Kembali ke kejadian setelah pingsan...
***************Dengan langkah mantap yang menggema di lorong rumah sakit, Angga memasuki pintu ruang HRD.Angga melangkah dengan mantap menuju meja HRD yang berada di ujung ruangan. Ruangan itu diterangi oleh cahaya tenang yang meresap dari jendela besar, menciptakan kontras dengan ketegangan yang mengisi udara. Sekretaris HRD, seorang wanita dengan tumpukan berkas yang teratur di meja kerjanya, mengangkat kepala dan menyambut Angga dengan senyum profesional yang berusaha menyembunyikan ketidakpastian dalam dirinya."Apakah ada yang bisa dibantu?" tanyanya dengan ramah, meski ia bisa merasakan ada sesuatu yang tak biasa.Angga, tanpa menjawab pertanyaan sekretaris itu, menatap dengan tegas ke arah pintu ruangan kepala personalia. Cahaya lampu di depannya telah menyala, dan itu adalah sinyal bahwa saatnya untuk menghadapi keputusannya.Sang sekretaris memulai, "Maaf dokter, apakah Anda sudah membuat janji?"Namun, Angga tidak memedulikan seruan dari sekretaris wanita itu. Dengan langkah mantap dan tekad yang bulat, ia mengabaikan pertanyaan tersebut dan tanpa ragu-ragu melangkah menuju pintu ruangan kepala personalia. Suasana tegang melingkupi ruangan, dan ketika pintu itu terbuka, Angga masuk ke dalam dengan hati yang penuh dengan ketegasan dan tekad."Selamat pagi, Tuan Huang," dengan nada datar, Angga menyapa kepala HRD.Tuan Huang, yang tidak menyangka akan berurusan dengan Angga secepat ini, terlihat agak terkejut. Melihat sekretarisnya yang hendak menghalangi Angga masuk tanpa izin, dia hanya memberi isyarat agar melepaskan masalah ini. Dengan penuh pengertian, sekretaris menutup pintu ruangan untuk memberi keduanya privasi."Silakan duduk, Dokter Angga," kata Tuan Huang dengan suara yang tenang, meskipun ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak biasa dalam pertemuan ini."Jadi aku yang akan menjadi kambing hitam? Lagi?" Angga dengan lugas langsung memasuki topik tanpa menghabiskan waktu pada kata-kata memutar.Kepala HRD tidak menyangka Angga akan langsung melempar bola secara langsung tanpa menunggunya bersiap sehingga dia tidak bisa menghindar."Dokter Angga, ini yang terakhir--"Angga memotong kata-katanya, "Tidak perlu membujuk lagi Tuan Huang. Aku mengundurkan diri."Angga mengatakannya dengan tenang tanpa disertai emosi khusus. Tuan Huang hendak mengatakan sesuatu namun lagi-lagi dipotong oleh Angga, "Aku tahu Tuan Huang juga berada dalam posisi yang sulit, jadi biarkan aku mengundurkan diri. Setidaknya, dengan begitu mungkin dia akan belajar sesuatu."Tuan Huang tahu hasil seperti ini akan terjadi cepat atau lambat, tapi mengapa harus sekarang? Disaat Angga baru saja bersinar, akan menjadi langkah yang sangat bodoh jika dia sebagai Kepala Departemen Personalia melepaskan calon bintang masa depan ini.Seperti memahami pikiran Tuan Huang, Angga berkata sinis, "Atau aku harus mengungkapkan perilakumu yang menutupi Dokter Billy sehingga terus membuat onar? Apakah kau berpikir dengan menahan ku, aku akan menjadi patuh? Tsk tsk, naif sekali."Tuan Huang juga seekor rubah tua, dia mengerti segalanya. Sebelum hal-hal menjadi semakin besar dia akhirnya memutuskan menerima pengajuan pengunduran diri Angga. Untuk menyelamatkan dirinya sendiri, ia bahkan menambahkan seakan-akan Angga sudah mengajukan surat pengunduran dirinya dua bulan lalu dan telah disetujui kemarin.Meski Angga mencemooh kelakuan Tuan Huang, tidak dapat dipungkiri orang yang pandai mengukur seperti inilah yang akan selalu bertahan. Puas dengan hasil ini, Angga