Share

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Pada saat semua karyawan di sibukkan dengan penyambutan kedatangan presiden direktur, Adisty mendapatkan telepon dari pria idamannya. Namanya Jonathan. 

"Hallo, Adisty apa kabar?" kata Jonathan di telepon.

Adisty senang dalam kesibukannya yang super padat mendapatkan telepon dari pria idamannya. Wajahnya langsung cerah ceria bagaikan matahari terbit di pagi hari.

"Eh, kak Jonathan!" jawab Adisty.

"Bisa makan siang sekarang? Ada yang ingin aku katakan," ucap Jonathan.

Adisty tidak percaya jika Jonathan pria yang di idam-idamkannya selama ini menelponnya tiba-tiba.

"Okey, bisa kak. Kirimkan alamatnya sekarang," jawab Adisty.

Setelah menerima pesan telepon dari Jonathan. Adisty menengok kesana- kemari melihat suasana kantor yang sangat sibuk karena mengerjakan laporan akhir tahun membuat wajah mereka tampak tegang. Saat di rasa cukup aman Adisty keluar dari ruangannya. Tapi tiba-tiba atasan managernya menarik tasnya dari belakang.

"Adisty! Mau kemana?!" setengah berteriak.

"Kamu tahu kan, hari ini semua teman-temanmu sibuk mengerjakan laporan akhir tahun. Kau malah enak-enakan mau makan siang!" sentak manager Ken.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar ada urusan penting  tidak bisa di tunda lagi," kata Adisty seraya memohon.

"Tidak bisa!Jika Bu Kepala tahu ia bisa marah. Apa lagi Pak Direktur yang datang dari luar negri sangat galak dan Bu Kepala juga sangat sensitif jika ada kesalahan dalam pekerjaan!" tolak manager Ken.

"Pak Manager, bunuh saya nanti saja kalau sudah selesai makan siang, ini urgen, Pak," kata Adisty seraya berjalan cepat meninggalkan manager Ken yang tengah marah.

"Kamu!" 

Belum sempat manager Ken menarik tangan Adisty gadis itu sudah berhasil kabur dari hadapannya.

"Awas kamu ya, kalau ketahuan Bu Kepala ... baru tahu rasa," kata Pak Manager lirih.

Di dalam lift.

"Ah, akhirnya berhasil kabur juga." Adisty bisa bernafas lega setelah berhasil lepas dari kejaran Pak Manager.

"Hari yang mendebarkan akhirnya tiba," ucap Adisty.

Adisty di ajak Jonathan untuk memilih cincin di toko perhiasan. Mereka menang sudah bersahabat lama tapi Adisty tidak pernah mengatakan jika ia suka pada kakak kelasnya. Ia memendam perasaan itu selama delapan tahun. 

"Wah, cantiknya cincinnya," puji Adisty.

"Iya, apa wanita suka saat seorang pria menyatakan perasaannya terus di beri cincin ini?" tanya Jonathan.

"Tentu saja, pasti sangat menyukainya," balas Adisty.

Ia membayangkan Jonathan memberinya seikat buket mawar merah lalu berjongkok di hadapannya ala pangeran menyatakan cinta padanya. Sungguh romantis. Lalu terakhir kalinya Jonathan memberikan cincin itu sebagai hadiah. Memakaikannya di jari manisnya.

'So sweet deh,' batin Adisty.

Tidak menyangka ia akan menyatakannya hari ini. Sudah sekian lama kita berteman bahkan bertahun-tahun. Apa iya, dia hanya menganggapku sebatas teman saja, pikir Adisty. 

"Kak Jonathan!" panggil Adisty.

Jonathan sudah menunggu di depan pintu kantornya. Mereka memang satu kantor tapi berbeda ruangan.

"Sudah lama menunggu?" tanya Jonathan.

"Eh, tidak aku juga baru saja datang," ungkap Adisty malu-malu.

"Oh, ya kenalkan ini kekasih baruku

Namanya Cecil," kata Jonathan. Dari balik punggung Jonathan muncul seorang gadis berambut pendek. Jika di lihat seksama sepertinya ia lebih muda.

"Cecil pegawai baru. Kami jatuh cinta pada pandangan pertama. Iya kan, Cecil," kata Jonathan.

Gadis muda itu tampak tersipu malu. Ia mengulurkan tangannya pada Adisty.

"Cecil."

"Adisty."

"Saya banyak mendengar tentangmu dari kak Jo," ucap Cecil ramah. Tak sengaja mata Adisty melihat cincin yang waktu itu di pilihnya bersama Jo tersemat di jari manis Cecil.

DEGH

'Ternyata cincin itu bukan untukku!' batin Adisty. Rasa kecewa semakin membuat dadanya makin sesak.

Di Restoran GreenVillage

Cecil tampak sibuk melihat-lihat daftar buku menunya. Jonathan memperhatikan pergerakan Cecil. 

