. Padahal jelas nomor telepon itu penting.Sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Gala, Kafa menuju ke tempat tinggal Flo. Alamat merujuk ke arah perkampungan di daerah selatan ibu kota. Jalan begitu sempit membuat Kafa harus berhati-hati melajukan mobilnya. Saat berpapasan dengan mobil lain, dia harus melipat spion mobilnya agar mobil bisa lewat. Sungguh Kafa benar-benar kesal karena harus bersusah payah menjemput Flo.“Gang melati,” ucapnya seraya mengedarkan pandangan melihat kanan dan kiri. Mencari gang yang berada di alamat yang diberikan Gala. Alangkah terkejutnya ketika mengetahui gang itu t
Hari ini akan menjadi hari panjang. Setelah dari butik-memesan gaun, kini mereka melanjutkan untuk memesan jas yang akan dipakai oleh Kafa. Butik langganan Kafa tidak terlalu jauh dari butik gaun Flo.Sayangnya, mamanya kali ini tidak bisa menemani, mengingat dia harus menyiapkan banyak hal lain. Kafa pun tidak bisa melarang, mengingat jika memang persiapan pernikahan sangat dibutuhkan.Kafa dan Flo menuju ke butik langganan Kafa. Di sepanjang perjalanan, mereka memilih untuk diam saja. Tak ada yang membuka mulut, membuka obrolan.“Sepertinya foto yang beredar itu bukan tubuhmu.” Akhirnya, setelah keheningan hadir di antara mereka berdua, suara Kafa terdengar juga, memulai obrolan.“Tentu saja, kamu pikir aku benar-benar berpose vulgar seperti itu?” Flo melirik tajam pada Kafa. Sebenarnya, dia malu jika harus mengingat foto itu. Karena foto itu sepertinya sangat sempurna, membuatnya terlihat nyata.“Tapi, bagaimana bisa kamu tahu?” tanya Flo yang penasaran.“Dari bentuk bahu dan pingg
Tempat tidur begitu nyaman. Kasur yang empuk membuat Flo begitu menikmati tidurnya. Baru kali ini Flo menikmati tidur enaknya. Namun, tidurnya harus terusik dengan suara ponsel yang terus berdering. Membuatnya, akhirnya membuka matanya perlahan. Melihat layar ponselnya, dia mendapati nama Kafa di layar depan. Kemarin, pria itu memang sudah meminta nomor ponselnya. Jadi jelas saja, dia bisa menghubunginya.“Halo,” ucapnya dengan malas. Flo masih terlalu mengantuk untuk menjawab.“Bangun dan buka pintunya!” Kafa memerintah sudah seperti raja yang memberikan titah. Benar-benar tak terbantahkan.“Iya.” Flo masih mengantuk. Meletakkan kembali ponselnya, dia kembali tidur. Mengabaikan orang yang berada di luar sana. Namun, saat mata kembali terpejam. Suara ponsel kembali terdengar. Flo yang kesal karena suara ponsel, langsung mengambilnya. “Apa?” tanyanya polos.“Apa kamu tidak dengar aku memintamu untuk membuka pintu?” Suara Kafa terdengar begitu kencang. Membuat Flo terkejut dan bangun. B
Penata rias mulai memoles wajah Flo. Sapuan make up pada Flo, membuatnya tampil berbeda. Flo memang sering menjalani pemotretan untuk katalog lipstik, tetapi make up yang dipakainya hanya sekadarnya. Karena memang hanya bibirnya yang difoto. Namun, kini semua bagian wajahnya dirias. Benar-benar full make up dan membuat tampilannya menjadi semakin cantik.Rambut pendek Flo, dirapikan. Dibuat sanggul ke atas. Penata rambut benar-benar hebat. Rambut Flo yang pendek bisa dibentuk.Flo menatap wajahnya dari pantulan cerminan. Kali ini ada perasaan senang bercampur sedih. Senang karena melihat wajahnya yang cantik dengan Sapuan make up, sedih karena kebahagiaan itu hanya miliknya sendiri. Tak ada saudara yang merasakan bahagia.Kerinduan seketika menghampiri perasaan Flo. Rindu pada orang tuanya dan terutama rindu pada kakaknya“Mungkin jika mereka masih ada, pasti mereka akan merasakan bahagia.” Flo mengembuskan napasnya. Berusaha untuk menahan rasa sakitnya ketika mengingat orang tua dan
Tamu undangan satu persatu mulai meninggalkan acara pesta. Kafa dan Flo mulai bernapas lega karena akhirnya penderitaan mereka berakhir juga. Turun dari pelaminan, Kafa menemui kedua orang tuanya.“Istirahatlah kalian,” ucap Kirei pada anak dan menantunya. “Jangan lupa, segera berikan mama cucu,” imbuh Kirei.“Ma ….” Kafa malas sekali dengan pembahasan sang mama.Pipi Flo langsung menghangat. Merasa begitu malu membahas tentang hal itu. Dia merasa jika itu tidak akan pernah terjadi. Karena dia ingin bercerai dalam keadaan suci.“Sudah, jangan menggoda mereka.” Syailendra pun menghentikan aksi istrinya. “Kalian cepat ke kamar dan beristirahat.”“Iya, Pa.” Kafa pun menatap Flo. Memberikan isyarat agar berjalan menuju ke kamarnya. Mereka berdua berpamitan dan berlalu ke kamar hotel yang sudah disiapkan untuk mereka.Perasaan Flo begitu berdebar ketika menuju ke kamar. Pikirannya melayang membayangkan apa yang akan terjadi di dalam kamar. Sadar betul jika hanya akan ada mereka berdua di k
Flo memiringkan tubuhnya. Kakinya memeluk sesuatu yang dipikirnya adalah guling. Untuk sesaat Flo mengingat jika di hotel tidak ada yang menyediakan guling. Lagi pula sesuatu yang dipeluknya itu terasa keras.Jika tidak ada guling, lalu apa yang aku peluk di kakiku.Flo membuka matanya perlahan. Selimut yang menutupi tubuhnya, membuatnya tidak dapat melihat apa yang dipeluk di kakinya. Untuk tahu apa itu, dia pun membuka selimut dengan perlahan. Alangkah terkejutnya ketika mendapati kaki di sana.“Ach ….” Flo langsung berteriak dan bangkit dari sofa seraya menarik selimutnya.“Ada apa?” Kafa yang mendengar suara ikut bangun. Kesadarannya belum pulih sama sekali. Membuatnya menatap bingung ke segala arah.“Kenapa kamu tidur di sini?” tanya Flo kesal.“Oh itu.” Kafa yang menyadari jika yang membuat Flo berteriak, memilih kembali tidur.“Kenapa tidak menjawab dan malah tidur?” Melihat Kafa yang mengabaikannya, membuat darah Flo mendidih. Kesal sekali rasanya diabaikan padahal dia benar-b