Share

Warta

Xin Yuan menyunggingkan senyum. Hari ini dia akan pergi ke tempat calon suaminya. Masih beberapa bulan sebelum pernikahan mereka, tetapi ia mendapat undangan langsung dari Kaisar negeri Ding. Beliau merupakan Ayah Zhen Shui; nama suaminya di masa depan. 

Kerajaan mereka telah menjalin kerjasama sejak lama, dan Xin Yuan amat mengenal Zhen Shui. Mereka sering bertemu dalam acara penting, mungkin dari sana pula ia merasa jatuh hati.

"Apa Anda sangat bahagia hari ini, tuan puteri?"

Xin Yuan menoleh, melihat salah seorang pelayan bertanya. "Tentu saja, aku harus beradaptasi dengan kerajaan Ding. Aku harap bisa memimpin dengan baik untuk rakyatku kelak."

"Saya harap itu bisa terjadi, puteri."

"Terima kasih, Bibi Wu Xing. Oh iya, apa bibi benar-benar tidak mau ikut? Aku akan kesepian di sana tanpa bibi."

Wu Xing hanya tersenyum kecil. "Tapi, saya tidak pantas berada di sana. Lagipula, pangeran pasti sudah menyiapkan banyak pelayan untuk Anda."

Xin Yuan terlihat cemberut, membuat Wu Xing tertawa. "Wajah Anda tidak boleh begitu ketika bertemu pangeran."

"Begini saja, kalau bibi memang benar-benar tidak mau, aku akan sewakan tempat di kota dekat istana. Supaya aku juga bisa mengunjungi bibi." Xin Yuan memberi usul. Ia menatap penuh harap kepada pelayan kesukaannya itu.

"Anda melakukan terlalu banyak untuk saya, tuan puteri."

"Ya?" Pinta Xin Yuan. Wu Xing mengangguk pada akhirnya.

"Tapi tolong jangan panggil saya dengan nama Wu Xing ketika di sana, tuan puteri."

"Merepotkan, baiklah. Bibi mau aku panggil dengan sebutan apa?"

Wu Xing tampak berpikir. "Bagaimana dengan Yao Ning?"

"Terserah bibi saja lah ... tapi janji, ya! Jangan pergi diam-diam setelah aku di istana!" Peringat Xin Yuan. Wu Xing menyetujui dan tak membantah lagi.

Mereka pergi dengan kereta kuda, Xin Yuan terlihat begitu bahagia. Wu Xing tidak pernah melihat Xin Yuan seantusias ini sebelumnya selain pada syair. Puteri Xin Yuan terkenal pandai membaca syair dan memiliki pengetahuan yang mumpuni. 

Karena itu juga lah ia ditunjuk Kaisar Zhen Hao sebagai pendamping putera semata wayangnya. Perjalanan ke sana memerlukan waktu yang cukup lama, tetapi tampaknya Xin Yuan tidak masalah dengan itu; karena biasanya ia suka menggerutu jika harus pergi jauh. 

Wu Xing menatap langit ketika berjalan, tampak memikirkan sesuatu. Ada setumpuk lara dalam binar matanya, namun ia kemudian menggeleng.

***

"Kau luang, Kasim Wu Jian?"

Sejak pertarungan mereka dua hari lalu, Wu Jian merasa risih karena He Xiong seperti ada di mana-mana. Sepanjang ia melangkah, selalu saja ada He Xiong di sana. Kalimat yang ia ucapkan selalu sama, tanpa dikurangi suatu apapun,

"Ayo, bertarung lagi denganku."

"Maaf, Jenderal He Xiong. Saya harus bekerja." Wu Jian ingin sekali menghajarnya, tapi ia bukanlah siapa-siapa di sini. Setidaknya ia tidak boleh pergi sebelum bisa mendapatkan Lin Guang kembali.

"Oh ya? Kau bisa memanggil pelayan lain untuk menggantikanmu. Ada ratusan pelayan di sini." He Xiong terus berusaha membujuknya untuk mereka latih tanding kembali. Kalau Wu Jian tahu akan jadi seperti ini, sebaiknya ia tidak meladeninya waktu itu.

Wu Jian pun mulai tidak tahan setelah semua ini. "Saya tidak peduli dengan pendapat Anda."

He Xiong menyilangkan lengannya. "Tentu kau harus peduli. Aku ini Jenderal, dan kau hanya pelayan."

Wu Jian sudah habis kesabaran, namun ia tidak bisa melakukan kekerasan. Wu Jian melihat segelas air yang masih utuh di nampan yang ia bawa. Seharusnya ini untuk Lin Guang, tetapi ia akan membawakan yang baru padanya padanya nanti.