tidak akan duduk lebih lama.Namun seketika ada suara pintu yang dibuka, tanpa sadar menoleh ke arah sumber suara.Dua orang dokter senior, kepala dari dua departemen berbeda namaun sama-sama memiliki nama belakang yang sama. Siapa lagi jika bukan Ayah dan Paman dari Billy.Angga tidak bermaksud untuk bertukar kata dengan keduanya dan hanya memberi sapaan dengan anggukan lalu berlalu.Namun Ayah Billy, James, tidak berpikir demikian. "Dokter Erlangga, mohon jangan pergi dulu. Ada yang ingin kami sampaikan."Sejujurnya Angga ingin mencibir tapi dia tetap memilih bersikap tenang."Anda tidak mungkin ingin mengatakan bahwa tindakan Dokter Billy hanya bercanda, kan? Jika itu yang akan disampaikan, tidak perlu membuang waktu."James, ayah Billy ingin mengatakan sesuatu namun ditahan oleh saudaranya, dia dengan senyum ramah menjawab Angga, "Keponakanku terlalu dimanjakan, mohon Dokter Angga memaafkan dan tidak mengambil hati tindakannya selama ini. Ini kelalaian kami sebagai tetua. Kami akan segera mendidiknya dan berjanji hal-hal seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi."Angga hanya berdecak menanggapi kata-kata Direktur Bedah Umum yang merupakan pucuk pimpinan di departemen tempatnya bertugas. Kepercayaan diri dan perilaku tanpa aturan Billy sedikit banyak dipengaruhi keberadaan orang ini sebagai pohon yang melindunginya.Sejujurnya Angga sedikit iri, salahkan dirinya yang tidak memiliki orang tua atau mentor yang cakap. Tapi ini tidak akan pernah terjadi lagi di masa depan. Dengan pelatihan sistem, Angga yakin dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri."Anak dari keluarga Anda terlalu dimanjakan, jadi anak orang lain adalah rumput liar untuk diinjak? Sebaiknya Anda ingat Tuan, disini kalian bisa melindunginya dari terpaan panas dan badai, tapi tidak semua orang akan sepertiku, yang hanya akan menanggungnya karena tak punya pilihan.""Maafkan Billy, dia yang bodoh hanya iri pada kemampuanmu, dia tak bermaksud jahat," kembali James menimpali.Angga mengabaikan keduanya, tapi kini dia geram dengan pembelaan kedua direktur ini untuk juniornya, "Dia tak bermaksud jahat? Jadi menurutmu aku lah yang memancingnya berbuat jahat sampai dia tak bermoral seperti itu? Kalian sepertinya takut aku akan menyusahkan Billy di masa depan."Angga terkekeh pelan karena merasa ironis, tapi dia benar-benar tak punya niat berurusan dengan orang seperti Billy. Dengan sikap mendominasi dan impulsifnya, orang seperti Billy, cepat atau lambat dia akan menendang plat besi."Jika yang kalian takutkan adalah aku akan sengaja membalas dendam pada Billy, maka lupakan saja. Lebih baik waktuku digunakan untuk meningkatkan kemampuan diri daripada berurusan dengannya," jawaban Angga memenuhi ruangan dengan sinisme yang terasa menusuk.Tersirat raut kelegaan yang besar pada wajah keduanya. Dengan tatapan tulus, mereka menjawab, "Terima kasih. Kami sangat menyesal atas perilaku Billy terhadapmu, dan kami mohon agar kamu tidak mengungkapkannya. Katakan saja apa yang bisa kami lakukan sebagai kompensasi, dan kami akan berusaha keras untuk memenuhinya."Angga hanya ingin pergi dari situ, namun kata-kata dari kedua orang ini telah membuka luka-lukanya yang terpendam. Angga merasa api kemarahan masih membara di dalam dirinya, namun ia tahu ia harus memilih pertarungan yang benar-benar berarti.Setelah menstabilkan gejolak emosinya Angga melanjutkan, "Anggap saja apa yang dilakukan Billy hanya permainan anak-anak, aku tidak menginginkan kompensasi, tapi jangan memintaku untuk memaafkannya.""Aku