Share

Penyamaran di Perjodohan

"Ini terlalu seksi bajunya,"kata Adisty waktu di salon.


"Memang pergaulan kelas atas, memakai baju seperti ini. Di tambah sedikit riasan kau akan tampil sempurna." Rania memberi isyarat pada karyawan salon langganannya untuk membereskan masalah riasan pada wajah Adisty.

"Kau sudah cantik alami, dengan sedikit polesan kecantikanmu akan bertambah naik seratus delapan puluh derajat," imbuh Rania.

"Aku tidak butuh cantik, kalau tidak ada imbalan uang mana mungkin aku melakukannya,"gerutu Adisty.

"Terserah apa katamu, tapi kau perlu menurunkan sedikit bra mu agar terlihat lebih montok saat kau mengenakan baju yang aku pilih." terang Rania.

"Kau tidak sedang menjualku, kan?" Adisty menjadi ragu.

"Siapa yang menjualmu! Aku hanya ingin penampilanmu terlihat sempurna. Agar terkesan kau anak orang kaya." Rania ikut membenarkan letak baju Adisty.

"Sempurna ...  nih pakailah," Rania menyerahkan sepasang sepatu indah berhak tinggi pada Adisty.

"Aku merasa seperti Cinderella hari ini," kata Adisty lirih.

"Semua baju mahal ini aku berikan padamu," kata Rania.

"Aku tidak membutuhkan baju mahal. Lagipula ini terakhir kalinya aku memakainya. Mungkin kalau laku, aku akan menjualnya lagi," jawab Adisty.

"Tentu saja laku, baju ini senilai sepuluh juta sedangkan sepatunya seharga lima juta," kata Adisty.

"Apa!" 

"Sepuluh juta! Sepatunya lima juta!" Jari-jari Adisty sibuk menghitung. Ia langsung mendapat ide baru.

"Yah, lumayanlah jika baju ini di jual bisa untuk uang jajanku tiga bulan," kata Adisty.

"Benar-benar ajaib make up ini. Membuatku terlihat tidak seperti biasanya." Adisty memuji dirinya di cermin. 

"Aku juga harus merubah style rambutmu agar tidak terlihat seperti biasanya." Rania menaikkan rambut Adisty hingga terlihat leher jenjang gadis itu. 

"Kau sudah seperti nona muda dari kelas atas,"puji Rania. Ia tidak menyangka jika Adisty terlihat sangat cantik dengan dandanannya.

"Ingatlah, kita sudah sepakat untuk melakukannya. Buatlah pria itu tidak memilihmu. Dia merasa kamu bukanlah istri yang baik baginya." Rania terus saja menandaskan tujuan awalnya.

"Kenapa bukan kau yang datang? Bagaimana kalau orangnya sangat tampan, kau akan rugi tidak menemuinya," kata Adisty.

"Tidak, aku tidak akan menyesal. Aku ingin menemukan cinta sejatiku,"jawab Rania tegas.

"Lalu bagaimana tanggapan papamu apa dia tidak akan marah jika perjodohannya gagal,"tanya Adisty.

"Papaku selama ini pantang menyerah, ia sudah melakukannya berulang kali. Dan katanya ini adalah perjodohan terakhir. Jika gagal aku di beri kebebasan untuk memilih jodohku,"terang Rania.

"Aku juga ingin merasakan jatuh cinta layaknya orang kebanyakan. Kalau di jodohkan aku seperti barang yang di tukar dengan uang. Mereka hanya memikirkan kelangsungan bisnis, tidak peduli perasaan anaknya," keluh Rania.

"Hemm ... susah juga jadi orang kaya," balas Adisty lirih. Ia merasa kasihan dengan sahabatnya.

"Pantas saja kau menyuruhku menggantikanmu." 

"Namanya siapa yang dijodohkan denganmu?" tanya Adisty.

"Siapa? Aku tidak terlalu mendengarkannya kemarin," kata Rania sedikit ragu. Ketika papanya memberi tahu ia sudah menutup telinganya rapat-rapat.

"Bagaimana kau bisa tidak tahu dengan siapa kau jodohkan? Lalu aku harus memanggilnya apa?" Adisty garuk-garuk kepalanya.

"Sudahlah itu tidak penting. Yang penting adalah bagaimana caranya kau bisa membuatnya tidak memilihmu," tukas Rania.

"Yang benar saja, aku sudah dandan secantik ini kau suruh aku menjelek-jelekkan nama baikku,"gerutu Adisty.

"Bagaimana dengan upah tiga kali lipat dari gajimu." Rania sedikit mengingatkan.