He Xiong merasakan sesuatu yang basah mengenai wajahnya. Ia melihat Wu Jian yang sedang memegang gelas kosong, lalu mengerti apa yang sudah terjadi.

"Kau—"

"Maaf, pelayan ini punya banyak urusan, Tuan He Xiong. Anda bisa memanggil pelayan lain saja."

Lalu Wu Jian berlalu begitu saja. He Xiong menggerutu sebal. Wu Jian adalah lelaki yang tangguh, tidak mudah untuk membujuknya.

"Jenderal He Xiong, Anda kenapa?"

Qin Ai datang dari arah lain membawa beberapa mangkuk kosong di nampannya. Ia tertawa melihat He Xiong yang basah.

"Apa baru saja ada hujan?"

He Xiong mengelap mukanya dengan telapak. "Ya, hujan dari Kasim baru itu. Dia orang yang sulit sekali diajak bekerjasama."

Qin Ai memberinya kain yang ia letakkan di saku pakaiannya. "Lap dulu, lalu ganti baju. Tolong jangan balas dendam pada Wu Jian, dia masih baru di sini."

He Xiong mengernyit. "Siapa juga yang mau balas dendam? Aku hanya penasaran, ilmu pedangnya sangat bagus! Tidak pernah kujumpai seseorang yang bisa menandingiku."

Qin Ai mengendikkan bahu. "Yah, kupikir itu sesuatu yang disebut dengan bakat. Ia bahkan menyelesaikan pelatihan Kasim dalam hitungan hari. Padahal biasanya orang-orang perlu setidaknya satu bulan. Dia sangat pintar."

"Tidakkah menurutmu aneh? Bukankah dia berasal dari desa?" He Xiong mengungkapkan apa yang ia pikirkan. Karena memang menurutnya demikian. Ilmu pedang Wu Jian memang belum terlampau tinggi, tapi sangat bagus untuk ukuran orang desa. Selain itu pola serangan Wu Jian begitu apik di matanya.

"Kudengar ketua desanya yang memberinya ilmu itu. Ah, sudahlah. Sana, kau tadi dipanggil Yang Mulia." Respon Qin Ai dibarengi dengan pemberitahuan untuknya.

He Xiong melipat kain yang baru saja dipakainya. "Tumben sekali kaisar memanggilku. Aku tidak punya cicilan apa-apa, 'kan?"

"Siap-siap saja." Qin Ai kembali melanjutkan tugasnya. 

Setelah mengeringkan wajahnya dengan kain yang diberikan Qin Ai, He Xiong kembali ke ruangannya sebentar untuk berganti pakaian. Kemudian datang menghadap Kaisar. Biasanya He Xiong memang melapor secara rutin di akhir minggu mengenai keamanan istana. Tapi ini bahkan bukan akhir pekan. Ia jadi penasaran.

Kaisar tampak telah menunggunya, kemudian langsung menyapa. "He Xiong, aku ada tugas untukmu."

"Tugas?"

"Benar, Desa Liao terbakar. Pastikan apakah memang ada musuh dari kerajaan lain atau tidak."

Desa Liao, bukankah itu tempat Wu Jian dan Lin Guang berasal? He Xiong dengar sebagai kompensasi bantuan terhadap Desa Liao, maka Lin Guang dibawa kemari. Yah, itu bukan urusannya. Tetapi itu hanya sebuah desa kecil, He Xiong ragu bila memang ada sesuatu yang diincar musuh dari sana.

"Wu Jian sudah tahu soal ini. Tapi Lin Guang belum, aku harap kau juga bisa merahasiakannya."

He Xiong berlutut, memberi hormat. "Sesuai perintah Anda. Saya akan segera menyelidikinya."

"Terima kasih. Kabari aku bila ada perkembangan."

"Siap, Yang Mulia. Saya permisi."

Kaisar menghela napas. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi rasanya mustahil ada musuh dari luar yang tahu mengenai desa itu. Ia sendiri tidak melihat adanya keuntungan dari tindakan tersebut. Namun tetap saja ia telah menipu Lin Guang dengan tidak mengatakan yang sebenarnya. Selain itu, tidak ada yang menjamin apakah Wu Jian akan tetap tutup mulut atau tidak, maka itu ia harus segera menyelesaikannya sendiri.

Ia juga sedikit mengkhawatirkan Lin Li. Selama ini ia selalu mengirimkan bantuan ke Desa Liao, tetapi dari apa yang ia lihat sepertinya itu tidak pernah terjadi. Ketika berkunjung ke sana, keadaan penduduk desa itu sangat menyedihkan. Bantuan yang ia kirimkan tidak pernah sampai ke sana. Ia sangat menyayangkan hal tersebut. 

Andai saja dia mengetahui semuanya lebih awal, maka semuanya pasti tidak akan berakhir seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status