"Kamu bilang tadi lapar, ayo pesan makanan kesukaanmu," kata Jhonatan pada Cecil.

Adisty ingin sekali meremas buku menu yang di pegangnya. Haruskah ia melihat adegan mesra ini. Menyebalkan.

"Mau pesan apa?" tanya Jonathan lagi.

"Mau pesan ini sama ini, maaf apa terlalu banyak. Habis aku lapar sekali," ucap Cecil malu-malu.

"Oh, tidak masalah. Kalau kebanyakan kita habiskan berdua," ucap Jonathan.

Adisty sudah tidak tahan lagi.

BRAKK 

Ia meletakkan buku menu itu agak keras di atas meja. "Kak, Jonathan aku juga lapar! Kenapa hanya Cecil yang di tanyai terus!" kata Adisty berapi-api.

"He ... he ... he." 

"Maaf, Adisty ... kupikir biasanya kau tahan lapar,"ucap Jonathan seraya garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Memangnya, aku ini bukan manusia. Aku juga butuh makan!" sentak Adisty.

"Ya, sudah ... maaf kamu pesan apa Adisty?" tanya Jonathan lebih lembut.

Adisty membuka buku menunya lagi.

Huh, harusnya ia tanya dari tadi. Kalau begini kan aku jadi kurang berselera, batin Adisty.

DRRRRRRTZZZ ...

Ponsel Adisty berdering. Ia melihat ada panggilan dari Bu Kepala. Di ponselnya ia beri nama si Killer. 

"Sebentar, biar aku angkat teleponnya," kata Adisty. Sial, pipinya tidak sengaja menekan bagian loudspeaker.

"Siang, Bu. Saya sedang keluar makan siang, saya tadi sudah ijin pada pak manajer," kata Adisty ramah.

"Dasar anak gila!"

"Kemana saja kau! Semua sibuk menyiapkan kedatangan direktur, kau malah enak-enakan pergi makan siang!"

Adisty menjauhkan ponselnya. Ia seperti mendengar suara petir menggelegar. Wajahnya berubah menjadi merah karena semua pengunjung restoran memperhatikannya termasuk Cecil dan Jonathan. 

"Baik, Bu Kepala. Saya akan segera kembali," jawab Adisty dengan suara rendah. Matilah ia, ketahuan pergi ke luar di saat-saat genting.

"Kau tidak apa-apa Adisty," kata Cecil ikut prihatin.

"Tidak, tidak apa-apa. Belakangan ini kantorku sangat sibuk sekali. Ibu Kepala sangat sensitif, apalagi Presdir akan datang hari ini,"terang Adisty malu.

"Maaf, sepertinya tidak bisa ikut makan bersama kalian. Mungkin lain kali saja hehehe." Adisty membungkukkan badannya sebagai permintaan maaf.

"Tidak apa-apa Adisty, kami yang seharusnya minta maaf karena mengganggu waktumu," ucap Jonathan.

'Huh, tentu saja aku tidak akan datang kalau tahu begini, aku pikir aku yang akan di beri cincin itu. Memalukan kenapa aku bisa berpikir sampai ke sana,' pikir Adisty dalam hati.

Adisty buru-buru naik taksi dan ke kantor. Baru sampai di depan kantor, Bu Kepala yang terkenal galaknya sudah berdiri di depan pintu utama.

"Adisty! Kemana saja kau!"

"Kau ingin di pecat, ya!" kata bu Kepala yang tubuhnya dua kali lipat dari tubuh Adisty.

"Ma ... maaf, Bu. Adisty takut terkena sakit maagh kalau telat makan, jadi terpaksa saya ijin keluar istirahat terlebih dahulu," kata Adisty gemetaran. 

"Alasan saja! Ya ... sudah sana kerja. Selesaikan semua pekerjaanmu hari ini. Aku sudah menyuruh orang menaruh dokumen yang perlu kau kerjakan di atas mejamu!" kata Bu Kepala tegas. Matanya melotot ke arah Adisty, membuat gadis bertubuh ramping itu ketakutan setengah mati.

"Siap, Bu." Adisty buru-buru masuk ke dalam ruangannya.

Dan benar saja, dokumen yang sangat banyak sudah memenuhi meja kerja Adisty.

"Matilah aku ... ." Adisty tepok jidatnya.

"Mulai darimana dulu ... ." Adisty bingung melihat pekerjaannya yang teramat banyak.

Telepon berdering lagi, Adisty melirik ke arah ponselnya. Ternyata telepon dari rumah. 

"Iya, Ma," ucap Adisty.

"Obat papamu habis, kalau sudah ada uang tolong belikan obat, ya," ucap Mama.

"Iya, Ma," jawab Adisty lesu.

Ia tahu obat papanya tidak murah, karena papanya sakit yang tidak biasa. 

"Semangat Adisty! Uang ... kamu butuh uang!" Adisty berbicara sendiri menyemangati dirinya sendiri. 

---Bersambung---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status