Share

Bermimpi

Sekembalinya ke Desa, Wu Jian menceritakan semuanya pada Ketua Desa. Kaisar sedang mengunjungi tempat Lin Guang saat ini, ia tidak bisa ke sana. Karena itu, rumah Ketua Desa menjadi tujuannya.

Wu Jian menangis dalam diam. Ketua Desa tidak bisa berkata apa-apa. Dibiarkannya anak itu menumpahkan segalanya. Wu Jian tidak pernah menangis sejak kecil, bahkan ketika Ayahnya meninggal atau ibunya tidak kembali. Tetapi sepertinya ia tidak bisa menerima kenyataan hari ini. Satu-satunya yang tak bisa ia lepas adalah Lin Guang.

"Apa yang harus aku lakukan, Ketua? Aku ... aku ... menyukai Lin Guang ... "

Ketua Desa memalingkan wajah. "Aku tidak punya jawabannya. Maaf, Wu Jian."

Wu Jian tidak tahu mengapa ia harus mengalami kepahitan ini. Apakah Dewa sedang mengutuknya? Mungkin saja ia pernah melakukan kesalahan besar tanpa ia sadari. Tapi apa? Apa yang telah ia lakukan hingga harus kehilangan Lin Guang?

Mimpinya sejak dahulu adalah menikahi Lin Guang. Bersanding bersama dan hidup dengan damai di tempat ini hingga rambut keduanya memutih. Mungkin bermain dengan anak-anak mereka, lalu saling tertawa hingga hari berlalu tanpa disadari oleh mereka.

"Dengar, Wu Jian. Kau bisa menjadi Kasim di istana. Tapi jika kau melakukannya, kau tidak akan bisa punya anak. Keputusan ada di tanganmu."

Tentu saja Wu Jian ingin punya anak. Tetapi apakah itu bisa terjadi saat ini? Ia sudah berjanji akan menjaga Lin Guang kepada ibunya. Jika ia membiarkan Lin Guang pergi sendiri, bukankah ia akan melanggar janjinya?

"Aku tidak tahu, Ketua ... ukh ... "

Wajah pemuda itu terlihat kacau. Lantas ia berpamitan untuk pergi dari sana. Ketua Desa tidak bisa melihatnya, terlalu menyedihkan. Dalam hati ia juga menanyakan hal yang sama pada Dewa.

Kenapa ini harus terjadi?

***

Lin Guang tidak tahu apakah ini benar atau salah. Ibunya hanya diam meski sedari tadi Kaisar menjelaskan tujuannya datang kemari. Lin Guang sendiri lebih memilih tidak memenuhi permintaan Kaisar, tapi jika ia salah langkah, seluruh penduduk di Desa yang akan jadi taruhannya.

"Lakukan apa yang ingin kau lakukan, Lin Guang. Kau sama saja seperti Wu Xing, pergi begitu saja dari hidupku dan meninggalkanku. Aku tahu kau juga sudah bosan hidup seperti ini. Maaf karena—"

"Ibu, bukan seperti itu. Aku—aku hanya mencoba membantu Desa ini."

Lin Li tidak melihat ke arah anaknya. Ia hanya melamun ke sisi lain sembari menggoyangkan kursi. Lin Guang tidak bisa melihat ibunya yang seperti itu. Dua minggu telah berlalu dan Lin Li terlihat semakin kurus.

"Ibu juga bisa ikut bersamaku." bujuk Lin Guang.

"Tidak." Nada bicara Lin Li berubah. Ia menatap nyalang pada Kaisar yang bertamu di rumahnya hari itu. "Lebih baik aku mati di tempat ini daripada harus ke sana."

Lin Guang tidak tahu ada apa, tapi kenapa ibunya bisa berbicara seperti itu pada Kaisar? Bukankah itu terlalu kasar? Lin Guang dengar, bila menentang perintah Kaisar, bisa mendapat hukuman mati. Apakah itu benar? Kalau begitu, ia harus memohon pada Kaisar agar memaafkan ibunya.

"Lin Li, dengarkan dulu. Aku akan menikahkannya dengan Zhen Shui. Tahun depan, Zhen Shui akan menggantikan posisiku."

"Zhen Hao," Lin Li berdiri dari kursinya sambil menunjuk. "Kau hanya mencari-cari alasan agar aku ke sana saja, 'kan? Apa kau tidak puas setelah membunuh suamiku?! Katakan padaku, Zhen Hao! Katakan! Kenapa aku harus mendengarkan orang yang sudah membunuh suamiku?!"

Lin Guang terkejut. Ia baru pertama kali mendengar soal ini.

"Kau tidak pernah berhenti mengejarku bahkan hingga aku sudah tua! Berhenti melakukan itu dan kembalilah ke istanamu yang megah itu!"

"Lin Li, aku datang dengan baik-baik. Tapi kalau kau terus seperti ini, aku akan menggunakan cara paksaan."

"Gunakan saja! Kau pikir aku takut padamu?! Bunuh aku sekarang juga!"

"Ibu, jangan bilang seperti itu!" Lin Guang menghampiri ibunya dan berusaha menenangkannya. Meski masih banyak pertanyaan dalam kepalanya, tapi itu tidak penting sekarang.