tidak akan dengan sengaja membalas dendam kepadanya. Namun, sebaiknya kalian menjaganya agar dia tetap selalu aman. Jika dia berdiri di tepi jurang dan kebetulan aku berada di sana, aku tidak keberatan memberikan dorongan untuknya."Dengan kata-kata yang memangkas seperti pisau, Angga mengakhiri percakapan itu dan meninggalkan ruangan, membawa rasa kecewa dan harapan akan perubahan di dalam hatinya. Meski ia ingin meninggalkan ruangan ini dan melupakan segalanya, ia memutuskan tetap memberikan peringatan kepada keduanya.................Dalam terik matahari tengah hari, Angga dengan cepat menuntaskan tumpukan dokumen medis dan berkas administratif. Detak jantungnya terasa semakin cepat, dipenuhi oleh tekad kuat untuk memutus ikatan yang telah lama meracuni hatinya. Begitu besar harapan untuk akhirnya bebas dari belenggu rumah sakit yang telah menyiksanya hari demi hari.Siang itu, di antara cahaya terik matahari yang menyinari bangunan rumah sakit yang menjulang tinggi, Angga memandang gedung itu dengan perasaan campur aduk. Kilatan sinar matahari mengenai jendela-jendela yang tinggi tak lagi menyiratkan keamanan, namun menjadi saksi bisu atas pertempuran panjang yang telah dilaluinya. Angga merasa semangat yang membara di dalam dirinya, siap untuk melepaskan diri dari jerat yang membelenggunya.Dengan langkah pasti, Angga meninggalkan area rumah sakit itu, menutup babak hidupnya yang penuh kekecewaan. Ia yakin bahwa di luar sana, terbentang jalan baru yang menantinya, jalan yang akan membawanya menuju cahaya kebebasan dan pengakuan yang selalu ia impikan. Ini adalah awal dari babak baru, dan Angga bertekad untuk menulis kisahnya sendiri, bebas dari bayang-bayang masa lalu yang pernah mengurungnya.Angga yakin atas keputusannya, tapi entah mengapa ia merasakan perasaan hampa dihatinya. Saat ini ia ingin berbagi cerita, namun teman akrabnya disini hanyalah Joshua, yang kini kembali menghilang dari jangkauan.Tanpa sadar ia membuka ponselnya dan terpaku pada nama kontak didalamnya. Dengan perasaan lucu pada dirinya sendiri. Janji Agatha dan keberadaan sistem yang telah berikan kepercayaan diri hingga mendorongnya membuat keputusan drastis.Angga pun mulai mengetik.Agatha, aku sudah mengundurkan diri dari rumah sakit. Jika aku batal menjadi murid Akademisi Ling, kau harus bertanggung jawab, aku berurusan denganmu seumur hidup.Seketika pesan terkirim, langsung muncul jawabanDing!Benarkah? Sungguh!!Angga mengambil foto surat pengunduran dirinya dan mengirimkannya.IMG. 00000181.jpgLihat, aku tidak bohong. Kirim.Balasan yang datang tidak kalah cepat dari pesan sebelumnya.Ding!IMG 00007820.jpgAku sudah bertanggung jawab.Aku tidak akan bisa berlari, begitupun dirimu.Tuan suami /cheers//wink/Tangan Angga yang memegang ponsel seketika bergetar ketika melihat gambar yang dikirim Agatha. Namun kata penutupnya lah yang membuatnya pusing hingga merasa dunia berputar.Apa maksudnya? Tuan Suami?----------------Tangan Angga yang memegang ponsel seketika bergetar ketika melihat gambar yang dikirim oleh Agatha. Mata Angga memfokus pada gambar itu, detik-detik yang terasa begitu lama. Namun kata penutup dari pesan Agatha adalah yang membuatnya pusing hingga merasa dunia berputar.Apa maksudnya? Tuan Suami? pikir Angga, tak tahu apa yang harus ia pikirkan selanjutnya.Agatha, ini tidak lucu, leluconmu membuatku takut.Kirim.Gambar yang dikirim Agatha dan membuat Angga ketakutan adalah selembar akta nikah. Lengkap dengan foto keduanya yang bersanding dengan latar sewarna.Angga bahkan tidak ingat ia