Dalam bayangan Adisty tampak setumpuk uang di pelupuk matanya. 

Ya ... Tuhan, uang itu terlihat semakin nyata di hadapanku,' batin Alesa membayangkan uang yang akan ia dapat.

Rania melihat jam tangannya, ia terkejut.

"Adisty!! Sudah waktunya! Kau pergilah ke  alamat yang aku berikan. Ada mobil di depan yang akan mengantarmu ke sana,"kata Rania mendorong sahabatnya untuk keluar dari salon.

"Tunggu sebentar!" Adisty meraih tas kecilnya yang tertinggal di kursi.

Di Hotel Horison

Ricko sudah menunggu kedatangan gadis yang di maksud di ruang privat yang telah di sediakan oleh kakeknya.

"Begini saja sudah telat, benar-benar membuang waktu," gerutu Ricko.

Ia berjalan mondar-mandir seakan tidak betah duduk di sofa mewah limited edition itu. Waktu baginya adalah uang, lewat beberapa menit saja membuatnya sudah galau karena meninggalkan banyak pekerjaan di kantor.

Di dalam mobil Adisty memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Ia membayangkan bagaimana jika yang di jodohkan adalah pria gendut, tua bangka, jelek atau sebangsanya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Sesampainya di hotel Adisty di sambut hormat oleh para pelayannya. Melihat penampilan Adisty yang menggunakan baju senilai puluhan juta sudah membuktikan jika Adisty terlihat putri orang kaya.

Adisty menunjukkan kartu undangannya. Pelayan itu langsung mengangguk mengerti, mengantarkan Adisty ke ruangan khusus.

Jantung Adisty rasanya sudah berlarian keluar. Ia tidak tahu siapa yang ada di dalam ruangan itu.

Ayo Adisty kamu bisa, batin Adisty mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Ceklek

Adisty membuka pintu ruangan yang di tunjukkan oleh pelayan hotel itu.

"Kalau begitu, saya permisi dulu Nona," ucap pelayan itu seraya membungkuk memberi hormat pada Adisty. 

Kakinya yang jenjang memakai higheels melangkah pasti masuk ke dalam ruangan.

Seorang pria memakai setelan jas branded berdiri melihat ke arah jendela membelakangi dirinya.

"Maaf, jika membuat Tuan menunggu," kata Adisty seraya mrmbungkukkan badannya.

Saat Adisty berdiri tegak kembali alangkah terkejutnya ia melihat pria tampan paripurna berdiri tegak di hadapannya. 

Mulut Adisty sampai menganga. Bagaimana tidak, ia melihat wajah orang yang di depannya itu menjadi banner kantor perusahaannya akhir-akhir ini untuk penyambutannya. 

Dialah direktur yang terkenal kejam, tidak tolerir, dan tidak suka membuang waktu. Namanya Direktur Ricko Francois. Adisty rasanya kehilangan keseimbangan berdiri. Ia tidak menyangka bahwa pria yang di temuinya adalah bosnya sendiri.

"Apa Nona Rania baik-baik saja?" tanya Ricko.

"Saya tidak salah kan menyebutkan nama Anda?" tanya Ricko lagi.

"Tidak, saya memang Nona Rania yang di jodohkan dengan anda." Adisty tampak menjadi gugup.

Ya, Tuhan ... bagaimana kalau ia tahu aku anak buahnya. Pasti aku akan di pecat, batin Adisty. Membayangkan bosnya marah besar ia menjadi takut.

Tapi saat bayangan Rania datang dalam pikirannya memberikan sejumlah uang yang cukup banyak. Dan di sisi lainnya tergambar keluarganya sedang membutuhkan uang untuk keperluan ini itu. Adisty mengambil nafas berat. 

Demi uang itu, demi keluargaku, hari ini aku harus menyelesaikannya.

Semangat menyala-nyala tumbuh lagi dalam diri Adisty.

"Apa ada masalah, Nona Rania?"

"Kenapa wajah anda pucat sekali?" tanya Ricko.

Tentu saja ... kaulah masalah terbesar buatku. Ya ...  Tuhan aku seperti masuk ke kandang singa, rutuk Adisty dalam hati.

Adisty teringat dia sekarang sedang menyamar mana mungkin Presdir mengenalinya. Di tambah lagi dengan keajaiban riasan ia bisa mrnyembunyikan identitasnya.

"Oh, tidak apa-apa saya hanya kagum melihat ketampanan, Anda," ucap Adisty tertawa hambar.

----Bersambung---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status