"Pergi saja kau, Lin Guang! Jangan temui aku lagi setelah ini!"

Wu Jian baru saja tiba di depan rumah Lin Guang ketika keributan itu terjadi. Lin Guang diusir keluar oleh ibunya sendiri. Wu Jian terkejut melihatnya, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Lin Guang menangis, memohon agar ibunya kembali membukakan pintu rumah untuknya. Di sebelahnya, Kaisar hanya menghela napas.

Wu Jian sudah memutuskan, tidak akan meninggalkan Lin Guang apapun yang terjadi. Kalau bukan dia yang melindungi Lin Guang, siapa lagi? Lantas ia menuju ke arah Kaisar dan memberikan penghormatan. Wu Jian bersujud di depan kaki itu.

"Izinkan saya ikut bersama Lin Guang sebagai seorang Kasim."

***

Lin Guang hanya diam di sepanjang perjalanan mereka menuju ke istana. Wu Jian tidak bisa berkomentar apa-apa, ia juga masih belum bisa menerima kenyataan ini. Bayangan Lin Guang akan menikah dengan orang lain saja membuatnya begitu perih.

Mereka sampai ke istana setelah sepuluh hari perjalanan. Lin Guang diantar menuju ruangan barunya oleh para pelayan. Sementara Wu Jian harus melakukan pelatihan beberapa hari sebagai seorang Kasim. Lin Guang kini hanya sendirian di dalam sana.

Ia terus teringat perkataan ibunya. Sampai kini tidak hilang dari kepalanya. Pangeran Zhen Shui baru akan kembali minggu depan dari luar negeri. Selama masa menunggu, Lin Guang menggunakan waktunya hanya dengan memikirkan sang ibu.

"Pergi! Kau bukan anakku!"

Lin Guang memejamkan mata. Sangat menyakitkan saat mengingatnya. Kenapa ibunya semarah itu? Apa Lin Guang telah melakukan kesalahan? Kalau iya, seharusnya ibunya bilang. Dengan begitu, Lin Guang akan memperbaiki sikapnya.

Seminggu akhirnya berlalu. Mereka bertemu di salah satu ruangan yang besar. Kaisar juga ada di sana, memperkenalkan keduanya. Pangeran Zhen Shui sangat gagah dan tampan, tapi sama sekali tidak membuat Lin Guang tertarik. Mungkin karena mereka hanya belum saling mengenal.

Kaisar meninggalkan mereka, memberi waktu hingga jam makan siang. Lin Guang tidak tahu harus mengatakan apa. Tetapi Pangeran Zhen Shui tiba-tiba saja berbicara.

"Kau pasti dipaksa kemari, aku minta maaf."

"Ti-tidak. Saya yang harusnya minta maaf. Anda adalah seorang Pangeran."

Zhen Shui mengernyit. "Ayah belum cerita padamu, ya? Kudengar kau puteri bibi Lin Li."

Bibi?

Zhen Shui berdehem. Ia kemudian menjelaskan semuanya. Nama ibu Lin Guang yang sebenarnya adalah Luo Yifan. Dia adalah puteri dari kerajaan Cu yang seharusnya menikah dengan Ayahnya, tetapi ia menolak dan memilih seseorang yang berasal dari Desa Liao. Ayah Lin Guang dulunya adalah salah satu prajurit di istana ini.

Karena itu juga, perang terjadi, hingga bertahun-tahun lamanya. Sampai mereka memiliki anak. Ayah Lin Guang dan Wu Jian juga harus membantu. Sangat disayangkan mereka turut menjadi korban.

Lin Guang kini mengerti mengapa ibunya seperti itu.

"Sepertinya Ayah memang tidak menyerah soal bibi, meski aku sudah sebesar ini. Maaf kalau kau merasa marah setelah aku bercerita."

"Tidak, Pangeran. Saya justru berterima kasih."

"Sebenarnya aku tidak ingin memaksamu, kalau kau tidak mau, kau bisa pergi."

Kalau saja memang semudah itu untuk lari. Tetapi Kaisar telah membuatnya berjanji, dengan imbalan bantuan kepada Desa Liao. Lin Guang hanya tersenyum kikuk. "Akan saya pikirkan dengan baik."

***

Hari berikutnya dihabiskan dengan Lin Guang menonton kebolehan Zhen Shui. Pangeran sangat berbakat dalam berkuda, membuat Lin Guang kagum. Mereka pun makan siang bersama setelahnya. Lin Guang yang terbiasa membantu ibunya turut menyiapkan makan untuk sang pangeran. Zhen Shui bilang tidak perlu, tapi Lin Guang sedikit memaksa. Lin Guang pun mengungkapkan kekagumannya tanpa ragu.

Dari kejauhan, Wu Jian melihat semua itu. Ia menyelesaikan latihannya pagi ini, berniat menengok Lin Guang sebentar karena kemarin ia tidak bisa pergi dari latihannya. Wu Jian mengepal erat tangannya, pemandangan ini begitu menyesakkan dada. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan Wu Jian sekarang, maka ia melanjutkan berjalan.

Suatu hari nanti, ia akan merebut Lin Guang kembali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status