pernah berfoto seperti itu, tapi tampaknya akta itu tidak palsu.Ding!Jangan bilang kau menarik kata-katamu Angga /angry//angry/Kau sendiri yang kemarin menyetujuinya dan baru saja memintaku bertanggung jawab. Mengapa sekarang kau berpura-pura amnesia.Angga berpikir berulang kali, kapan dia menyetujuinya.A
Angga merasa frustasi yang tak berdaya, hampir seperti terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia mengerti. Dirinya kini merasa sepenuhnya terombang-ambing dalam situasi yang tak ia mengerti sepenuhnya. Matanya berusaha memahami dinamika di hadapannya.Sekarang, Agatha dan neneknya tampak begitu kompak, seolah mereka berdua telah membentuk aliansi yang mengambil peran tersendiri di dalam skenario yang tak terduga ini. Tingkah lembut dan senyum penuh kasih yang mereka tukarkan menambah kompleksitas situasi yang sudah rumit. Seiring keringat dingin yang menetes, Angga hanya bisa pasrah pada kedua wanita yang sedang bekerjasama dalam sesuatu yang ia tidak tahu apa-apa.Neneknya, yang selalu menjadi sosok yang bijak dan lembut, kini juga menampilkan sisi kuat yang mungkin jarang Angga lihat. Sorot matanya memancarkan kebijakan yang dalam, dan senyumnya menandakan bahwa dia memiliki suatu rencana atau pemahaman yang lebih luas.Namun, Angga merasa tidak memi
Sejak mengakhiri sarapan bersama Angga, segalanya di rumah sakit telah berjalan buruk. Dia merasa seperti semua yang bisa salah, telah salah.Ditegur karena hal-hal kecil yang biasanya tidak menjadi masalah, ia harus menanggung kemarahan kekasihnya, Siska. Bahkan, ia dibuat berkeliling mencari bingkisan untuk Angga dari simposium kemarin, namun hasilnya nihil.Joshua benar-benar tidak mengerti. Ia merasa rumah sakit ini tidak adil. Dokter-dokter di sini seperti lebih dihargai dibandingkan Angga, yang sebenarnya mengambil alih operasi penting tanpa hambatan. Bahkan dokter tak dikenal yang hanya muncul sebentar saja, memperoleh stetoskop dan laptop sebagai merchandise, sedangkan Angga tidak mendapatkan apapun. Ini tidak adil."Kenapa selalu begitu?" gumam Joshua dalam hati, sambil mencoba mencari pemahaman atas ketidakadilan ini. "Angga pantas mendapat penghargaan dan pengakuan yang lebih besar. Rumah sakit ini... benar-benar menyakitkan."Angga ada
[Dokter Ajaib katanya, bah bah bah. Siapa yang memberimu keberanian sehingga bisa begitu tak tahu malu seperti itu][Harus ku akui teknik jahitannya sangat bagus. Bahkan lebih baik dari dokter pusat perawatan darurat yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di rumah sakit ku. Tapi berlebihan bagimu menyebut Dokter Ajaib hanya karena itu][Lantai atas, jangan hanya melihat video gratis. Ada operasi yang lebih rumit yang bisa kau lihat jika kau ikut berlangganan][Apakah masa pubertas mu datang terlambat? Mengapa nama akunmu tampak seperti otaku?]Dalam keramaian komentar miring dan candaan, Angga merenung sejenak. Mungkin ia perlu mempertimbangkan untuk mengganti nama pengguna tersebut jika ingin serius berbagi ilmu kedokteran di platform ini.Namun, satu hal yang pasti, ia telah memulai perjalanan baru, menunjukkan kepada dunia keahliannya, meskipun di bawah nama "Dokter Ajaib." Dengan sedikit senyuman pahit di bibirnya, Angga kembali melanjutkan eksplorasi platform siaran langsung ini,
Orang-orang yang terhubung dengan platform siaran langsung terus membahas Dokter Ajaib. Topik pemilihan nama mulai mengalami trend menurun. Kini, para penonton mulai membahas level akun Dokter Ajaib.[Pendidikan formal kedokteran umum berarti dalam level perunggu, saat ini aku sebagai mahasiswa kedokteran masih dalam level tembaga /shy/. Apakah Dokter Ajaib hanya lulusan Master sehingga levelnya ada di level perak?][Pertanyaan menarik, aku juga mulai memikirkannya. Tapi sepertinya level sesungguhnya dari Dokter Ajaib adalah lebih dari itu. Mungkin ia mendaftar dengan kualifikasi lamanya dan tidak pernah berniat membarui?][Mungkin saja benar. Tapi memang ada alternatif lain untuk mendaftar akun selain menggunakan identitas formal dan izin kedokteran][Ehh? Sungguh? Bagaimana caranya, aku belum pernah mendengarnya][+1 Aku juga baru tahu ada cara lain][Berikan aku waktu untuk mengetik][...][Cara lain untuk me
Seorang Profesor sedang menunggu mahasiswa doktoralnya kembali karena ada sedikit gangguan. Sebelum ia pergi tadi, mahasiswa itu begitu terfokus dan kadang-kadang mengetik di ponselnya. Cahaya biru dari layar ponsel menerangi wajahnya yang tengah serius memerhatikan konten.Sesekali, ia melirik ke arah layar ponsel, tertarik dengan apa yang mahasiswanya tengah saksikan. Belum sempat Profesor bertanya apa yang sedang ditonton, muridnya diseret oleh perawat senior hingga tak sempat menyapanya. Untungnya ponsel murid barunya ini tertinggal, sehingga sang Profesor bisa mengintip apa topik yang menarik anak muda masa kini.Layar ponsel masih menyala, menampilkan video di sebuah platform siaran langsung. Profesor itu mengamati beberapa saat, kini benar-benar tertarik dengan kontennya, sehingga ia mulai mencari nama akun Dokter Ajaib di ponselnya sendiri.Sang Profesor tidak bereaksi seperti kebanyakan orang yang mungkin tercengang dengan nama "Dokter Ajaib". Bag
Angga sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai diskusi seputar operasi yang tengah dilakukannya ini.Ia mengambil pisau bedah dan meminta sepotong kain iodofor kepada manusia dummy dari Sistem. Setelah menyeka jari tengah kirinya dengan hati-hati, Angga memasukkan jari itu ke dalam sayatan yang sempit. Sementara itu, tangannya yang lain menggenggam erat sebuah scalpel besar.Meskipun penglihatan di bidang bedah kini menjadi nol, Angga tetap fokus pada tugasnya. Melihat gerakan jari-jari Angga yang cekatan hampir tak terlihat, serta tang scalpel yang besar yang melengkung. Para penonton di ruang siaran langsung terdiam pada saat yang bersamaan.Tidak ada yang menyangka bahwa situasi ini akan berubah sebegitu cepat.[Apakah yang aku pikirkan ini benar?][ Apakah Aku bermimpi?][Guru Quack, apakah ini operasi buta yang legendaris?][Adakah yang bisa memberitahuku apa yang sedang terjadi?][Operasinya benar-benar ar
Tanpa menyadari betapa hebohnya penemuan yang telah ia ungkapkan di dunia medis maya, Angga tetap dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Baginya, satu-satunya kabar baik adalah bahwa Sistem menyatakan eksperimen penggunaan protein biogel telah berhasil tanpa menimbulkan efek samping berbahaya.Angga, dalam momen tersebut, merasa seperti pahlawan yang berhasil menaklukan musuh. Keberhasilannya mengungkapkan potensi baru dalam penggunaan protein biogel tidak hanya membuatnya bahagia, tetapi juga memberinya rasa bangga. Dia menyadari bahwa jika eksperimennya dilakukan di dunia nyata, itu akan menjadi tindakan yang ilegal dan berbahaya.Namun, System memberinya kesempatan untuk menjelajahi berbagai kemungkinan dengan pasien simulasi. Dalam realitas virtual ini, ia bisa mengasah keterampilan dan eksplorasi yang akan sangat sulit di dunia nyata tanpa membahayakan pasien.Dalam saat-saat seperti ini, Angga merasa bersyukur dan bahagia bahwa ia terpilih oleh Sistem, me